2. Awal Pertemuan

642 54 7
                                    

Hari ini Mili berniat untuk pergi ke Kafe yang memang sudah diberitahukan oleh Derren. Awalnya ia akan ke kafe ini bersama dengan Derren tapi karena Derren mendadak harus menemui Dosen jadi Mili terpaksa harus pergi sendiri. Padahal tadi Derren sudah bilang untuk menunggunya tapi Mili bersikeras tetap ingin pergi sekarang. Memang benar kata Milan, bahwa Mili itu keras kepala.

Derren : Udah di jalan skrng?

Mili P : hehe udah

Derren : Naik apa emng?

Mili : Naik taksi lah. Kan sopirnya lagi nemuin dosen :p

Derren : Batu sih. Gk mau nunggu

Mili : Biarin

Derren : Yaudah hati-hati ya. Nanti kalo udah sampe kabarin gue

Mili : Siap

Mili memasukkan lagi ponselnya ke dalam tas. Memang hubungan Mili dan Derren semakin dekat. Bahkan setahun belakangan ini Mili selalu ditemani oleh Derren. Mili bersyukur karena Derren sudah menemaninya melewati masa-masa sulit setahun belakangan ini, Derren juga tak henti-hentinya memberikan semangat kepada Mili. Derren sangat baik kepada dirinya. Namun, Mili tetap tidak bisa mencoba memulai hubungan yang baru bersama Derren, padahal Derren sudah terlalu baik, sudah ingin menjaganya selama ini.

Akhirnya taksi yang membawa Mili tadi sudah berhenti di depan kafe. Mili segera turun kemudian ia membaca tulisan yang tertulis di atas bangunan kafe itu. SUN KAFE. Kemudian ia melangkahkan kakinya untuk memasuki kafe tersebut.

Mili ingin duduk di bagian pojok tapi niatnya dia urungkan. Jika dia duduk di pojok pastilah dia akan melamun lagi, jadi Mili memutuskan untuk duduk di satu meja di depan bagian pojok. Ia melihat daftar menu, matanya kembali berbinar ketika ada minuman kesukaannya yang tertera di sana. Matcha green tea latte, tanpa berpikir panjang lagi Mili langsung memesan minuman itu dengan sebuah pudding.

Kemudian ia mengambil novel yang memang sengaja ia bawa tadi. Hobinya masih sama: Membaca novel, walaupun sekarang Mili lebih banyak berkutat dengan tugas-tugas kuliahnya tapi Mili masih belum bisa beralih dari yang satu ini. Ditambah lagi Mili ingin menjadi penulis, jadi ia memang sengaja memperbanyak referensinya.

Hampir setengah halaman sudah ia lewati. Kemudian ia berhenti sejenak dan menikmati pudding yang memang sudah tersaji dari tadi. Seketika Mili menepuk jidatnya, ia lupa pesan Derren. Ia belum mengabari Derren jika ia sudah sampai di kafe.

Mili membuka tasnya kembali dan mengambil ponselnya. Sial. Ponsel Mili mati, sepertinya ia lupa mengecasnya di rumah tadi. Dengan cepat Mili mencari powerbank yang biasanya selalu tersedia di tas Mili dan sialnya lagi sepertinya powerbank itu tertinggal di rumah.

Mili menghela napas. Disaat-saat seperti ini powerbanknya ketinggalan, jika tidak dibutuhkan selalu stay di dalam tas. Untunglah dia masih membawa casan. Setidaknya Mili masih bisa mengecas di kafe ini.

Mili mengedarkan pandangannya untuk mencari tempat colokan berada, akhirnya setelah menerawang ke beberapa sudut mata Mili berbinar ketika melihat satu colokan pas berada di bagian pojok yang ingin ia tempati tadi. Dengan segera Mili membereskan barang-barangnya dan bersiap untuk pindah ke sana.

Saat Mili sudah beranjak, tiba-tiba seorang laki-laki sudah mengambil tempatnya. Mili terlambat! Tidak sebenarnya Mili tidak terlambat hanya saja laki-laki itu yang mengambil tempat Mili. Padahal Mili sudah berjalan.

Dan sekarang Mili melihat laki-laki itu malah mencolokan casannya. Bagaimana bisa tempat colokannya diambil begitu saja tepat di hadapannya? Mili menatap kembali layar ponselnya yang sudah mati total.

PanaseaWhere stories live. Discover now