Separuh Bintang KAISTAL Vers. (END)

PROLOG

"KASIHAN sekali gadis itu. Ayahnya dulu kabur, kakaknya overdosis, sekarang ibunya meninggal. Sekarang pasti dia sebatang kara."

Gadis itu berdiri mematung di hadapan makam ibunya. Peti sudah bergerak turun memasukilubang makam. Tapi gadis itu tetap tidak menunjukkan apa pun. Hanya diam... Diam... Dan diam saja. Seakan tak ada seorang pun di sekelilingnya.

Dua tahun yang lalu...

Suara bantingan barang menjadi backsound keadaan rumah itu. Suara tangisan mamanya mengiris-iris hari Soojung. Sejak sebulan yang lalu, orangtuanya selalu bertengkar. Soojung sendiri tidak tahu apa penyebab pastinya pertengkaran itu. Yang dia tahu, dia benci keadaan ini. Dia benci suasana rumah yang kacau seperti ini. Dia kangen papanya yang dulu!

Ke mana perginya Papa yang sangat menyayanginya itu?

Ke mana perginya Papa yang selalu membawa keceriaan dan kebahagiaan?

Sosok setengah baya muncul di hadapannya, memandanginya dengan tatapan jijik.

Dia bukan Papa!

Dia bukan Papaku!

Soojung selalu menanamkan kata-kata itu dalam hatinya.Papanya pasti telah mati. Ya, pasti begitu. Papanya tidak mungkin seperti ini.

"Soojung, kau anak haram! Kau bukan anak Papa!"

TARRR!!!

Kata-kata itu meluncur begitu saja. Kata-kata yang terdengar seperti umpatan dibandingkan pernyataan. Mendadak Soojung tidak bisa berpikir. Jangankan berpikir sekarang, bernapas pun rasanya sulit.

Soojung ingin sekali tertidur. Dia ingin tidur dan saat bangun dia akan mendapatkan semuanya kembali seperti semula. Ini pasti mimpi.

Soojung memandang mamanya, meminta dukungan. Cepat katakan padaku bahwa semua ini cuma mimpi!

Soojung berteriak dalam hati. Tapi mamanya hanya bisa terisak, dan terus terisak. Soojung beralih memandang kakaknya. Tapi Suho hanya memeluknya.

Sayangnya, semuanya ini nyata...

Tanpa menjelaskan apa pun, setelah mengucapkan dua kalimat itu. Papanya benar-benar menghilang. Setiap hari, Soojung melihat mamanya selalu menunggu di depan pintu, menunggu dan menunggu. Tapi papanya tidak pernah kembali.

Setahun yang lalu...

"Suho, gue pinjem kamus lo ya...." Soojung masuk dan mendapati kamar Suho kosong melompong.

Akhir-akhir ini dia memang jarang melihat kakaknya. Setelah kepergian papa, kakaknyalah yangmenjadi tulang punggung keluarga. Beban Suho pasti sangat berat. Selain harus mencukupi kebutuhan sehari-hari, Suho juga harus menanggung biaya pengobatan mamanya yang mengidap penyakit jantung. Semua itu pasti tidak sedikit jumlahnya, apalagi jika harus ditanggung oleh remaja yang baru berumur 18 tahun.

Tiba-tiba pandangan Soojung membuka plastik kecil itu dan ia mengerutkan dahinya.

Apa hubungan Suho dengan benda ini?

Soojung berpikir keras. Ini jelas bukan obat Mama.

Lalu apa ini?

Jangan-jangan... Soojung mencoba menepis semua pikiran buruknya. Tapi bayangan kakaknya dan tablet-tablet itu bergantian muncul dalam otaknya. Soojung ingin teriak, dia ingin menangis, dia ingin marah. Dia sudah benar-benar lelah menghadapi semuanya. Tanpa sadar, sebilah tablet memotong nadinya begitu saja, tidak hanya sekali.... Dua kali.... Tiga kali...

"Soojung!!! Apa-apaan?! Lo gila ya!"

Soojung mendengar teriakan Suho tiba-tiba, terputus-putus. Perasaannya panas dan dingin tidak keruan. Sinar lampu pun terlihat nyala dan padam bergantian.

Sebelum akhirnya semua menjadi gelap.

Soojung membuka mata.

Semua tampak putih. Sekilas saja, dia tahu ini rumah sakit.

"Kita butuh uang. Gue cuma punya cara itu. Gue cuma anak SMA, Jung. Gue butuh kerja apa? Cuma itu satu-satunya jalan. Gue nggak make kok. Sumpah! Gue cuma ngedarin."

Soojung tak habis berpikir mendengar perkataan Suho. Soojung tidak habis berpikir tentang semuanya.

"Gue sayang sama lo!" kata-kata Suho membuat Soojung gemetar.

Memang bukan hanya sekali Suho mengucapkan empat kata tadi. Dan Soojung tahu, Suho menyatakan perasaan sayang yang bukan hanya sekadar dari mulut seorang kakak.

Untuk sekeian detik berikutnya, mereka berpelukan.

Dua minggu kemudian, Soojung menemukan kakaknya telah terbujur kaku dengan busa memenuhi mulut. Soojung menjerih sekeras-kerasnya, menangis sekencang-kencangnya. Soojung mengguncang-guncang tubuh Suho sekeras mungkin, memanggil-manggil nama Suho tanpa henti. Soojung merasa mulutnya sudah kering, suaranya pun sudah tidak mampu keluar lagi. Tapi Suho tetap bergeming.

Suho overdosis.

Tiga bulan yang lalu...

Kesehatan Mama semakin memburuk. Sudah tidak ada obat yang bisa dimakan. Hampir setiap malam Soojung bermimpi semua orang meninggalkannya.

Dan hari itu, mimpinya benar-benar menjadi kenyataan. Tiba-tiba Mama pingsan dan berhenti bernapas.

Soojung hanya menatap tubuh mamanya ambruk ke tanah. Dia tidak melakukan apa pun. Dia tidak berteriak seperti saat Suho meninggal, dia tidak menangis seperti saat menemukan Suho yang sudah terbujur kaku, dia bahkan tidak berlari menghampiri mamanya untuk memastikan apakah mamanya masih hidup atau tidak.

Dia hanya tahu dia benar-benar ingin mati saat itu juga. Soojung menatap peti itu tersiram tanah. Dan dia tetap bergeming.

"Soojung..." Satu sosok merangkul pundaknya.

Terlihat sangat prihatin. Tetapi, Soojung menepisnya.

"Mulai sekarang, jangan panggil gue Soojung."