Cuppi..cuppi...cuppi...
Di mana ia pernah mendengar itu sebelumnya? Benar-benar kata-kata yang aneh untuk digunakan menenangkan seseorang. Tetapi Irfan telah mengucapkan kata itu semalam. Seolah tidak disengaja. Seolah itu adalah kosakata yang dikenalnya sejak lama. Sarah pernah mendengar kata itu di suatu tempat. Tetapi siapa yang mengucapkannya?
Ia merapikan kamarnya pagi itu setelah semalam Irfan melihatnya begitu berantakan. Sarah sudah mulai melupakan keteraturan yang dianutnya selama tinggal di asrama dulu, dan betapa memalukannya saat pemuda itu melihat semuanya seperti sekarang. Dia telah membongkar barang-barangnya, bahkan di laci-laci tempat ia menyimpan barang-barang yang paling pribadi sekalipun. Apa yang telah dilihat dokter muda itu?
Sarah sebenarnya sangat marah. Atau ia pantas saja marah karena Irfan telah mengobrak-abrik barang-barangnya tanpa ijin. Tetapi seharusnya Irfan lebih marah lagi karena ia mengambil uangnya juga tanpa ijin, kan? Akhirnya Prudi itu memutuskan memaafkan Ifan karena menggeledah barang barangnya semalam, mengingat sebenarnya kerugian dokter muda itu tentu saja lebih besar karena Sarah mencuri uangnya.
Sekarang sudah pukul tujuh lewat. Sarah bangun jauh setelah matahari terbit tadi. Tetapi ia tidak mengira kalau Irfan masih akan tidur pulas di kursinya. Pada sangkanya orang itu sudah akan jogging mengelilingi dua desa, dan pulang dalam keadaan kelaparan, seperti yang dilihatnya setiap hari.
Suara ketukan pintu depan membuatnya melempar selimut yang sedang dilipatnya. Ia keluar tergesa-gesa. Siapapun yang datang, jika mereka sampai melihat Irfan tidur di kursi depan, entah apa yang akan mereka pikirkan nantinya.
"Sarah...!"
Suara perempuan! Dan dari nadanya ia mengenal betul siapa yang datang.
"Kak! Bangun ada Kika!" serunya berbisik, berlari ke pintu sampai salah mengenakan sandalnya.
Irfan bahkan tidak bergeming dari posisinya, hingga ia harus mengambil sajadah yang tergelar di lantai dan memukul pemuda itu.
"Bangun, bodoh! Ada Kika!"
Laki-laki itu tersentak kaget dan mengernyit karena pusing yang menyergap tiba-tiba. Tetapi Sarah sudah terlanjur memutar kunci pintu, dan tanpa bisa menahannya, pintu itu menjeblak terbuka terdorong dari luar. Wajah Kika dan Rianti langsung menghambur masuk, berikut kehebohan mereka yang saling berteriak girang memeluk Sarah hingga gadis itu hampir terjengkang.
Kegaduhan yang tiba-tiba itu membuat Irfan seperti kehilangan kepalanya, "Apa-apaan ini?!" erangnya sambil memicing, menahan cahaya yang memaksa masuk ke dalam matanya yang masih setengah tidur.
Sarah hanya tertawa kecut, ketika dokter itu membekap wajahnya dengan bantal.
"Sarah! Kita akan jalan-jalan!!! Kami kangen sekali sama kamu!!" Kika memeluk Sarah seperti boa dan tidak mau melepaskannya hingga ia terpepet ke dinding.
Kedua sahabatnya memandang Irfan yang masih berusaha bangun dari kursinya, dan terkikik-kikik berbisik, "Kak Irfan ternyata tampan sekali. Lebih tampan dari fotonya."
"Bangun tidur saja dia seperti itu.... Sarah, apa kalian bersenang-senang?" Rianti berbisik genit,
"Aisshh!!" Irfan memalingkan wajahnya yang terbakar. Menutupi tubuhnya yang hanya mengenakan singlet dengan bantal, sementara Sarah menempelak kepala Rianti.
"Bicara apa kalian ini! Dia suamiku! Jangan dilihat!"
Gadis itu berkutat berusaha melepaskan diri dari pelukan Kika, tetapi Irfan jadi benar-benar bangun oleh kata-katanya barusan.
"Kau tidak perlu repot membuat sarapan untuk kami. Kami sudah bawa, cukup untuk semuanya." Rianti mengangkat tumpukan rantang besar. Sepertinya isinya cukup untuk memberi makan satu RT.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Lieutenant's Love
Romance#17 in tragedy (juni 2018) #1 in military (13 juli 2018) Letnan dokter Irfan Budioko menikah dengan adik almarhum sahabatnya tanpa pernah bertemu sebelumnya kecuali dari selembar foto: remaja cerdas 16 tahun, pendekar wushu keras kepala yang jatuh...