04. Pingsan

9.3K 448 21
                                    

05:00 a.m.

Masih terlampau pagi bagi orang yang malas bangun pagi untuk bangun dan memulai aktivitasnya. Namun, tidak dengan Fani yang kini tengah membuka jendela dan menghirup udara pagi dengan senyum manis yang mengembang di bibirnya.

"Semoga hari ini lebih baik dari kemarin," kata itu yang keluar dari bibirnya sebelum akhirnya beranjak ke kamar mandi menyikat gigi, lalu wudhu untuk melaksanakan shalat subuh.

Selesai shalat, ia segera mengambil handuk serta seragam sekolahnya dan pergi mandi. Tidak butuh waktu lama untuk dia mandi, hanya membutuhkan waktu 15 menit dan Fani sudah keluar menggunakan seragam sekolah merah putih.

"Fani, bangun. Udah siang, ntar kamu terlambat sekolahnya." Pintu kamar terbuka setelah suara Dina terdengar.

"Eh, udah bangun, ya? Udah rapi lagi anak Mama." Dina masuk dan melihat Fani telah siap dengan seragam sekolahnya. Berjalan ke arah meja rias dan mengambil sisir, pita serta bedak.

"Udah dong, Ma. Aku, kan rajin. Nggak kaya Fina," sindir Fani.

"Fina juga udah bangun dan lagi mandi kok. Ya udah sini, Mama ikat rambutnya."

"Iya, Fina udah bangun karna Mama bangunin dan paksa mandi, kan?" Fani mencibir.

"Udah ah, gak usah ngomongin Fina. Dia kembaran kamu, gak boleh gitu. Kamu sama Fina punya sifat yang beda, jangan disamain gitu. Fina emang lebih susah kalau buat bangun pagi, nggak kaya kamu yang gampang bangun pagi, sayang. Ya udah, yuk kita ke bawah." Dina beranjak dari kasur setelah selesai dengan urusan ikat-mengikatnya.

Fani berjalan menunduk dengan tangan kanannya yang digandeng Dina. Setelah mengambil tas berwarna biru bergambar beruang. Buku? Jangan salah, Fani telah menyiapkan buku-bukunya kemarin siang setelah belajar dan mengerjakan PR. Sampai di meja makan, sudah ada Rian dan Fina.

Pagi itu, mereka sarapan roti dengan selai blueberry dan susu. Karna hari ini Dina sedang malas memasak.

Fina makan dengan lahap, karena dia memang lebih menyukai sarapan roti dengan selai apalagi selai blueberry dan susu dibandingkan makanan berat. Lain dengan Fani, dia tidak makan hanya melihat saja dengan wajah lesu tidak bersemangat karna Fani tidak menyukai selai blueberry, dia lebih suka selai strawberry atau coklat.

Lagi pula, Fani lebih menyukai sarapan dengan makanan berat. Menurut Fani, jika tidak makan makanan berat, rasanya tidak akan mengenyangkan perutnya.

Mereka semua selesai makan, kecuali Fani yang hanya meminum susu cokelatnya saja dengan wajah cemberut.

"Kamu nggak makan, Fan?" Dina mengernyitkan dahi saat akan mengangkat piring ke westafel, roti dengan selai blueberry di piring Fani belum tersentuh.

"Nggak, Ma." Fani menjawab dengan lesu tak bersemangat.

"Kenapa?" Rian yang tadi hanya diam mulai bertanya sambil berdiri membawa kunci mobil, tas kerjanya Dina yang akan membawanya. Dina sekretaris Rian di kantor.

"Nggak suka sama selainya." Fani menunduk dengan suara pelan.

"Ya udah, terserah. Ayo cepet, Papa pagi ini ada meeting." Rian berjalan duluan meninggalkan meja makan, di susul Fina, Fani dan Dina yang baru selesai meletakkan piring di westafel yang nanti akan dicuci oleh ART mereka.

Di dalam mobil, hening. Hanya suara mesin yang terdengar. Kemudian, suara perut. Membuat Dina dan Rian saling tatap-tatapan.

"Kenapa? Laper, kan? Tadi sarapannya siapa suru nggak dimakan," ucal Rian saat sadar itu suara perut anak pertamanya.

"Aku nggak suka selai blueberry, Pa." Fani bersuara, tapi pandangannya keluar jendela, menatap kendaraan-kendaraan yang sedang berlalu-lalang.

"Selai blueberry enak tau, lebih enak dari pada selai kesukaan kamu itu. Cokelat sama strawberry. Nggak enak," Fina menyahut sambil menatap Fani dengan lidah yang menjulur.

Kami Sama Tapi Berbeda {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang