6. Sifat asli

2.6K 157 7
                                    

Bel istirahat sudah berbunyi yang membuat pak Rahmat menghentikan aktifitas mengajarnya. Dia memberikan tugas sebelum keluar dari kelas. Aku mengemas buku-buku dan alat tulisku ke dalam tas dan mengeluarkan novel yang baru setengah kubaca.

Kulihat Lisa, Jeni dan Rose mendekat. Mereka berhenti tepat di depan Raya yang sedang mengutak-ngatik handphonenya. Lisa sempat melirik padaku dengan sinis lalu kembali menoleh pada Raya dengan senyum yang mengembang.

"Raya, mau ke kantin bareng, nggak?"

Raya berpikir sejenak, "Boleh." Ia lalu menoleh padaku, "Mona, ke kantin, yuk."

Aku tersentak saat mendengar ajakan Raya. Selama di sma, aku belum pernah menginjakkan kaki ke kantin. Melirikpun aku tak sanggup. Seolah itu adalah tempat keramat yang tak boleh kukunjungi. Aku sempat melirik pada Lisa, ia menatapku dengan benci, mengisyaratkan matanya seolah menyuruhku menolak ajakan Raya. Mulutku sudah terbuka hendak berkata namun Lisa dengan cepat memotongnya.

"Dia selalu bawa bekal. Gak pernah ke kantin. Iya, kan?"

Lisa mendesakku untuk menjawab, "Iya."

Raya mengangguk ragu, "Oke, gue duluan ya, Mon."

Mereka. Lisa, Jeni, Rose dan juga Raya keluar kelas dan seperti kata mereka tadi yaitu ke kantin. Raya sempat melirikku sebentar sebelum benar-benar keluar dari kelas. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Suatu mimpi jika aku benar-benar pergi ke kantin bersama dengan mereka. Sepertinya Lisa ingin membuat Raya berada dalam gengnya. Raya sudah mencakup seluruh kriteria yang selalu Lisa katakan pada orang yang ingin bergabung dengan mereka. Bahkan jika bisa kukatakan, Raya lebih dari mereka. Dan juga, anggota dari geng Lisa tidak akan menyapa orang sepertiku terlebih dahulu. Aku tak yakin jika Raya benar-benar ingin bergabung dengan geng Lisa.

Kulanjutkan membaca novel yang tertunda hingga menunggu bel masuk lagi. Hari ini aku tidak membawa bekal karena kesiangan. Perutku harus siap bertahan hingga jam setengah tiga nanti.

*

Surga dunia bagi siswa maupun siswi yaitu pada saat jam istirahat berlangsung. Sejenak membebaskan diri dari pelajaran. Mengistirahatkan otak dan pikiran. Waktu istirahat biasanya diisi dengan pergi ke kantin untuk makan. Dan sial bagi mereka yang tidak membawa uang jajan. Harus rela berdiam di kelas selama kurang lebih setengah jam, atau menyibukkan diri dengan apapun itu yang tidak membuat mereka bosan.

Lisa, Raya, Jeni dan juga Rose kini berada di kantin. Mereka duduk di bagian depan dekat pantry. Sepanjang perjalanan, Lisa tak henti-hentinya bertanya pada Raya tentang masalah-masalah sepele yang ingin dia tahu. Kondisi kantin kali ini sangat ramai seperti biasanya.

"Lo mau pesan apa, Ray?"

Lisa bertanya yang membuat Raya yang tadinya menatap kondisi kantin yang ramai akhirnya berbalik padanya. "Um, Samain aja."

"Bakso?"

Raya mengangguk, "Boleh."

"Minumannya es teh?"

"Iya."

Lisa menoleh pada Jeni dan Rose, menyuruhnya untuk memesan makanan. Yang dibalas anggukan oleh mereka. Mereka berlalu ke pantry. Kini sisa Raya dan Lisa yang duduk saling berseberangan berbatasan dengan meja disitu. Lisa tersenyum pada Raya, yang dibalasnya dengan senyum ramah.

"Bokap lo kerjanya apa?"

Raya menjawab, "Usaha restoran."

"Lalu, kenapa kalian pindah disini?"

"Bokap gue buka cabang baru disini. Sekalian pengen tinggal di kampung halamannya."

"Berarti restoran bokap lo udah ada dimana-mana, dong?"

Raya mengangguk.

"Terus, nyokap lo?"

"Rencananya dia mau buka butik disini. Katanya gak ada kerjaan, bosen berdiam diri di rumah."

Lisa mengangguk-ngangguk paham.

"Kapan-kapan gue main ke rumah lo, yah."

Raya mengangguk, "Boleh."

Jeni dan Rose datang dengan membawa nampan masing-masing berisikan dua mangkuk bakso beserta minumnya.

"Makasih, ya." Raya mengambil bakso dan minumannya. Lalu tersenyum pada Jeni dan Rose.

"Sama-sama."

"Gak usah sungkan. Kita juga bakalan sering kayak gini, kok." Lisa menimpali. Yang dibalas anggukan oleh Raya.

Mereka pun menikmati makannya masing-masing. Sesekali Lisa berguyon yang hanya ditanggapi oleh Jeni dan Rose. Sedangkan Raya sesekali hanya menganggukan kepala atau bahkan tertawa mencoba bercampur baur dengan mereka. Hingga makanan mereka telah habis tinggal es teh yang belum sementara tandas. Lisa sempat bertanya pada Raya ia langganan di salon mana karena melihat rambutnya yang indah dan bersinar sedangkan di bawahnya di curly yang membuat rambutnya tambah memesona. Dengan tangan yang masih memegang es teh gelas Lisa kemudian berdiri hendak duduk di samping Raya untuk melihat rambut Raya dengan jelas atau bahkan memegangnya. Tapi belum selangkah ia keluar dari mejanya, badannya tersenggol oleh adik kelas yang tak sengaja melewatinya sambil memegang nampan berisi mie ayam. Es teh yang Lisa pegang sedikit terciprat di tangannya. Sedangkan adik kelas itu, harus menahan rasa perih di tangannya karena terciprat dengan mie ayamnya yang uapnya masih mengepul. Tak cuma itu, tumpahan es teh Lisa juga mengenai seragam adik kelas itu.

Lisa menggeram. Ia menoleh pada adik kelas itu dengan tatapan tajam.

"Lo nggak punya mata?! Liat, minuman gue jadi tumpah karena lo."

Adik kelas itu hanya bisa tertunduk. Mencoba menahan rasa malu sekaligus rasa perih bercampur panas, tangannya yang ketumpahan kuah mie ikut memerah.

"Lo harus ganti rugi. Tangan gue juga jadi ikutan basah."

Adik kelas itu masih tertunduk. Tidak sanggup untuk menatap mata tajam milik Lisa yang bisa menghunusnya kapan saja.

"Heh! Gue ngomong sama lo. Budek lo, ya!"

Karena tidak mendapat respon dari adik kelas itu yang terus-terusan menunduk, Lisa jadi geram sendiri. Ia lalu mendorong adik kelas itu menjauh darinya.

"Udah, lo sana pergi. Percuma ngomong sama orang budek kayak lo."

Adik kelas itu lalu pergi dengan muka tertunduk menuju ke meja yang diduduki oleh teman-teman yang sedaritadi hanya melihatnya tanpa ikut campur.

Lisa kembali duduk di tempatnya. Lupa akan tujuan apa tadi dia berdiri hingga menabrak adik kelas. Yang membuatnya marah-marah, padahal Lisa lah yang salah karena berdiri dengan tiba-tiba.

Raya yang sedaritadi melihat kejadian barusan hanya bisa diam. Mencoba berpikir dan menarik kesimpulan. Ia kini tahu bagaimana sikap Lisa.

Tbc..

Monaraya [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang