#Hai dears....
jangan lupa voment yaaaaaa....#~*~
Wajah tenang Yuana Francisca yang terlelap oleh sebab penenang yang kuat memantul di kelopak matanya. Semuanya terasa lebih sunyi dan tentram sekarang. Tidak ada perawat yang mondar mandir, tidak ada suara pengunjung kamar-kamar lain yang mengusik suasana. Terlebih tidak ada gadis bengal yang nekat, kurang ajar dan sok tahu, yang menohoknya dengan bersikap sok benar dan kekanak-kanakan.
Tetapi entah kenapa kemarahan dan kepanikan yang sempat menjadi siang tadi masih saja membelenggu di dalam sanubarinya. Seperti sebuah tutupan oven panas yang memangang hatinya di dalam: sesak, menggelisahkan, dan membuatnya mengajukan berbagai pertanyaan tanpa bisa mendapatkan jawaban.
Aru sadar akan kemarahan kepada diri sendiri yang begitu menggelegak tak tertahankan, melihat wanita yang dicintainya ternyata hidup begitu sengsara setelah sekian lama ia berusaha membenci dan melupakannya karena telah meninggalkannya bertahun-tahun berselang. Begitu besar kemarahan itu, sehingga rasanya ia tak sanggup menahannya lagi. Ia tak sanggup melihat dirinya di cermin tanpa membenci dan merasa muak melihat sosok yang membentuk bayangannya.
Begitu mencekik dan menyesakkan kebencian itu hingga ia nyaris tersedak rasanya. Dan entah sejak kapan, Aru mulai mengalihkan kebenciannya pada orang lain.
Ia mulai menyalahkan Wanhibar yang gagal membahagiakan ibunya.
Ia menyalahkan Noe yang begitu ceroboh dan bodoh mengambil pinjaman dari lintah darat.
Ia menayalahkan Sarah yang telah menghancurkan hati adiknya dan membuatnya kalap.
Menyalahkan Irfan yang menembak adiknya dan membuat ibunya begitu berduka.
Ia lupa menyalahkan dirinya sendiri....
Ia yang pertama kali memutuskan untuk tidak mencari ibunya setelah wanita itu pergi. Aru merasa tidak dinginkan dan ditinggalkan. Dirinya yang pertama kali memutuskan untuk membenci wanita tua itu dulu.
Seandainya waktu bisa berulang, apakah ia tetap akan mengambil keputusan yang sama? Apakah ia akan mencari ibunya setelah beberapa tahun wanita itu pergi? Toh Aru bukanya tidak tahu dimana wanita itu berada...
Apakah ia tidak akan menjadi sekeras kepala ini mengajukan tuntutan kepada Irfan Budioko atas sesuatu yang sama sekali tidak berkaitan dengan dirinya?
Irfan Budioko.... dan Sarah Ismawati....
Gadis itu dengan sangat tegas menuntutnya untuk mencabut surat tuntutan atas orang yang telah merusak dirinya dan menghancurkan masa depannya...
Atau bukan?
Sarah Ismawati bersikeras -sama kerasnya dengan Irfan sendiri- menyatakan bahwa laki-laki itu adalah suaminya.
Bagaimana kalau ia salah?
Tubuhnya yang terbunguk di atas kursi putar dalam kamar perawatan itu tersentak ketika ponsel di saku celananya bergetar. Aru melihat caller id di atas layarnya dan menegang waspada.
"Halo, Ayah?"
"Aku ada di kantor Hakim Ramlan. Kemarilah sekarang!" suara tegas dan dingin ayahnya mengisyaratkan bahwa pria itu sudah tahu segala yang terjadi berkaitan dengan kasus Irfan Budioko. Bagaimana dia bisa tahu? Bagaimana dia bisa secepat itu datang kemari?
"Kapan Ayah datang?"
Pria tua di seberang tidak menjawab selama beberapa detik. Lalu suaranya rendah, tertahan dan hampir berbisik, "Sekarang, Aru!"
Atmosfer yang dirasakannya ketika memasuki ruangan Hakim Ramlan hampir setengah jam kemudian benar-benar ganjil. Ia mengebut meninggalkan rumah sakit dan kembali ke kompleks pengadilan militer dengan seribu kecamuk di pikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Lieutenant's Love
Romance#17 in tragedy (juni 2018) #1 in military (13 juli 2018) Letnan dokter Irfan Budioko menikah dengan adik almarhum sahabatnya tanpa pernah bertemu sebelumnya kecuali dari selembar foto: remaja cerdas 16 tahun, pendekar wushu keras kepala yang jatuh...