20. Bullshit

136K 7K 137
                                    

Ken sudah siap dengan sarung yang ia pakai dan peci hitam di kepalanya. Menggelar sejadah di lantai kamarnya menghadap kiblat untuk sholat magrib. Ketampanannya bertambah berkali-kali lipat saat ia mengenakan baju koko dengan sarung di tambah peci hitam yang ia kenakan apalagi wajahnya yang bercucuran air wudhu membuatnya terlihat segar dan cerah. Melakukan gerakan sholat magrib sendirian, karena biasanya ayahnya yang selalu menjadi imam tetapi hari ini ayahnya masih berada di kantor dan sepertinya akan pulang larut malam.

Perilaku Ken yang memang terkenal cukup bad jika di sekolah tetapi lain halnya jika di rumah. Ken tidak pernah melupakan kewajibannya sebagai muslim untuk melaksanakan sholat sebagaimana perintah Allah Swt. Nakalnya Ken masih bisa diimbangi jika di rumah, sebenarnya ia tidak ingin menjadi anak yang nakal dan tidak menuruti peraturan tata tertib sekolah. Tetapi keinginannya untuk membuat seseorang yang ia sayangi agar tidak mengkhawatirkan dirinya mengharuskan ia untuk berperilaku seperti itu meskipun caranya salah. Ada alasan tertentu yang membuat dirinya bersikap seenaknya terhadap sekitar.

Tidak peduli bagaimana omongan orang lain kepadanya. Ini hidupnya, orang lain hanya bisa mencemooh padahal tidak tahu yang sebenarnya. Manusia memang hanya bisa mengomentari. Sok mengetahui segalanya padahal ia hanya ingin terlihat seolah-olah dirinya yang paling tahu segalanya. Ken tidak peduli itu semua. Toh yang menjalani hidupnya adalah dirinya bukan orang lain. Lagi pula yang membiayai hidupnya bukan orang lain melainkan orang tuanya. Jadi, Ken merasa ia harus acuh dengan semua cibiran orang lain kepadanya. Hanya akan menjadi beban jika kita harus mengikuti kata orang lain yang akan membuat kita terlihat bodoh.

Tiga rakaat sudah Ken laksanakan dengan di tutup bacaan dzikir dan doa yang selalu ia panjatkan kepada Allah untuk kedua orang tuanya dan untuk kesehatannya agar ia bisa selalu menjaga orang yang ia sayangi.

Ken melipat kembali sejadahnya dan di letakkan di atas meja belajarnya. Mengusap wajahnya dan menghela napas saat ia melihat buku yang menumpuk di meja belajarnya. Tidak bisa di pungkiri bahwa Ken adalah termasuk kategori murid yang cerdas, apalagi jika menyangkut mata pelajaran matematika kesukaannya. Ken memang anak IPS karena ia yang memilih jurusannya sendiri dengan alasan mengenai seseorang yang ia sayangi.

Tidak sulit bagi seorang Ken untuk memilih jurusan IPA atau IPS yang ia inginkan, karena ayahnya yang menjadi pemilik yayasan di SMA Galaksi. Menurutnya, IPA atau IPS sama saja. Hanya ada perbedaan pelajaran yang orang-orang selalu mengira jika anak IPS tidak sehebat anak IPA. Padahal tidak semua anak IPS itu pemalas, banyak anak IPS yang pintar dan menjadi sukses. Begitupun sebaliknya, tidak semua anak IPA itu pintar, ada juga yang memang sudah pada dasarnya pemalas. Semuanya seimbang, hanya mata pelajaran saja yang berbeda.

Banyak yang bilang kalau anak IPA yang menjadi dokternya dan anak IPS yang menjadi pemilik rumah sakit. Padahal semuanya sama saja, tergantung pada diri sendiri. Kesuksesan bukan berasal dari jurusan IPA atau IPS, tetapi dari kemauan dan keinginan kita untuk mencapai keberhasilan di sertai usaha dan doa.

Olimpiade matematika yang selalu Ken ikuti setiap tahun membuat kedua orang tuanya merasa bangga dengan prestasi anak tunggalnya ini. Perihal perilaku dan prestasi, dirinya bisa mengimbangi dengan baik. Karena memang sudah menjadi kewajibannya untuk membanggakan kedua orang tuanya.

Ken membuka buku paket matematikanya yang berisi bab baris dan deret aritmatika. Mengisi soal-soal latihan dengan teliti. Sangat mudah bagi Ken untuk mengerjakan soal matematika yang di anggapnya sudah di luar kepala. Ia hanya menulis dan tidak bersusah payah menggunakan kalkulator untuk menghitung, karena kapasitas otaknya yang patut di acungi jempol.

Pintu kamarnya terbuka menampilkan wanita paruh baya dengan membawa nampan dan segelas jus berwarna hijau kesukaan Ken. Renata tersenyum melihat putra kesayangannya yang sedang fokus belajar sampai tidak menyadari kehadiran dirinya.

Stay with MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang