part 3

1.4K 81 4
                                        


Ferdi
(Author Pov)

Saat ini lelaki itu sedang berada di dalam mobil bersama supirnya, untuk menghadiri pertemuan penting dengan perusahaan yang akan menjalin kerjasama dengan perusahaan milik Ferdi.

"Masih satu jam lagi," gumam Ferdi pelan, saat melihat angka dari jam di pergelangan tangannya.

Ferdi hanya dapat menatap bosan, pada jalanan yang kini dilalui supirnya, dengan alasan untuk menghindari kemacetan parah di jalan utama, yang saat ini sedang berlangsung demo buruh.

Sang supir tampak sudah terbiasa melalui jalan sempit dua arah tersebut, melewati beberapa toko dan kumpulan rumah makan mungil dan sederhana, juga warung tenda yang berjejer, hampir di sepanjang jalan yang mereka lalui.

Beberapa orang nampak hilir mudik, melewati trotoar sempit yang sudah beralih pungsi menjadi tempat mangkal para pedagang, dan beberapa motor pelanggan warung yang terparkir sembarangan di bahu jalan, membuat suasana di tempat itu semakin terlihat semrawut, di tambah dengan tingkat keterikan yang menyengat kulit, di siang hari yang super panas ini.

"Berhenti di sini sebentar pak, aku mau mampir ke minimarket," ucap Ferdi, pada supir berseragam biru muda yang duduk dengan tenang di belakang kemudi, driver itu mengangguk patuh, lalu menghentikan kendaraan tersebut tepat di depan sebuah minimarket dengan dua pintu kaca tebal, bertuliskan open dan close.

"Tunggu di mobil saja, aku tidak akan lama," ucap Ferdi cepat, mencegah supirnya yang juga akan ikut turun.

Ferdi pun melangkah santai menuju tempat tersebut, udara sejuk dari pendingin udara buatan, langsung menyambut lelaki muda itu saat membuka salah satu pintu berbahan kaca didepannya, membuat Ferdi tanpa sadar mendesah lega, saat merasakan kesejukan udara dari AC yang disetel dengan suhu rendah, Ferdi pun memutuskan untuk membeli dua kaleng minuman dingin, beserta rokok dan pemantiknya, sebelum menuju meja kasir, yang berdiri dengan tampang kaku, dan bahasa tubuh yang membosankan.

Baru saja Ferdi melangkah keluar dari pintu toko, seorang anak tanggung merampas dompet beserta ponsel miliknya, repleks Ferdi mengejarnya, yang berlari menuju lorong sepi di sisi kiri jalan. Sang supir yang masih berada di dalam mobil tidak melihat kejadian itu, karna sedang mendengarkan music melalui hands free miliknya dengan mata terpejam.

Denis

Aku terus berlari dari kejaran para preman yang kuketahui sebagai anak buah rentenir tempat ayah berhutang, ditangan mereka tergenggam belati yang berkilau tertimpa cahaya surya.

Tidak ingin mati konyol, aku berusaha berlari secepat mungkin, dan bersembunyi di balik bak sampah besar berbentuk persegi, di pintu belakang sebuah restoran.

Akh...

Terdengar suara erangan kesakitan yang membuatku kaget, kuberanikan diri untuk mengintip. Aku terbelalak, saat mendapati para preman tadi menyerang seorang lelaki berjas yang berdiri membelakangiku.

Para preman itu langsung melarikan diri saat melihat korbannya roboh dengan bersimbah darah, sebuah kantung Plastik putih bermerek, tampak terlempar cukup jauh dari tubuhnya yang terlihat diam tak bergerak.

Kuberanikan diri untuk mendekatinya yang dalam posisi tertelungkup, sekaligus untuk mengetahui lebih jauh kondisi dari lelaki asing yang masih tergeletak tak berdaya di bawah kakiku ini. Mataku tanpa sengaja menangkap sebuah kartu yang tergeletak begitu saja disisi tubuhnya, dengan ragu aku meraihnya, bermaksud untuk melihat identitas lelaki tersebut, belum sempat aku membacanya, sayup-sayup aku mendengar suara langkah kaki yang mendekat ke arah kami, secara repleks aku memasukkan benda itu kedalam saku celanaku, dan langsung pergi dari tempat tersebut dengan panik. Aku berjalan cepat tanpa menoleh kebelakang lagi, melewati lorong sempit hingga kini telah berada kembali di sebuah jalan besar, sampai kurasakan sebuah tangan menyentuh bahuku pelan.

Duplikat (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang