15. Rasa Penasaran dan Pengakuan

4.3K 246 1
                                    

B a g i a n
L i m a b e l a s

Tidak semua kisah bisa diceritakan bukan?”

____

   Aira mengepalkan tangannya kuat, mencoba menahan Air matanya yang entah kenapa keluar dan tak henti-hentinya. Bibirnya terbuka menutup mencoba mengeluarkan kata yang terus tersangkut di tenggorokan.

“meninggalkan Sajakku...Bersama mu.
Biar-kan aku menyentuh Cahaya,
Gelap, gelap ini mengurungku terlalu lama. Aku ingin bebas”

   Aira menatap lurus ke depan, kemudian menekan dadanya yang terasa sesak, tangannya gemetar memegang kertas lusuh, dan bibirnya bergetar,

“Aku bisa tersenyum karena kalian.
Terimakasih untuk kenangannya.
Meski aku, aku harus mengubur cintaku bersama diriku kembali...dalam diam.
Tapi, jadilah kalian seperti apa yang terjadi sebelumnya, tanpa diriku...”

    Semua orang mengelilingi gadis pucat pasi itu, tubuhnya tak hangat lagi tapi genggaman di tangannya semakin erat.

    “Aku...Terlambat Jatuh cinta padamu, Seryl.” Alan yang harusnya tak menangis akhirnya mengeluarkan Air matanya perlahan, tanpa isakan, “Aku Jatuh Cinta Seryl! Jangan Tinggalkan kami! Serylll....”

    Silvia memandang sendu teman-temannya dan menggenggam tangan satu sama lain,

    “Kita harus bersama, demi seryl. Dia Tenang disana. ”

    Lalu kesepuluh manusia itu berdiri dan saling menggenggam lalu membungkukkan diri tanda hormat,

    “Demikianlah penampilan drama kami dari kelompok Satu! Terimakasih!”

Prok!prok!prok!

     Seisi kelas tepuk tangan dengan begitu meriah bahkan guru bahasa Indonesia mereka berdiri sambil menghapus air matanya yang hampir terjatuh tadi jika saja ia tak menjaga image nya di depan murid-muridnya.

    “Kalian keren!” Puji murid dengan jam tangan kuning di sudut kelas.

    “Gue hampir nangis, masa!”

     “G--Gue udah nangis, bege!

    “Kalian the best! Aku cinta kamu teman!!”

    “Alan jangan sedih! Seryl masih hidup kok itu...Huwaaa”

    “Kok Aira bisa jadi nangis beneran ya? Berasa nonton film beneran nih gue”

    Aira dan teman-temannya tersenyum bangga karena latihan dramanya yang tak sia-sia. Sebenarnya kalau boleh jujur Aira tak tahu kenapa dia bisa menangis tadi saat Aira membacakan puisi terakhir dari seryl yang ada di dalam dramanya. Tapi, yang Aira ingat saat membaca puisi itu adalah kalimat yang berasal dari abangnya semalam, membuatnya ia tak mampu menahan air matanya terlalu lama.

    “Selanjutnya kelompok dua, bersiap-siap”

   Aira langsung duduk di bangkunya dan hanya tersenyum jika teman-temannya bertanya perihal kenapa dia bisa menangis begitu pedih seakan dia benar-benar mengalami hal seperti itu. Aira menunduk menghadap ke mejanya dan kadang memijit pangkal hidungnya.

Teruntuk Pesawat Kertasku [✓]Where stories live. Discover now