Ep. 8

3.1K 183 8
                                    

Jika ada terang pada setiap gulita. Kenapa kita enggan untuk menjemputnya? Cahaya hidayah itu terang, selalu menyapa kita. Hanya saja kita enggan untuk disapa.
.
.
.
.
.
🍁


^Kepingan Masa Lalu (1)^

Di suatu siang, saat sang mentari bersinar terik. Wanita dengan tubuh bak Cleopatra berjalan tegak dengan heels yang menempel sempurna di kedua kaki nya. Rambutnya tergerai panjang tertepa angin, leher jenjang dan bahu nya terlihat elegan dengan  off-shoulder blouse yang ia kenakan.

"Kay! Lo lagi dimana?"

Terdengar suara seseorang dari seberang ponsel.

"KAYY..!!!" sontak ia menjauhkan benda berbentuk balok itu dari telinganya.

"Lo gak bisa pelan-pelan ya kalo ngomong?"

Seseorang yang dipanggil Kayra itu seketika menjauh dari kerumunan orang yang ada disekitarnya.

"Kenapa? Hm??"

"Jadi gini kay, gue punya 2 kabar. Ada kabar gembira, dan ada kabar buruknya."

"What is it?" Kayra memijit pelan keningnya.

"Kabar baiknya. Lo tau Daniel kan?? Nah, dia tuh nembak gue kemaren!!! Sumpah demi apa gue seneng banget kay.. ahh meleleh Hayati bang!! Dan lo mau tau gimana cara dia ngungkapin perasaannya ke gue? Dia bawa..."

"Hei! Stop stop! Terus apa urusannya sama gue Vi?" Kayra meninggikan suaranya beberapa oktaf

"Ck! Kalo sahabat lagi seneng tuh dengerin ngapa! Yauda.. oke, kabar buruknya nyokap lo datengin kost an gue dan nanya lo ada dimana."

Kayra berusaha mencerna kalimat yang baru saja dikatakan sahabat baiknya--Silvi beberapa detik lalu

"Kay?" Tegurnya

"Jangan bilang sekarang lo lagi ketemuan sama temen-temen SMA lo yang gak bener itu??"

"Vi.. gue boleh minta tolong yah? Pliss.. sekali ini ajaa!"

"Gak bisa Kay! Ini tuh udah yang keberapa kalinya lo kaya gini!" Tegas Silvi

Kayra memberengut kesal.

"Oke!" Ia memutuskan sambungannya sepihak

Kayra, gadis cantik dengan mata barbie dan pipi yang tirus. Kesalahan dalam bergaul saat SMA, membuatnya terjerumus pada kenakalan remaja dan hal-hal lain yang membentuk karakter nya sekarang. Dan, tentu sebagai seorang ibu pasti tak akan berhenti untuk terus berusaha mendidik anaknya menjadi lebih baik. Namun sebaliknya, Kayra menganggap itu sebagai sebuah kekangan. Ia bagai di rantai dalam penjara bawah tanah setiap kali melakukan kesalahan. Kali ini, entah untuk yang keberapa kalinya. Ia dapat lolos dari hukuman yang beberapa waktu lalu didapatnya karena pulang lewat jam seharusnya. Dan hal ini terjadi berulang-ulang.

.
.
.

Ditemani dengan ice blend coffe yang ada di meja nya, Kayra memainkan ujung sedotan dengan gelisah. Sesekali ia menyesap nya dan meletakkan nya kembali. Didalam pikiran nya sekarang hanyalah 'apa yang harus ia perbuat sekarang?'
 Kabur dari rumah? Itu terlalu bodoh. Tanpa uang, tak akan ada yang selamat. Mengemis-ngemis memohon maaf?
 Oh no! I'm not a beggar! Kilahnya. Kepalanya menggeleng pelan. Lagipula terlalu sulit mengeluarkan satu kata maaf dari gadis angkuh seperti Kayra. Tapi jika ia pulang sekarang, ah! Itu sama saja bunuh diri.

Gadis November [Completed]Where stories live. Discover now