Ep. 7

3.2K 189 1
                                    

"Lepaskanlah. Maka besok lusa jika dia cinta sejatimu, dia pasti akan kembali dengan cara yang mengagumkan. Ada saja takdir hebat yang tercipta untuk kita. Jika dia tidak kembali, maka sederhana jadinya, itu bukan cinta sejatimu."

-Tere Liye-

Dibawah pohon rindang, angin sejuk berhembus pelan--menerpa khimar seorang gadis muda. Wajahnya termenung menatap kosong laptop dihadapannya, tumpukkan kertas tersebar acak disampingnya. Jari jemarinya terlihat tengah sibuk mengetuk-ngetuk ujung laptop. Di suatu senja, saat panas sang mentari mulai tenggelam ke ufuk barat, orang-orang berlalu lalang meninggalkan penatnya rutinitas dalam mengejar keelokan dunia yang fana. Setengah jam berlalu, Sahara tak kunjung mengerjakan satu pun tugas kuliah nya. Memorinya sibuk menerawang hari-hari yang telah berlalu begitu cepat.

"Tugas nya gak akan selesai kalo cuma diliatin gitu."

Sebuah suara menghentikan aktivitas debat  dengan pikirannya sendiri dalam melodi sunyi.

"Mas Frisqi? Mas kok ada disini?" Sahara membetulkan kerudung nya cepat

"Saya biasa sholat asar disini Ra"

Sahara mengangguk faham. Mesjid Al-Qasas merupakan tempat berlabuh mereka saat ini. Halaman belakangnya yang luas, kursi-kursi taman yang berjejer rapi, dan puluhan  lampu hias yang siap menerangi malam di pelataran mesjid. Menambah kedamaian berdiam disini.

"Boleh duduk disini?" Tanyanya canggung

"Tentu." Jawab Sahara sembari menggeser tubuhnya sedikit

"Apa.. sedang ada masalah?"  Frisqi menelisik ke setiap sudut wajah Sahara. Terlihat jelas, ada gurat kesedihan dalam paras jelitanya.

"Tidak ada." Ucap Sahara singkat.

Tetapi Frisqi sangat yakin, tebakannya tak salah

"Jangan berbohong. Kau itu tak pandai ber akting Ra" Frisqi tak berhenti menatap nya intens.

"Begini, aku hanya tak mengerti dengan apa yang sedang Allah rencanakan. Tentu saja semuanya telah digariskan dengan rapi di Lauhul Mahfudz, bukan aku meragukan kekuasaan-Nya. Hanya saja.. setiap kali aku menerima kejadian-kejadian dalam hidupku, tak ada satupun yang dapat kufahami. Aku.."

"Sahara...," potongnya

"Kau tak pernah tahu masa depanmu akan seperti apa. Dan Allah tidak akan memberikan apa yang kau mau, tapi Ia akan memberi apa yang kau butuhkan. Hanya karena kau pikir sesuatu itu baik dimatamu, belum tentu itu baik dihadapan Allah swt. Allah lah yang mengetahui segala sesuatu melebihi setiap makhluknya." Jelas Frisqi

Sahara mendengarkannya dengan seksama. Hati nya semakin kalut melihat kedewasaan yang dipancarkan pria disampingnya.

"Ra...,"Frisqi menatap orang-orang yang berjalan dihadapannya dengan tenang

"Bayangkan, yang menuliskan skenario hidupmu itu adalah ibumu--bidadari yang mengasihimu penuh kelembutan."

Sahara berusaha memahami maksud pembicaraan ini

"Bagaimana, indah bukan? Terlebih jika Allah yang merangkai seluruh cerita hidupmu. Ia mencintai dan mengasihimu melebihi dari apa yang kau rasakan. Bagaimana mungkin semuanya nampak tak adil dimatamu? Ia pasti menuliskan kisah mu dengan indah, sangat indah." Frisqi mengucapkan setiap kata yang terlontarkan dengan lembut

"Kau.. hanya perlu berusaha tuk mengambil hikmah dari setiap kejadian yang menimpamu. Kau mengerti?" Kali ini Frisqi menghadap kan wajah nya.

"Iya, Mas" seru Sahara mengerti.

"Lalu.. ada kah sesuatu yang mengganjal pikiranmu akhir-akhir ini?"

"Ya. Itulah yang menyebabkan aku jadi gak fokus mau ngerjain sesuatu."

Faisal menatap lembut wanita berkerudung merah muda disampingnya

"Kadang... pernah gak sih kamu mikir, kenapa tidak Tuhan berikan saja apa yang kita inginkan?"

Sahara hanya mengangguk setuju

"Nah.. itu adalah salah satu bentuk sombong nya kita sama Allah. Kita menganggap, seolah-olah rencana Allah itu gak penting--cuma nyusahin dan bikin kita repot. Tapi... begitu kita mendapat suatu keberhasilan, kita malah lupa bersyukur dan menganggap itu adalah murni hasil dari kerja keras kita. Dan hebatnya.. Allah tetap menganggap kita sebagai hambaNya. Kurang baik apa Allah sama kita? Padahal hidup kita itu.. 24 jam ada ditangan Allah. Lalu kenapa kita menyia-nyiakan waktu seolah kita yakin umur kita masih panjang. Tahukah kamu sampai kapan kamu bisa hidup di dunia ini?"

Sahara menggeleng cepat. Tubuhnya membeku seolah tersengat sesuatu yang begitu panas. Darahnya berdesir hebat. Ya.. ia faham. Mengapa hidupnya Serasa pahit. Tidak lain, itu disebabkan karena dirinya lupa melibatkan Allah dalam segala hal yang menimpanya.

Mata mereka terpagut satu sama lain
Binar mata dari kedua insan tersebut mengaliri semburat jingga di langit barat dengan cinta. Kasih tersebar memancar dengan indah dari setiap degupan jantung yang terdengar berirama.

"Ah ya! Ada yang ingin aku bicarakan. Sebenarnya..." Frisqi menatap Sahara ragu. Mulutnya seakan terhenti tuk melanjutkan

"Hm?" Sahara memperbaiki posisi duduknya

"Sebenarnya apa Mas?" Sahara mulai tak sabar.

"Kau bisa mengetahuinya nanti" ujarnya cepat.

"Aku harus pergi sekarang, Ra. Ada urusan yang belum sempat dikerjakan."

"Assalamu'alaikum"

"Waalaikumsalam" jawab Sahara lembut.

Sahara pikir, sore ini terlalu cepat berlalu. Padahal ia selalu merasa nyaman setiap kali memiliki kesempatan berbicara dengan Frisqi.

.
.
.

Malam ini, Sahara masih sibuk berkutat dengan tugas-tugas yang telah ia tunda seharian. Alhasil, waktu istirahatnya pun tertunda karena besok semuanya sudah harus dikumpulkan. Ia tidak mau mendapatkan nilai C hanya karena sikap malas dan tidak fokus yang terkadang datang menghantui. Tapi, sepertinya penyakit itu kumat lagi. Yang ada dibayangan nya hanyalah Frisqi-- sang pangeran berkuda putih yang selalu datang tepat waktu dan memberikan ketenangan saat hari-hari kelam membayangi hidupnya.

"Ck...tadi, Mas Frisqi mau bilang apa sih?bikin penasaran", Sahara mendecak sebal.

Tangan nya teralih pada salah satu buku yang ditulis oleh Frisqi. Ia mengambilnya dari rak buku yang ada disamping meja belajar, lalu memeluk nya erat dan tersenyum simpul.

Lalu,  ia teringat akan suatu hal, ia tak pernah menuliskan Frisqi dalam buku diary nya, bukan?

Ia mencari ke setiap sudut kamar nya. Namun hasilnya nihil, tak ia temukan buku yang menjadi saksi perjalanan hidupnya itu.
Ia berusaha mengingat dimana terakhir kali ia menggunakannya. Tiba-tiba, matanya berubah menjadi sinis

"Adam" sahutnya sebal.




Gadis November [Completed]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ