Bagian Dua Puluh Delapan (Diterima!)

7.9K 721 24
                                    

"Sorry, Li." Ali enggan memberi respon, ia berpikir Prilly hanya akan mengerjainya. "Sorry, tapi gue butuh waktu," Prilly mengulang ucapannya lebih jelas. Ali menelan ludahnya gugup, ia membasahi seluruh tenggorokannya mencoba menetralkan degup jantungnya yang tidak beraturan. "Gue ngerti kok, ini pasti terlalu cepat buat lo." Ali mengangguk-nganggukkan kepalanya.

"Boleh gue tau alasan lo nolak gue?" Tanya Ali disertai dengan kekehan canggung. "Siapa yang nolak lo sih?" Tanya Prilly kesal. "Lah, terus?" Ali menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Gue cuma bilang kalo gue butuh waktu, bukan nolak lo. Gue butuh waktu buat mastiin perasaan gue sama lo," balas Prilly sambil mendelik sebal.

Ali tertawa hambar, ia semakin bingung harus bersikap seperti apa. "Sampai kapan?" Tanya Ali. "Lusa gue bakal kasih tau jawabannya," balas Prilly. Ali kemudian mengangguk, rasa canggung yang menyelimuti dua insan tersebut perlahan memudar. "Kok lo bisa suka sama gue? Uhm...maksud gue, lo kan pernah bilang kalo tipe cewek lo itu...pokoknya jauh berbeda lah dari gue," tanya Prilly.

"Setau gue cinta itu gak butuh alasan, kalo alasan gue suka sama lo itu karena lo cantik, entar pas lo jelek gue bakal gak suka dong sama lo?" Tanya Ali balik, Prilly mengendikkan bahunya pertanda tidak tahu. "Gue harap jawaban lo nanti gak mengecewakan," imbuh Ali sambil menatap Prilly dalam. Prilly yang ditatap seperti itu hanya bisa meringis tidak nyaman.

"Ya udah, gue mau keluar dulu." Prilly beranjak dari kursi yang ditempatinya, hendak keluar dari ruangan sederhana Ali bertugas sebagai Ketua OSIS. "Jangan ngebully lagi, Pril," pesan Ali yang tidak direspon oleh Prilly. Ali tahu jelas bahwa Prilly mendengar ucapannya, tetapi Prilly hanya berlalu dengan tatapan datar.

Prilly berjalan menuju kelasnya dengan lesu, banyak hal yang harus ia pikirkan. Dan salah satunya adalah ungkapan cinta dari Ali. Sesampainya di kelas, Gritte menyambut Prilly dengan heboh. "Kok lesu gitu sih?" Tanya Gritte saat menyadari wajah Prilly yang tak secerah biasanya. Prilly berdecak malas dan memilih untuk merilekskan tubuhnya terlebih dahulu. Ia duduk di bangkunya dan menelungkupkan wajahnya dalam kedua lipatan tangannya.

"Kenapa, Pril? Coba cerita sama gue, siapa tau gue bisa bantu nyari solusinya," ujar Gritte penuh pengertian. "Ali nembak gue." Serentet kalimat singkat disertai dengan senyuman jenaka membuat Gritte bingung. "Terus masalahnya dimana?" Tanya Gritte lagi. "Lo tau kan, kalo misalnya si Ali pernah bilang tentang tipe ceweknya, dan itu jauh berbeda dari gue. Apa dia tulus?" Prilly mengangkat wajahnya dan memposisikan tubuhnya menghadap ke arah Gritte.

"Terus lo jawab apa?" Tanya Gritte. "Gue bilang gue butuh waktu," balas Prilly. "Lo cinta 'kan sama Ali? Udah diterima aja, Pril." Prilly menggelengkan kepalanya. "Perasaan gue itu kadang ada dan kadang bisa hilang gitu aja, emang cinta bisa gitu ya?" Tanya Prilly membuat Gritte berdecak. "Ya udah, kalo gitu lo tolak aja," balas Gritte enteng.

"Terus tadi pas gue mau keluar dari ruangan dia, dia suruh gue jangan ngebully lagi." Gritte membolakan matanya, tangannya saling bertepuk heboh. "Fix, dia ngebaperin lo supaya lo gak ngebully orang lagi. Udah deh, Pril, tolak aja. Jodoh gak kemana kok, siapa tau jodoh lo malah salah satu korban bullyan lo?" Wejangan dari Gritte bukannya membantu meringankan masalah Prilly, Prilly malah merasa semakin dilema.

* * *

"Gue ngerasa nyaman sama lo, gue rasa itu semua cukup. Jadi, lo mau gak jadi pacar gue?" Kini, Rassya berjongkok di hadapan Prilly sambil memegang sebuket bunga mawar merah. Prilly tersenyum malu-malu sambil mengambil bunga mawar Rassya lalu mengangguk cepat. Rassya berteriak girang sambil memeluk tubuh Prilly.

Prilly terbatuk-batuk saat pelukan Rassya terlalu kencang, ia bahkan menepuk punggung Rassya agar Rassya melepaskan pelukannya. "Okay, thankyou!" Rassya tertawa bahagia menatap Prilly. Seluruh siswa di kelas bersorak saat melihat adegan romansa ala Rassya dan Prilly.

Di sisi lain, Ali yang sedang melintasi kelas Prilly bersama Ghina melihat jelas adegan Rassya menembak Prilly. Belum lagi, pintu kelas terbuka lebar membuat Ali bisa mendengar jelas ucapan Rassya yang terdengar simpel. Ali juga melihat jelas anggukan jawaban Prilly. Seketika hatinya mencelos, Ali merasa ia sudah gagal sebelum bertempur.

"Dih, masih bocah juga udah pacar-pacaran," celetuk Ghina sinis. "Ghin, lo duluan aja ya ke BK, entar gue nyusul, mau beresin masalah ini dulu," ujar Ali. Ghina menggelengkan kepalanya pertanda tidak setuju, "Gak usah disamperin kali, lagian hak mereka mau pacaran dimana aja." Ali menahan napasnya berat, ia mempertimbangkan ucapan Ghina yang ada benarnya.

Balik lagi ke Prilly, salah satu dari teman sekelas Prilly ada yang menyadari kehadiran Ali. "Tuh si Ali kayaknya mau ngamuk gara-gara kalian heboh banget," ujar teman sekelas Prilly. Prilly menatap ke arah luar pintu, matanya mencari keberadaan Ali yang sudah tidak ada. Lantas, ia berbalik menatap ke arah Rassya. "Kenapa?" Tanya Rassya saat menyadari tatapan cemas Prilly.

"Ah, enggak. Kalo gitu gue mau ke toilet bareng Gritte dulu, ya," balas Prilly sambil tersenyum paksa kepada Rassya, lalu buru-buru menarik tangan Gritte. "Kok buru-buru banget, Pril?" Tanya Gritte saat Prilly sudah melepas tarikannya di tikungan koridor. "Aduh, gue harus gimana ngadepin Ali? Gue jadi gak enak sama dia," ujar Prilly jujur.

"Yaudah sih, jujur aja tentang perasaan lo ke dia." Gritte berujar dengan santai, hal itu membuat Prilly ingin menelan Gritte hidup-hidup. Prilly menarik napas lalu membuangnya kasar, meninggalkan Gritte yang masih dengan segala kebingungannya. Jujur aja, apa susahnya sih?!

* * *

Mampus digantungin lagi😂🙊 Aku usahain buat double up ya!😊

OMBROPHOBIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang