Chapter Three

69 4 0
                                    

Berbuat baik itu mudah, mencobanya yang sulit, apalagi saat kamu merasa jauh dari kata baik. Setidaknya itu yang kurasakan sekarang. Gara-gara gosip Cia, aku ikut kena getahnya. Aku tidak bermaksud untuk menyalahkan sahabatku. Aku hanya terlalu bingung dengan keinginan semesta yang selalu saja mendatangkan masalah untukku.

Mamanya Orion yang awalnya kurang menyukaiku kini sepenuhnya tidak menyukaiku karena tertangkap kamera bersama Cia waktu kami makan siang kemarin. Wajah Orian yang masih hangat seperti biasa sama sekali tidak bisa membuatku tenang.

Bila Orian sedikit saja menunjukkan rasa tidak sukanya ataupun kecewanya maka aku tentu akan merasa sedikit baik, tapi ini? sejak menjemputku tadi sore laki-laki itu hanya tersenyum dan mengusap puncak kepalaku seperti biasa, hal kecil yang mampu membuat kakiku lemas seakan siap meleleh kapanpun jika Orion mau.

''Kamu mikir apa sih? Dari tadi kayaknya gak mau liat aku?''

''Nggak apa-apa.''

''Bener?'' Aku mulai resah.

''Iya.''

''Aku tahu kami kepikiran sama gosipnya Cia kan?''

''Bukan, aku mikirin diriku sendiri.'' Sebenarnya aku juga memikirkan Cia. Andai dia tidak langgananan dengan gosip murahan pasti sekarang suasananya baik-baik saja.

''Loh kita mau ke mana?'' Tanyaku dengan cepat, saat mobil Orion melewati jalan menuju kediaman orang tuanya. Sudah jelas jika Orion melewati jalan ini maka Orion ingin mendatangi rumah keluarganya.

''Mau ketemu Mama.'' Ujar Orion sekilas melirik ke arahku. ''Kenapa? Gugup ya ketemu calon mertua.''

Wajahku memerah alih-alih merespon godaan Orion. Aku memang sudah pernah bertemu dengan Mama Orion, dan jika nanti aku kembali bertemu dengan beliau maka itu akan menjadi kali kedua. Meski sudah pernah bertemu dengan Mama Orion tetap saja aku masih saja gugup, beliau jauh dari kata ramah dan sangat terobsesi dengan yang namanya tata krama. Bayangkan saja dulu saat aku datang dengan wajah ceria bersama dengan Orion, beliau dengan tanpa basa-basi langsung memberikan ceramah pada cara berpakainku yang sangat buruk. Padahl long dress yang kukenakan itu pemberian dari Ibu.

Kutatap setelan kerjaku dengan tidak bersemangat, semoga beliau paham dengan penampilanku sekarang. Lagian kenapa juga Orion tiba-tiba mengajakku untuk bertemu dengan Mamanya?

''Kok tiba-tiba sih?''

Tiba-tiba pula Orion menginjak rem mobilnya hingga mobil yang kami tumpangi berhenti. Untung saja kami sudah mengenakan sabuk pengaman.

''Orion kamu ini kok...'' Mungkin saja aku sedang salah lihat. Orion kini tengah mencengkram stir mobil sampai buku-buku jarinya memutih. Rahangnya juga menjadi kaku, pandangannya dingin.

''Ada yang harus aku bicarain sama Mama.'' Orion melirik ke arahku. Tatapannya lurus dan tak ada tanda jika pacarku ini sedang bercanda.

''Hmm kayaknya waktunya nggak pas deh.'' Di gosip Cia memang tidk ada yang membahas atau menyebut namaku, namun publik kini sudah tahu jika aku adalah sahabat baik Cia, dengan reputasi Cia maka bisa dikatakan jika orang-orang akan berpikir bila aku tak ada bedanya dengan Cia.

Orion memalingkan wajahnya dariku. Cukup lama dia terdiam menatap lurus ke depan sampai helaan napa panjangnya mengiringi suara mesin mobil yang dinyalakan.

''Untung aku cinta.'' Gumam Orion, dari suaranya aku tahu jika ia tidak bermaksud mengutarakan secara langsung padaku.

Tapi wajahku rasanya panas sekali.

----

Kata orang tidak semua yang kita alami itu harus dipikirkan. Apalagi kalau hal-hal yang buruk. Gosip Cia perlahan meredup bersamaan dengan jarangnya Cia muncul di Infotaiment, kupikir bukan karena karirnya yang ikutan meredup, pastilah managementnya sengaja membuat Cia menjauh dari dunia keartisan, Cia juga tidak pernah menghubungiku. Sulit rasanya untuk tidak berpikiran buruk pada dia. Apa Cia tidak menganggap diriku sebagai seorang sahabat lagi?

Dia sudah tak mau berbagi cerita lagi denganku. Mungkin akhirnya Cia sadar jika aku tidaklah sebanding dengan dirinya. Padahal kami sudah bertahun-tahun saling mengenal. Apa bagi Cia waktu itu tidaklah cukup penting baginya.

Kurasakan pelupuk mataku sudah uali basah, selain Orion, Cia adalah orang yang sangat kusayangi. Tak tahan berprasangka buruk pada sahabatku sendiri aku pun bangun dan meraih ponselku ada notifikasi chat dari Orion. Niatku yang tadinya ingin menghubungi Cia malah keterusan berbalas chat dengan Orion.

Sampai akhirnya ucapan semoga mimpi indah dari Orion mengakhiri chat kami, aku mengeluh saat sadar jika aku belum menghubungi Cia sama sekali, malam sudah larut dan dia pasti sedang beristirahat. Sebaiknya besok pagi saja, besok juga adalah hari minggu.

----

''Medina bangun..''

Aku selalu bermimpi jika suatu saat nanti Orion akan degan sabar selalu membangunkanku di pagi hari. Aku tahu idealnya sebagai seorang perempuan yang harusnya membangunan Orion, tapi kan saat menikah nanti dia harusnya bisa sedikit memaklumi keinginanku itu. Ahh aku tidak ingin Orion melakukannya karena keinginanku, tapi karena dia bisa memahamiku.

''Bangun Din.''

Seperti mimpuku yang sekarang ini, Orion yang sudah rapi sehabis mandi masih saja berusaha untuk membuatku sadar. Usapannya di bahuku bahkan terasa nyata.

Kurasakan udara hangat di sekitar leherku, dengan refleks ku eratkan rangkulan pada bantal gulingku yang terasa lebih kecil dan keras.

''Bangun atau aku gendong kamu ke kamar mandi.''

Mataku langsung terbuka dengan lebar dan... Astaga, ternyata yang kupeluk itu lengannya Orion, bukan bantal guling pantas saja aku merasa bila bantal gulingku tidak seempuk biasanya. Rangkulanku pada lengan Orion melemah dan dia pun segera bangkit dan berdiri dengan tegak di depanku.

Ada banyak hal yang muncul dalam pikiranku saat mendapati Orion di dalam kamarku, namun yang ada aku malah kesulitan berpikir hingga tak tahu apa yang sebenarnya sudah kupikirkan tadi.

------TBC

Melody From The PastWhere stories live. Discover now