TUJUH

5.7K 415 60
                                    

Esok hari, Akbar bangun lebih pagi lagi. Ia berniat menjemput Ainun untuk pertama kali sebagai pasangan. Tak lupa, ia pun tampil dengan rapih dan menyemprotkan parfum khas lelaki. Semenjak kejadian kemarin, ia selalu bercermin dan senyum - senyum sendiri. Betapa bahagianya ia saat ini.

Berangkatlah ia.

***

"Hey.. kok ada disini?" Tanya Ainun tak menyangka. Sekarang, ia berbeda dari biasanya, sedikit lebih lembut.

"Mau nganter Neng Ai ke sekolah dong" Jawab Akbar menjengkelkan.

"Ih! Jangan panggil Ai"

"Maunya apa?"

"Apa aja"

"Nun?"

"Ainun aja ih"

"Yaudah, sayang aja"

"Yaudah boleh"

"Yaudah ayo"

"Yaudah iya"

"Yaudah naik"

"Yaudah sebentar"

"Yaudah jangan pake yaudah, cape"

Ainun sudah duduk mantap, tak lupa ia memberitahu Akbar bahwa ia sudah siap.

"Mau nanya dong.." Kata Akbar

"Masuk jam berapa?" Lanjutnya lagi.

"Jam 7 lah, masa jam 10" Balas Ainun.

"Ini masih 50 menit lagi"

"Ya terus?"

"Mau kecepatan pelan, sedang atau tinggi?" Tanya Akbar.

"Lah, ya normal aja. Ngapain lama - lama"

"Ah, si Neng mah suka ga paham. Yaudah" Akbar pura - pura pundung.

"Ayo.. buruan jalan ih"

Tanpa merespon Akbar melajukan kendaraannya.

Sesampainya.

"Kok diem? Udah sampe" Kata Akbar

"Karena belum disuruh turun" Jawabnya

"Oh yaudah, diem aja"

"Maunya!" Lalu, Ainun memukul punggung Akbar, kesal. Lantas ia turun dari motornya.

"Makasih.." lanjut Ainun.

"Makasih aja?" Balas Akbar.

"Terus mau apa?"

"Gatau ah" Kata akbar.

"Yaudah"

"Sama - sama sayang. Semangat belajarnya ya" Kata Akbar lagi, sambil geli sendiri.

Tanpa membalas, Ainun masuk dan berlalu.

***

Akbar sampai terlambat. Baginya sudah biasa. Dan lagi, sekolah tidak terlalu ketat tentang peraturan. Tentang kedisiplinan. Jadi, ia bersikap santai saja.

Berbeda dari Ainun, ia bersekolah di SMK, dengan jurusan yang ia hendaki. Walau orangtuanya tidak setuju dengan pilihannya itu.

Ketika sampai di kelas, untungnya, tak ada guru masuk.

"Wesss.. jagoan datang" Kata salah satu musuhnya di kelas, Iki.

Akbar hanya menanggapinya dengan tatapan sinis. Tak berkata apa - apa. Lalu, ia menuju ke bangkunya.

Di kelas, Akbar adalah siswa biasa saja. Tidak nakal, dan pendiam. Berbeda ketika ia bertemu Ainun. Hanya saja, ia selalu terlambat dan itu sudah menjadi suatu kebiasaan baginya. Bahkan, karena seringnya ia bolos ataupun izin, ia sering sekali dipanggil ke ruang BK untuk diintrogasi. Tetapi, ia santai saja, tidak memperdulikan juga.

Berawal Dari AhmadDonde viven las historias. Descúbrelo ahora