Somehow 7 | Debat

4K 377 28
                                    

Kepada angkasa, sungguh, Sera benar-benar tenggelam dengan keindahannya. Benar, cahaya bulan terlalu indah untuk sayang dilewati, lantas kenapa dirinya harus gelisah dan enggan berlama-lama? Seakan, ia hanya ingin memejamkan mata dan sekadar menikmati suasana malam dalam buta.

Dari kemarin lo kenapa sih, Ser. Ngegalau mulu.

Di atas kusen jendela, Sera meletakkan ponselnya dengan hati-hati. Pesan dari Dean terpampang jelas di sana. Dan Sera, hanya bimbang ingin membalasnya bagaimana.

Ya Tuhan .... Kok kayak dilema cinta ditembak doi sih!

Sera merutuk dalam hati, memukul pelipisnya pelan agar segera sadar. Padahal, Dean hanya bertanya sedang apa, dan sudah mengerjalan PR atau belum. Tapi Sera malah kebawa perasaan, lalu berpikir yang tidak-tidak.

"Tapi 'kan, sama aja kayak ngasih lampu hijau walaupun cuma berbalas pesan." Sera berdecak, membalikan ponselnya dengan wajah masam. Ia ingin menghiraukan bimbangnya ini, tapi kejadian pulang bersama Dean tadi, juga perkataan Dafa mengenai rasa suka Dean kepadanya, serta asumsi bahwa Dean adalah si secret admirer, ditambah kenangan memalukan yang pernah ia lakukan terhadap Dean, secara tidak langsung membuat otaknya menyimpan secara permanen.

Duh, emangnya Sera robot apa? Bisa riset dan simpan memori lewat perintah.

Baru selesai urusannya dengan Gibran yang kepergok merokok, sekarang berurusan lagi dengan teman sejolinya, Dean. Jika dibandingkan, mereka sebenarnya sama saja. Datang tidak diundang, lalu pergi tanpa keterangan. Jelasnya, Sera masih belum tahu apakah besok ia masih akan terlibat dengan Gibran.

Detik setelahnya, Sera meraih sebuah buku yang terselip sebuah pensil di antara banyak sulur. Memindahkan ponselnya ke atas meja, lalu membawa tubuhnya duduk di kusen jendela. Dibuka buku sketsa miliknya satu persatu. Mengamati setiap lembar sketsa yang menggambarkan kucing kesayangannya yang telah lama mati.

Kalau melihat-lihat yang seperti ini, Sera malah tambah galau. Jika diingat, alasannya menjauh dari para 3 Serangkai, lalu membuang perasaannya terhadap Gibran secara tiba-tiba sangatlah tidak logis. Tapi anehnya, benar-benar ia lakukan.

Tomi--nama kucing kesayangannya--jadi korban kecelakaan. Sayangnya, yang menabrak waktu itu adalah Gibran. Meninggal saat dilarikan ke rumahnya. Padahal, Gibran adalah penyayang hewan, tapi keteledorannya itu yang bikin Sera kesal.

Kalau saja pelakunya bukan Gibran, mungkin sampai sekarang ia akan terus menyukai Gibran dalam diam. Ah, sebenarnya rada nyesek sih kalau diingat. Apalagi, semester satu lalu Gibran punya target cewek yang sekelas dengannya--ini nguping dari pembicaraan Dafa juga Dean--. Dan ternyata cewek yang disukai Gibran adalah si ketua kelas. Setiap hari numpang lewat, sekadar curi pandang walaupun sekilas.

Ah elah, jadi inget yang dulu-dulu 'kan. Berasa upil banget gue waktu itu.

Sera menarik pensil mekanik dari sulur buku. Membuat sebuah garis halus, lalu mengarsir dengan kesadaran entah kemana. Mau gambar apa, Sera hanya asal coret ini coret itu di atas kertas. Bibirnya ditekuk--kesal sendiri--, berasa kepengin marahin orang, tapi tidak tahu siapa yang bakal jadi samsak pelampiasan.

Garis halus membentuk bibir tipis setelah digambar anatomi wajah oleh Sera. Gesekan antara ujung pensil dan kertas menghasilkan irama menenangkan bagi Sera. Lalu tanpa sadar, mahakarya yang tidak direncanakan selesai begitu saja--meskipun hanya bentuk bibir--.

TLS [1] : SomehowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang