[25]Biar apa?

68 8 2
                                    

Sepulangnya kami dari butik, ia mengajakku ke sebuah taman. Taman yang sama saat beberapa minggu yang lalu ia mengajakku untuk menemaninya bolos.

Aku menghirup aroma sekitar yang rasanya sangat alami. Sangat nyaman jika berada di sini. Apalagi jika aku disuruh berlama-lama untuk ada ditempat ini. Aku tidak akan mengatakan bahwa aku bosan.

Kami duduk dikursi taman. Lalu, Vano menggenggam tanganku erat.

"Kamu kok cantik gini?" tanya dia.

Aku menaikkan sebelah alisku.

"Kenapa emang?"

Ia memegang kedua pipiku.

"Aku takut mereka iri, karena nggak bisa punya pacar kayak aku,"

Pipiku pasti sudah memerah. Ia selalu saja begini. Membuatku merah padam.

"Haha, kok kamu ganteng juga sih?" tanyaku.

"Karena aku sayang kamu," jawabnya ngelantur.

"Karena kalo kamu jelek entar aku susah bedain kamu sama monyet, haha."

Aku tertawa, dia juga.

"Aku mau ngomong, boleh?" ujarnya.

Aku mengangguk.

"Kalo misalnya kita nggak bisa bareng suatu saat. Kamu harus dapet cowok kayak aku, yang siap antar jaga. Haha," ujarnya.

"Maksud kamu apa?" aku mulai sedikit serius.

"Itu cuma perumpamaan, sayang."

"Biar apa?" tanyaku.

"Biar kamu mikir," ujarnya sambil tersenyum

"Aku nggak suka mikir,"

"Yaudah,"

"Aku lebih suka kangen kamu, dari pada mikirin kamu."

Haha. Setelah itu kami tertawa bersama.

[]

Masih tentang taman itu, Van.

NyctophiliaWhere stories live. Discover now