23 // Lie

7.5K 894 126
                                    

"Maaf kalau ayahku membuatmu tidak nyaman."

Yo Ra mengerjap mengerjap. "Tidak kok. Aku justru senang karena bisa makan semeja dengam ayahmu. Waah, dia kelihatan keren sekali, aura wibawanya terasa loh."

Sudut bibir Tae Hyung terangkat tak sependapat. Tangannya terulur, lalu meraih kepala Yo Ra dan mengacak rambutnya diikuti keberadaan senyum di bibirnya.

"Terima kasih."

"Buat apa?"

"Buat semuanya. Aku senang sekali. Hari ini... aku seperti menjadi orang paling beruntung karena bisa tertawa bersamamu."

"Jinjja." Bola mata Yo Ra berputar. "Tae Hyungie, kau harus hidup dengan baik kalau masih ingin berteman denganku."

"Teman?" Tae Hyung menyela. Ia menyelisik wajah Yo Ra dengan saksama. "Kau masih menganggap aku teman, ya?"

"Aih, sudahlah. Aku harus fokus dengan sekolah. Kau juga. Pulang sana sebelum kakakku melihatmu dan kau babak belur."

Tae Hyung bergeming. Hanya ada seringai samar yang menjadi balasan. Ia mengangguk.

"Jangan tidur larut malam. Tidak baik untuk kesehatan dan kecantikanmu." Tae Hyung mencubit pipi tembam gadis itu.

"Aaa! Sakit, tahu!" Yo Ra memekik dan mengusap pipinya.

"Aku pulang. Sampai bertemu besok. Anyeong."

Motor Kim Tae Hyung melaju meninggalkan pekarangan rumah keluarga Min. Yo Ra mengamati kepergian cowok itu dengan bibir terpilin. Menahan agar tak mengukir senyum. Namun, tetap saja wajah semringah tidak mampu ia sembunyikan. Ia berbalik badan, berjalan memasuki rumah dengan berjinjit berharap kakaknya tidak memergokinya.

Gadis itu membuka pintu pelan, berjinjit-jinjit menuju tangga. Hendak menapak satu tangga, lampu dihidupkan.

"Dari mana kau?"

Mata Yo Ra memejam rapat mendengar suara Yoon Gi. Ia enggan berbalik badan, takut.

"A-anu, aku ada kerja kelompok di rumah Ji Soo."

"Sudah pulang telat, berani berbohong pula. Ji Soo baru saja datang ke sini dan bilang kalau kau bolos."

Bibir Yo Ra terkatup rapat dengan mata memejam. Ia menelan saliva. Kerongkongannya terasa gatal.

"A-aku...."

"Kim Tae Hyung yang mengajakmu bolos?"

"Aku cuma pergi cari udara segar. Sekolah bikin sumpek."

"Lihat aku."

"Tidak mau."

"Kakakmu sedang bicara. Kau melihat ke mana?"

Bibir Yo Ra mencebik. Dengan setengah hati, ia memberanikan diri memutar badan, berhadapan dengan Yoon Gi yang melipat tangan di depan dada. Menatapnya penuh intimidasi.

"Mianhae, Oppa," katanya tulus. Ia memain-mainkan jemari dan menundukkan kepala, memberikan sikap penyesalan.

Helaan napas Yoon Gi terdengar berat. Ia mendecak lidah. "Jangan ulangi. Appa dan Eomma pasti tidak senang melihatmu begini."

"Aku cuma ingin bersenang-senang."

"Yah, bersenang-senang jidatmu. Kau itu murid beasiswa. Masih beruntung Yayasan Eunwon bersedia menampungmu sampai universitas nanti. Jangan membuat orang lain kecewa dan cemas." Nada Yoon Gi meninggi. Yo Ra tak berani menatap kakaknya saat marah. Kepalanya terus menunduk seakan lantai marmer lebih menjanjikan masa depan daripada kuliahan kakaknya.

STIGMA - When A Bad Boy Breaks My (Heart) Camera (DAILY UPDATE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang