08

320 78 15
                                    

Keributan di koridor bawah tangga menuju kelas XI membuat beberapa siswa berkerumun. Disana pelakunya adalah Juan.

Tentu saja dengan mantan pacarnya, urusannya masih sama. Soal mantan Juan yang tak terima diputus begitu saja.

Benar juga sih, memangnya mereka apa tiba-tiba diputus. Ya walaupun semua pacarnya tahu siapa Juan dan bagaimana Juan. Semua mantannya bahkan juga dengan sadar diri tahu bahwa mereka tak hanya satu-satunya dihidup Juan. Ringkasnya, mereka sadar Juan mendua, mentiga atau bahkan bercabang banyak.

Kenyataan konyol yang tak bisa dipercaya. Tapi bagaimana lagi, memang begitu kenyataannya. Lagi pula siapa juga yang bisa dengan tegas menolak Juan. Itu Juan, Juan Amin Yunda. Lihat saja hidung tinggi yang bak perosotan, mata bagus yang akan menyipit seiring bibirnya melengkung menipis.

Bolehlah Juan dikatakan sempurna, sempurna dari segala sisi. Tapi sayang, pikirannya suka tertinggal. Juan suka bertindak tanpa panjang pikir. Asal dia bahagia katanya.

Dan sebab itu pula kini Karin mantan Juan yang entah keberapa tengah merengek memegangi seragam belakang Juan. Meminta penjelasan lebih soal keputusan sepihak dari Juan.

Juan yang sudah familiar dengan situasi semacam ini hanya menghela nafas jengah, lalu berbalik menatap Karin "Rin, memangnya kalau sudah dijelasin mau apa ?"

Karin tertegun sebentar, "Ya.. ya biar jelas. Kenapa kamu putusin aku tiba-tiba" tegasnya menuntut Juan.

"Karena gue bosen" tukas Juan yang hampir-hampir disumpahi seluruh siswa yang menyaksikan drama gratis itu.

Tapi Juan belum selesai dengan kalimatnya, secepatnya Juan menyambung "Gue bosen jadi bajingan. Dan sudah saatnya gue belajar setia"

Karin tak terima, ia terus memprotes "Terus kenapa bukan gue ? Kenapa nggak belajar setianya sama gue aja ?"

Juan cukup lelah. Ia tak mau kian membuat Karin malu lagi didepan banyak orang, pemuda itu memilih mengakhiri dengan memeluk Karin. Pelukan perpisahan batinnya.

"Sudah Rin, gue sudah pernah mencoba dengan lo. Dan gagal. Jadi, nyerah ajalah Rin. Gue harap lo dapat cowok yang jauh lebih baik dari gue" bisiknya pada Karin dengan tujuan supaya gadis itu tak mendidih kolot lagi.

Semanis apapun ucapan Juan, tetap saja ditelinga Karin tak diindahkan.  Diakhir cerita siang itu, Karin memilih pulang untuk menangis panjang.

Sementara Juan, kini masih lagi berurusan dengan gadis lain. Yang ini namanya Rosita Mila, gadis paling sabar yang pernah Juan dapatkan.

Agak berat bagi Juan melepas Mila, tapi biar bagaimana juga pilihannya adalah Jian. Bukan Mila.

Juan dan Mila yang hanya berdua di rooftop sekolah saling serius berhadapan satu sama lain.

"Mila.." belum selesai Juan berbicara bahkan belum memulai, Mila memotong secepatnya "Juan. Kamu tahu kan, rumahmu itu aku. Tidak apa kamu bermain kesana kemari. Aku bakal tetep nunggu kamu. Toh nanti pulangnya juga ke rumah. Kamu pasti balik ke aku. Jadi jangan bilang apa-apa"

Begitulah Mila, ucapannya selalu sama saat Juan akan memutus hubungannya. Mila selalu keras kepala begitu. Tapi kali ini Juan tak mau kalah, dengan hati-hati pria tampan ibukota itu telah memutuskan.

Keputusan yang ia pertimbangkan berlama-lama didepan layar playstation, keputusan yang sudah ia pikir dengan matang. Kini telah membulat, menyulut tekad Juan bahwa ini adalah apa yang diinginkannya.

"Mila, maaf. Kita-" Juan hampir menyelesaikan ucapannya, tapi Mila memilih untuk berbalik tak mau mendengar lebih. Batinnya sudah cukup sakit.

Tapi Juan menahan, menahan tangan kanan Mila. "Rosita Mila, maaf. Kamu boleh tampar pipi kanan kiri Juan. Kamu boleh pukul Juan sampai pingsan, tapi tolong. Tolong lepasin Juan, relakan Juan. Kamu boleh tetap tidak ikhlas, tapi tolong jangan ambil perduli lagi soal Juan"  rengek Juan yang sudah merendahkan nadanya dengan teramat hati-hati.

Mila menangis, Juan memeluknya dari belakang.

Itu adalah pelukan terakhir bagi Mila, pelukan yang mungkin lusa tak bisa ia temukan lagi. Pelukan yang selama setahun belakangan menjadi energi positif untuk Mila ini tak akan ia temui lagi.

Adalah pelukan perpisahan dari Juan untuk Mila.

Juan telah rela memutus semua mantannya yang membanggakan itu. Karin misalnya, siswi hits ibukota. Harusnya sudah layak jika bersanding dengan Juan. Dari bagaimana caranya bergaya tentu Karin adalah pilihan utama semua pria. Kalau boleh membuat hierarki, Karin-Oriza dan Juan jelas saja ada dihierarki tertinggi siswa most wanted SMA 101 Bintara.

Lagi, soal Mila. Gadis yang bisa dibanggakan dari sisi manapun. Dibanding Jian, Mila lebih kalem. Mila lebih pintar. Semua yang ada dalam diri Mila bisa dibanggakan.

Tapi sayang, mau itu Karin atau Mila. Semua jadi tak seberapa dimata Juan dibandingkan dengan Jingga Jiangga. Gadis yang dimata Juan jauh lebih membanggakan dari gadis manapun yang pernah ia temui bahkan ia pacari.

Dan berkat semua pengorbanannya itu Juan bertekad untuk menang dalam persaingan ini. Juan tak boleh kalah apapun alasannya. Ia telah bertaruh banyak untuk Jian. Karena itu Juan harus jadi pemenangnya.

Rivals - Kwon Hyunbin |END✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang