[28] Siapa?

60 9 0
                                    

Disana, dikursi panjang taman rumah sakit. Aku mendapati seorang laki-laki yang tengah duduk dikursi tersebut.

Aku menghampirinya, lalu ku tarik kerah bajunya dengan paksa. Ia mendongak ketika kerah bajunya ku tarik.

"Terserah lo mau apa-in gue! Intinya gue nyesel!" ujarnya seperti pasrah dengan apa yang akan kulakukan.

Aku melepaskan tanganku dari kerahnya, lalu menatapnya dengan sorot mata tajamku.

"Kamu kerja sama 'kan?" tanyaku dengan emosi.

"Iya,"

'Plak'

Aku menampar pipinya dengan kencang. Aku tidak pernah menduga sebelumnya, jika Vano yang baik hati, memiliki teman semunafik ini.

"Jelasin!" emosiku benar-benar meledak sekarang.

"Lo lupa siapa yang nolongin lo pas upacara hari itu? Aldri! Dia nolongin lo juga pas lo dibully sama geng receh waktu itu. Dan bodohnya lo nggak ngenalin wajahnya pas kita satu meja di kantin. Dia frustasi banget denger lo udah jadian sama Vano yang notabene temannya sendiri. Lo egois!" jelasnya.

Aku sedikit terkejut mendengar penjelasan Davon. Bukankah Vano yang menolongku saat aku dibully oleh geng di SMP ku dulu?

Aku memejamkan mataku. Mengingat-ingat kembali kejadian ketika aku masih SMP. Dan benar, ternyata wajah Aldri sedikit sama dengan anak yang menolongku saat aku dibully oleh geng di SMP ku. Dia juga yang membawaku ke UKS saat aku jatuh pingsan.

Aku menatap Davon dengan mata yang sudah berair. Aku kembali menangis mengingat Vano yang dipukul oleh Aldri menggunakan balok kayu.

"Kenapa kamu nggak bilang sebelumnya? Kenapa harus pake cara bikin celaka temen kalian sendiri? Aku benci kalian. Munafik sekali!"

Aku beranjak dari tempat itu, lalu kembali memasuki rumah sakit. Lebih baik aku mendengar sendiri penjelasan dari Vano daripada berprasangka buruk sendiri.

[]

Apapun penjelasanmu hari itu, aku tetap menyayangimu, Vano. Sangat.

NyctophiliaWhere stories live. Discover now