Solved

668 58 3
                                    


Aku sibuk mengaduk-aduk minuman di gelas. Semuanya terasa tak bergairah. Dan aku merasa seolah tidak memiliki alasan untuk bernafas.

Mataku menatap kosong ke arah depan. Mendapatkan beberapa pengunjung yang masih asyik bersama makanan mereka. aku menghela nafas.

Sudah tiga hari belakang ini aku menjalani hidup dengan begitu malas. Semua yang ku lihat bahkan tak memunculkan minat sama sekali. Aku terus terbebani dengan pikiranku terhadap Luke.

Kami bertengkar. Itulah yang terjadi.

Sangat miris ketika saling berpapasan namun tidak berbicara selayaknya kami tidak saling kenal. Tidak, Luke selalu berkunjung ke apartmen. Kalau tidak rumah aunty Daisy. Kemarin sore bahkan ia membawa Alexis untuk memperkenalkannya ke teman-temannya. Semuanya tampak baik-baik saja jika dilihat sekilas tetapi sungguh, kami sama sekali tak berbicara.

"Hei, Violet!" Jenna menyikutku. "Jangan melamun. Cepat ceritakan!"

"Apanya?"

"Waktu itu, saat mereka membullymu."

Terdengar tragis. Padahal mereka hanya menamparku beberapa kali, menendang punggungku satu kali dan menyiramku dengan air kotor. Oke, itu memang berlebihan.

"Oh.." aku menggigit ujung sedotan minumanku. " begitulah.."

"Ck, jangan bercanda!"

Suara Jenna agak meninggi hingga aku menatapnya tajam. Pengunjung yang datang memang sedikit tetapi mulut perempuan ini bagaikan toa.

Mataku menyipit. "Berhenti menuntut. Berisik."

Jenna berkedip sekali lalu memandangku tak terima. "Violet, lo udah cerita setengahdan sekarang gue penasaran. Lo nggak bisa gantungin gue." Ia mendengus kasar. "Firasat gue nggak enak kalo lo Cuma dieman aja, lo harus cerita."

"Sorry." Kataku pelan.

Sungguh, aku berhutang pada Jenna. Aku mungkin saja akan ditemukan dalam mati dengan keadaan menyedihkan besok paginya. Dia segera datang ke apartmen ku ketika aku menelponnya malam itu.

Aku memutuskan pulang ke apartmenku dengan Kazen yang membawa mobilnya. Ia mengantarku hingga depan pintu kamarku dan pulang setelah itu. Selebihnya aku hanya menelpon Jenna lalu bertanya tentang Alexis dengan aunty Daisy kemudian memberitahukannya kalau aku akan tidur di apartemen. Luke bahkan tidak kembali. Dia kembali besok sore hanya untuk menengok Alexis. Dia pun tidak menanyakan keadaanku.

Ia menggosok tangannya dengan kain lap cepat, lalu bersuara. "Keadaan bakal makin memburuk kalo lo Cuma meratap kayak begini. Salah satu dari kalian harus punya pikiran terbuka,"

Aku meliriknya.

"Manusia selalu memiliki masalah. Selalu salah paham. Selalu bertengkar, tapi ada namanya yang berusaha. Berusaha akan membuat semuanya menjadi lebih baik. Masalah akan semakin besar ketika dibiarkan." Jenna mengayunkan jari telunjuknya di udara. "dan waktu adalah masalah terburuk buat lo dan Luke." ringkasnya tajam.

Aku menerawang ke depan. Membiarkan perkataan Jenna barusan melayang-layang di kepalaku tanpa urutan. Aku mengerti maksudnya.

"Lo berdua nggak bisa gunain waktu dengan benar, Vio. Itu terlalu bahaya buat keadaan kalian."

"Karena masalah ini gue dan Luke jadi bertengkar." gumamku sedih.

Tiba-tiba Jenna memukul pundakku. "Lo nggak salah sepenuhnya kok! Berhenti buat nyalahin diri sendiri! Seharusnya Luke harus tau mana yang benar dan salah! Kenapa bisa-bisanya ia berspekulasi seperti itu?"

Lalu eksperinya berubah."Dia seperti anak kecil. Semestinya dia nemenin lo lalu memarahi para fans yang gila itu."

Jenna menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Nadanya suaranya mendalam. "Sikapnya keterlaluan. Gue rasa dia terlalu cinta sama lo hingga otaknya eror dan nggak bisa berpikir lurus kalau udah cemburu."

Salvation || Luke Hemmings (Sequel Of My Young Husband)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang