Chapter Two

75 3 0
                                    

Hari ini aku ada janji untuk bertemu dengan Cia. Sahabatku itu sudah memesan private room di salah satu resoran yang dekat dengan perusahaan tempatku bekerja.

Sewaktu tiba di tempat yang dijanjikan oleh Cia, gadis itu sama sekali tidak terlihat. Beruang kali aku menghubunginya namun ponsel Cia sama sekali tidak aktif.

Hingga setengah menit kemudian akhirnya Cia datang lengkap dengan perlengkan ninjanya. Topi hitam yang juga dia gunakan untuk menutupi rambut panjangnya yang berwarna hitam legam, wajah yang tertutupi masker hitam, dan juga kacamata yang warnanya senada dengan dua item khas penyamaran Cia.

''Ichhh kamu kayak ninja, ehhh nggak, kamu mirip teroris hehehe.'' Tawa sumbangku membuat Cia mendelik sambil melepas perlengkapannya itu.
''Yang mana-mana pake cadar tuhh yang patut kamu waspadai.''
''Iya, iya yang jadi selebriti.'' Lalu aku teringat dengan alasan yang membuat Cia tiba-tiba bertemu.

''Ada apa sih?''

Cia menghela napas lalu memutar matanya berulang kali. Oke, saat ini Cia nampak sangat stress, wajah yang biasanya ditutupi make up itu menampilkan rona pucat dan lingkarang hitam di bawah matanya yang sipit. Kupikir Cia sudah terbebas dari yang namanya masalah.

Cia sudah bisa dibilang mapan pada usia yang cukup muda, fisik? Tidak perlu lagi ditanyakan. Sepanjang jalan wajah Cia yang tersenyum dengan manis memenuhi billboard. Jelas sekali Cia tidak kekurangan hal yang akan membuatku pusing saat pengeluaranku tidak sebanyak pemasukan dengan bekerja sebagai resepsionis.

Cia cukup tersenyum di hadapan kamera.

''Kayaknya saya nyesel deh.'' Gumam Cia dengan kecil.

''Nyesel kenapa?'' Cia menoleh kearahku dengan heran.

''Ahh bukan apa-apa kok. Ayo pesen yang banyak ya. Tuhh badan kamu jadi menyusut drastis. Jadi nggak seksi.'' Cia mengedipkan matanya dengan genit. Huhh dia memang ahli bikin orang jadi bungkam. Aku tak lagi menjejali Cia dengan pertanyaan. Apalagi dia seolah tak tertarik untuk membahas hal yang tak sengaja Cia gumamkan.

Aku menyantap pesananku dengan lahap sementara Cia hanya menusuk-nusuk pesanannya dengan garpu. Bibirnya simetris ke bawah. Berdasarkan pengalamanku selama mengenal Cia, dia ak pernah terlalu terpengaruh dengan hal-hal yang menganggunya. Cia akan tersenyum dan tertawa seolah tujuan hidupnya memang untuk bahagia, hal yang kadang membuatku iri pada hatinya yang luas itu.

''Nggak dimakan?''

Cia melirikku dari sudut matanya, tanpa mengankat kepalanya Cia mendorong piringnya yang masih penuh namun acak-acakan itu ke arahku.

Kukerutkan keningku kesal. Dia mau aku makan sisahnya? Meski makanan itu tak tersentuh air liur orang lain tetap saja tampilan yang habis ditekan-tekan itu bikin nafsu makanku berkurang.

''Cia sayang makanan itu untuk dimakan, bukan untuk dimainin. Makan, pokoknya harus! Atau kapan-kapan kalau kamu ngajak ketemu saya bakalan nolak.'' Wajah Cia berubah masam namun tetap berusaha untuk menelan makanannya.

Tadi Cia kesini dengan mobil van managernya. Cia bersikeras untuk mengantarku kembali padahal jarak tempat kerjaku tidaklah terlalu jauh. Cukup dengan jalan kaki selama lima menit, namun karena Cia mengatakan belum tentu nanti dia bisa menghabiskan waktu bersamaku maka kuputuskan untuk menerimanya.

Dalam mobil pun Cia tidak masih saja menggunakan perlengkapan ninjanya itu. Dia sama sekali mengabaikan tatapanku yang sangat terganggu dengan dandanannya itu.

''Kamu nggak panas?'' Ekspresi Cia tidak bia kulihat lantaran wajahnta tertutup masker dan kacamata, padahal hanya ada kami berdua di dalam mobil ini.

Kusandarkan kepalaku di kursi mobil, dan kemudian merutuk kesal saat aku hampir lupa jika rekan kerjaku tadi ada yang menitip minta dibelikan pembalut. Segera saja kuminta Cia menepikan mobil di depan supermarket. Cia sempat kesal karena aku memintanya dengan tiba-tiba.

''Jangan lama ya!'' Jerit Cia saat aku keluar dari mobil.
Aku segera menuju rak yang memuat perlengkapan perempuan dan mengabil dua pack pembalut. Satu untuk temanku, satu lagi persiapanku. Setelahnya aku menuju kasir dan membayar belanjaanku. Kupikir waktu yang kugunakan hanyalah sedikit, namun apa yang kulihat di luar minimarket sungguh membuat mataku menjadi membelalak. Kulirik minimarket yang untungnya masih sepi oleh pengungjung itu.

Mobil van yang di dalamnya ada Cia kini dipenuhi lemparan telur ayam dan tomat busuk. Beberapa perempuan berteriak sambil memukul kap mobil dengan penuh emosi. Aku bahkan tidak au memikirkan kata-kata kotor yang dilontarkan para perempuan gila itu untuk sahabatku. Intinya mereka menganggap Cia adalah orang yang tak bermoral sehingga mereka semua merasa berhak untuk mengajari Cia denga cara mereka itu.

''Ada apa mbak?'' Penjaga kasir yang berada tepat di sampingku menatap dengan penuh penasaran ke arah luar. Kenapa Cia tidak segera pergi saja sih. Bahaya dia lama-lama di sini.

Tak kurespon pertanyaan kasir itu. sedikir merutuki diriku sendiri, bagaimana tidak bergunanya diriku sebagai seorang sahabat.

Tak lama kemudian van itu melaju pelan meninggalkan tempatnya. Aku menghela napas lega. Tidak pduli jika Cia membawa tas dan poselku. Itu urusan dibelakang, yang penting Cia selamat, setidaknya untuk saa ini.

Setibanya di kantor rekanku sudah menjejaliku dengan artikel dari internet yang menampilkan diriku sedang berjalan keluar dari restoran bersama Cia. Namun bukan foto kami yang membuat tubuhku tiba-tiba mengigil, melainkan judul dari artikel itu.

Violetnews.co.id
The Next Bicth Of Indonesia, Darcia Agarid.

Berita mengenai skandal dari artis yang kerap disapa Cia ini tidak pernah berhenti menyapa para publik. Setelah berhasil membuktikan jika hubunganannya dengan salah seorang duta luar negeri hanyalah gosip belaka. Lagi-lagi Cia terlibat skandal dengan salah seorang pengusaha muda yang selalu menjadi sponsornya itu. Padahal pengusaha yang namanya masih menjadi misteri itu dikabarkan sudah menikah dan memiliki dua anak.
Sampai saat ini pihak dari Cia belum mengeluarkan suara mengenai isu ini, padahal dulu saat Cia diterpa skandal, agensi dengan cepat memberikan klarifikasi. Apakah ini sebuah tanda jika Cia yang menganggu rumah tangga orang lain memang benar? Atau Bintang iklan sabun kecantikan ini hanya sedang bersemangat menebar skandal murahan.

Berulang kali artikel itu kubaca ulang. Ah salahkan diriku yang tidak pernah update mengenai soal berita selebriti. Aku memang tidak terlalu suka dengan gosip tapi yang menjadi objek gosip kali ini adalah sahabatku sendiri. Cia, teman yang selalu ada di saat susah, orang yang selalu kuajak bicara dengan santai tanpa harus khawatir dia menjadi tersinggung.

''Kamu gak apa-apa?''
Pasti ekspresi sangat mengerikan sekarang.
''Ah ya, gak papa. Kita balik kerja aja yuk.''
Sampai berakhirnya pekejaanku mood yang terlanjur memburuk tak kunjung membaik, berulang kali aku mencoba menghubungi Cia melalui ponsel rekanku tapi nomornya malah tidak aktif.

Berjalan dengan lesuh seolah aku baru saja mendapatkan surat peringatan dari atasanku. Aku bahkan tidak tahu akan pulang dengan apa.

Langkahku terhenti dan memaku pada ujung sepatu berwarna hitam mengkilap. Wangi yang familiar itu tidak lantas membuatku sadar. Aku hanya menunduk sambil menatap ujung sepatu yang semakin mendekat.

''Kamu melamun lagi.'' Suara berat namun lembut itu menyapa.
''Orion!''

Kunaikkan pandanganku hingga mata kami beradu, memang dia, orang spesial yang selama dua tahun ini membuat perasaanku tak karuan. Kalian mungkin akan menganggapku aneh jika kukatakan Orion adalah satu-satunya ciptaan Tuhan yang mampu mengembalikan mood-ku menjadi baik.

Orion mencondongkan tubuhnya ke arahku, kedua tangannya berada di saku celana coklatnya itu. wajahnya seolah dibuat curiga dengan kening berkerut dan bibir yang simetris ke atas.

''Muka kamu tadi murung.'' Ucapnya denagn ekspresi yang... ''Ahahaha.'' Tawaku meledak tanpa bisa kutahan. Banyak yang bilang jik Orion itu tidak ada humorisnya sama sekali. Tapi tetap saja dia selalu bisa membuatku merasa nyaman.

Apa ini tanda jika aku sepenuhnya sudah move on? Apa move on semudah itu? padahal dulu aku selalu berpikiran jika memang benar-benar mencintai yang pertama maka tak mungkin jatuh cinta pada yang kedua. Oh mungkin saja aku yang terlalu naif dulu.

----TBC

Melody From The PastWhere stories live. Discover now