Somehow 19 | Tentang Mereka (a)

2.4K 354 44
                                    

Untuk kesekian kalinya Sera menatap papan coklat yang membatasi kamar Dafa. Memikirkan permintaan Dean untuk menggeledah kamar Dafa, bukanlah perkara yang mudah. Mama dan Papa tidak pernah membuat kunci serep kecuali kamar mereka sendiri dan pintu rumah. Dafa selalu mengunci kamarnya bila sedang pergi, atau terus bersemedi di kamar seharian penuh jika libur. Sera jadi kelimpungan memikirkan bagaimana cara bisa masuk ke sana.

Tiba-tiba pintu kamar Dafa terdorong ke luar. Sera yang tengah mikir keras sambil berdiri tidak jauh dari pintu, tidak bisa mengelakan wajahnya dari benturan. Cuping hidungnya berdenyut nyeri. Kepalanya mendadak pening. Pasti wajahnya berubah merah seperti ditampar. Dan ini pertama kalinya, Sera merutuk tukang bangunan yang salah memasang engsel.

Alih-alih bertanya atau meminta maaf kepada Sera yang kesakitan, Dafa malah menarik pintunya kembali dan bersiap mengulang kejadian tadi. "Siap-siap, ya. Mau gue ulang kejadian tadi," katanya sembari menyembulkan kepala. Sera kelagapan, radar keributannya mulai berfungsi. Ditariklah daun pintu dengan kasar, menjambak rambut Dafa dan membawanya ke luar dari balik pintu.

Di tengah ringisan Dafa dan tindakannya yang berusaha melerai jambakan Sera, dan Sera yang sedang menahan emosi agar tidak berbuat lebih, Papa lewat lalu menatap mereka seksama. Dengan secangkir kopi dan sebungkus biskuit, Dedi berlalu begitu saja setelah berdecak dan geleng kepala. Pemandangan seperti ini, memang sudah wajar. Belum sampai tingkat parah, yaitu lempar barang. Jadi Dedi tidak akan ikut campur karena mereka sudah besar.

"Adek kurang ajar," desis Sera sembari melepas jambakannya. Tangannya langsung beralih menyentuh bawah hidung. Mendapati darah mengalir keluar, lagi-lagi Sera menarik rambut Dafa. Kali ini lebih kencang.

"Sakit, bego!" sentak Dafa. Mengusap kepalanya yang sedikit perih dan gatal.

"Ya, lu, setan!"

"Lu kakaknya setan!"

Sera mencebik. Dafa menghindar lebih cepat ketika tangan Sera hendak merenggut jambul kesayangannya, melindungi si jambul dengan kedua tangan. Bagi Dafa, jambul adalah mahkota yang tidak boleh dirusak, sekalipun hembusan angin. Pokoknya harus ada demi menunjang penampilan. Bangun tidur pun, yang dilakukannya adalah menata jambul setelah buka mata dan diam sejenak. 

"Lagian, salah lo sendiri yang diri di depan pintu. Udah tau engselnya kebalik." Dafa berujar, mengambil tisu dari meja nakas yang tidak jauh dari posisinya, dan memberikannya kepada Sera.

"Mau nagih balas budi!" kata Sera sarkas. Merampas paksa tisu yang diberikan Dafa.

"Niat banget, ya. Gak ada duit ya sampe minta traktir sama gue?"

Sera mendelik. "Utang mana?! Bayar utang ...."

Mendengar sindiran Sera, Dafa jadi nyengir malu.

"Gak tau diri," tambah Sera.

*****

Ada satu kebiasaan aneh, yang kadang tanpa Sera sadari, belum berhenti hingga sekarang; kebiasaan selalu jatuh bila jalan beririgan dengan Dafa. Mungkin karena terkadang pandangannya terpusat pada Dafa, dan diam-diam memperhatikan adik laki-lakinya itu tanpa alasan yang jelas. Sehingga tidak fokus berjalan.

Waktu kecil, mereka memang tidak sering bersama. Saat Dafa menonton acara televisi seputar dunia, ia malah asik menggambar di teras rumah. Saat Dafa berdiam diri di kamar untuk belajar, ia malah refreshing bersama Mama di luar. Saat mereka berangkat atau pulang dari sekolah, jalan mereka terpencar dan hanya berpapasan. Mungkin ini alasan, mengapa dirinya selalu memperhatikan Dafa diam-diam ketika bersama jika tidak ribut. Ada banyak hal yang ia tahu, namun lebih banyak hal yang tidak ia tahu soal Dafa.

TLS [1] : SomehowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang