14 // Awake

6K 999 141
                                    

Min Yo Ra berlari sambil mendorong bangkar yang membawa Tae Hyung masuk ke area rumah sakit. Sirine ambulans meraung keras di belakang. Tangannya yang penuh darah menggenggam erat tangan kanan Tae Hyung, memastikan bahwa masih ada denyut nadi di sana.

“Bertahanlah... kumohon,” bisiknya lemah berulang kali, lebih pada dirinya sendiri.

Tae Hyung tidak sadarkan diri, namun darah segar masih mengucur dari perutnya. Beberapa perawat yang ikut mendorong bangkar menunjukkan eskpresi yang tidak bisa Yo Ra baca. Tapi mereka tampak panik. Hal itu cukup membuat Yo Ra mati-matian menahan diri untuk tidak menangis.

Ketika Tae Hyung dibawa masuk ke ruang gawat darurat, Yo Ra terpaksa harus menunggu di luar. Kakinya lemas ketika ia tidak bisa melihat Tae Hyung lagi dari tempatnya berdiri. Pandangannya kabur. Jantungnya berdegup kencang.  Darah Tae Hyung menempel di tangan, baju, wajah, bahkan rambutnya yang kini berantakan.

Yo Ra lantas terduduk lemas di bangku ruang tunggu. Pandangannya kosong, ponselnya mati total. Siapa yang harus ia hubungi? Yo Ra tidak tahu apa pun tentang Tae Hyung. Yo Ra tidak tahu siapa orang tuanya. Yang ia tahu, di kontak Tae Hyung hanya ada beberapa nama. Kim Nam Joon. Kim Tae Ri. Dirinya. Dan nomor-nomor darurat. Ia sudah mengenal Nam Joon. Hanya nama Tae Ri yang menjadi perhatiannya. Ditilik dari namanya, Yo Ra yakin Kim Tae Ri punya hubungan darah dengan Tae Hyung. Dan benar saja, saat dihubungi pihak rumah sakit, gadis bernama Tae Ri mengaku sebagai adik Tae Hyung. Ia lega, sekaligus ada perasaan aneh di dadanya.

Hatinya terasa sakit.

Menyaksikan Tae Hyung terluka dan hampir mati membuat hatinya sakit. Ketika Tae Hyung menutup mata dan mulai tidak sadarkan diri, yang ada di pikirannya adalah cowok itu akan mati. Ketika mobil ambulans datang dan membawa Tae Hyung, yang ada di pikirannya adalah bahwa dalam hitungan detik apa pun bisa membuat nyawanya melayang. Pikiran-pikiran mengenai Tae Hyung akan meninggalkannya entah mengapa membuat hatinya sakit. Tidak. Dia tidak akan mati. Dia tidak akan mati.

Yo Ra terus mengatakan kalimat itu dalam hati, meyakinkan dirinya sendiri.

Entah sudah berapa lama Yo Ra duduk di ruang tunggu. Yang ia tahu adalah hari sudah gelap, atau bahkan mungkin sudah tengah malam. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak meninggalkan Tae Hyung sampai cowok itu membuka matanya.

“Namanya Kim Tae Hyung! Dia... aku tidak tahu... aku ditelepon dan mereka berkata dia ada di sini. Namanya Kim Tae Hyung! Katakan dia ada di mana... kumohon....”

Yo Ra mengangkat kepala ketika mendengar suara perempuan menyebut nama Tae Hyung berulangkali sambil menjerit histeris. Sosok perempuan itu lalu berjalan ke arahnya bersama seorang perawat. Perempuan itu menatap Yo Ra lekat, air mata mengalir deras di pipinya.

“Kakakku!” katanya. “Apa yang kau lakukan padanya?!”

Yo Ra mengerjapkan mata. Dia adik perempuan Tae Hyung. Tae Ri.

“Tae Hyung... dia... masih di dalam,” balas Yo Ra lemah, lalu berusaha untuk berdiri. “Aku tidak tahu apa yang terjadi... saat aku ke sana, seseorang memukulnya... lalu menusuk perutnya... lalu aku—"

“Seseorang menusuk perutnya?!” jerit Tae Ri sambil menutup mulutnya dengan kedua tangan.

“Sssh, tenang dulu...” Yo Ra berusaha meraih pundak Tae Ri.

“Siapa yang menusuknya?”

“Aku... aku tidak tahu...”

“Bagaimana ia bisa ada di sana? Bagaimana keadaannya sekarang?!”

“Dia masih ada di dalam. Aku tidak tahu bagaimana keadaannya sekarang, tapi dia ada di tangan orang-orang hebat. Percayalah padaku. Kakakmu akan baik-baik saja...”

STIGMA - When A Bad Boy Breaks My (Heart) Camera (DAILY UPDATE)Where stories live. Discover now