03. Cerita Fani

9.7K 472 30
                                    

Fani duduk di bangku yang ada di dalam pagar rumah kelinci. Memandang kelinci-kelinci itu dengan senyum yang terus terpatri di wajahnya sejak pertama masuk ke dalam pagar sekaligus perasaan senang yang membuncah dadanya.

Karna terlalu fokus memandangi kelinci-kelinci yang berlarian itu, membuat Fani tidak sadar bahwa Trisha sudah masuk ke dalam pagar dan duduk di kursi yang ada di sebelah meja.

Trisha meletakkan pudding coklat dan jus jeruk yang tadi dibawanya ke atas meja kecil itu. Trisha diam, memperhatikan wajah Fani yang sedang tersenyum, melihat itu beliau ikut tersenyum.

"Cucu Nenek kenapa? Dari tadi Nenek perhatiin, senyum-senyum mulu. Ada apa, sih? Hem?" Akhirnya, suara itu keluar juga dari bibir Trisha untuk memecah keheningan yang melanda.

"Eh? Nenek? Kok Nenek ada di sini?" Fani berjengit kaget sekaligus heran.

"Jadi gak boleh nih, Nenek ada di sini?" tanya Trisha memasang wajah sedih.

"Maaf, Nek." Fani menunduk menatap kakinya yang terayun ayun.

"Kenapa jadi minta maaf?" Trisha dibuat bingung dengan permintaan maaf Fani, pasalnya Fani tidak berbuat kesalahan.

"Aku udah buat Nenek jadi sedih. Aku minta maaf, Nek. Maaf." Fani mendongak, menatap Trisha dengan air mata yang sudah menggenang dipelupuk matanya.

Trisha terkejut melihat Fani yang hampir menangis. Lantas, Trisha menarik tangan Fani lembut, mendekap Fani dengan erat.

Fani terisak. Dia tidak bermaksud berkata begitu, dia tidak ingin membuat neneknya merasa sedih karna perkataannya, dia juga takut kalau papanya akan memarahi dan memukulnya lagi.

"Udah sayang, jangan nangis. Nenek tadi cuma bercanda." Trisha mengusap rambut panjang Fani dengan sayang untuk menenangkannya.

"Aku nggak maksud buat Nenek jadi sedih. Aku takut, kalau Papa Mama tau aku buat Nenek sedih, nanti aku dimarahi dan dipukul pake gesper atau rotan lagi sama Papa. Sakit, Nek." Fani mencoba menjelaskan meski masih terisak.

Satu kata yang Trisha rasakan sekarang. Terkejut. Dia tidak menyangka cucu pertama dari anak keduanya akan merasakan hal yang tidak seharusnya anak seumurannya dia rasakan.

"Udah ya, sayang. Jangan nangis. Kalo Fani nangis, Nenek jadi sedih lho. Mau Nenek sedih?" Trisha berharap, perkataannya bisa menghibur Fani.

"Nggak, Nek." Fani masih saja sesenggukan.

"Makanya Fani berhenti dong nangisnya kalau gak mau lihat Nenek sedih. Nenek minta maaf ya,sayang. Tadi Nenek cuma bercanda," kalimat yang keluar dari bibir Trisha berhasil membuat hati Fani lega.

Fani benar-benar takut jika papa dan mamanya memarahi dia lagi. Bahkan memukul atau lebih parahnya lagi, menguncinya di kamar mandi, Fani tidak mau itu.

Perlahan, isak tangis Fani sudah tidak lagi terdengar. Fani menghadapkan badannya ke depan, memandang ke arah kelinci-kelincinya yang sedang bermain. Bersandar di badan Trisha, yang masih memeluknya dari belakang.

"Nek, aku mau kasih makan kelincinya. Boleh, nggak?" Fani berbalik, memandang ke arah Trisha dengan wajah penuh harap.

"Boleh dong, sayang. Tapi, harus cium Nenek dulu," ucap Trisha sedikit menunduk.

Fani mencium pipi kanan dan kiri Trisha dengan sayang. Sedangkan Trisha mencium kening Fani.

Fani berlari keluar pagar dengan riang, menuju dapur untuk mengambil wortel. Fani keluar dari rumah dengan membawa keranjang kecil yang berisi beberapa buah wortel. Dengan senang hati, Fani meletakkan keranjang yang berisi wortel-wortel itu di bawah dan Fanipun berjongkok didekat keranjang yang berisi wortel.

Kami Sama Tapi Berbeda {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang