7: Me and My Insecurity

78 15 4
                                    

Aku memasuki rumah mungilku dengan langkah gontai. Melepaskan sepatu hak yang sebenarnya kubenci tetapi terpaksa memakainya itu lalu meletakkannya di sembarang tempat. Pulang dari reunian bersama teman-teman SMAku dulu membuat seluruh badanku pegal-pegal. Ingin membilas badan, tapi terlalu malas untuk bergerak.

Jika bukan karena Min Jun, sahabatku sejak di bangku SMA, yang terus memaksaku untuk datang ke acara yang paling aku anti itu, mungkin aku takkan menginjakkan kaki di area tersebut. Memang, selama di sekolah aku adalah anak yang paling tidak bisa bergaul dan sedikit memiliki teman. Alasan itulah yang membuatku tak berniat untuk datang ke acara yang sama sekali bukan gayaku.

Berdasarkan pengalamanku, aku adalah gadis yang paling sukar dikenali orang lain. Tapi, sejak hari itu berbeda. Apalagi, statusku kini berubah menjadi calon tunangannya Kim Seok Jin.

Benar. Kim Seok Jin. Siapa yang tidak mengenali pria itu? Pria yang dengan kadar ketampanannya mampu membuat wanita manapun langsung terperangkap oleh pesonanya. Kau takkan bisa mengedipkan mata sedetik saja meskipun hanya bahunyalah yang tampak dari belakang. Sementara pria lain? Mereka hanya akan bertekuk lutut padanya. Apalagi statusnya yang kini tengah menjadi direktur utama perusahaan ternama di kota Seoul.

Aku yang dulu hanyalah butiran debu, sekarang menjadi bak berlian yang dicari-cari orang.

Bunyi nada dering dari handphoneku sukses membuatku bangkit dari tempat tidur dan bergegas mencari asal suara di balik tasku. Oh, panggilan itu berasal dari kekasihku, Seok Jin.

"Halo, Sayang," sapa seseorang di balik layar telepon itu. "Bagaimana kabar dan reunianmu?"

Well ... tidak seindah yang dipikirkan banyak orang, Oppa.

"Yah, menyenangkan. Acaranya juga meriah," jawabku sekenanya.

Mendadak suasana hening. Tak terdengar lagi sahutan dari Seok Jin. Aku yang bingung lantas bertanya, "Oppa? Kamu masih di sana? Kenapa diam saja?"

"Suaramu berkata sebaliknya. Apa kamu baik-baik saja? Apa reuninya benar-benar menyenangkan seperti itu?"

He go straight to the point. Sigh. Apa aku harus menceritakan semuanya?

"Sepertinya kamu punya banyak waktu untuk mendengar ceritaku, Oppa. Apa kamu tidak sibuk? Bagaimana pekerjaanmu?"

Dia tergelak. "Sesibuk apapun aku akan tetap meluangkan waktuku untukmu. Pekerjaan terasa melelahkan tanpa mendengar suaramu, Sayang."

Selalu seperti itu. Kata-kata yang selalu Jin lontarkan sukses membuat kupu-kupu di perutku membuncah. Sejak aku memutuskan untuk menerima Seok Jin, kupikir aku harus kuat menahan semua beban akibat status kami yang berbeda. Dia dengan sendok emasnya, sementara aku dengan sendok tanahku. Bukan bermaksud untuk merendah diri, tapi seperti itulah nyatanya. Hingga sekarang, aku masih tidak mengerti mengapa Seok Jin tetap memilihku. Padahal aku yakin, ada ratusan bahkan ribuan wanita yang mengantri untuk menjadi istri sah Seok Jin.

Pernah suatu ketika, aku menanyakan perihal tersebut padanya. Ia dengan santai menjawab, "Jawabannya adalah kamu."

Tapi, pemikiranku tentang status kami yang berbeda telah lama menghilang seiring waktu berlalu. Setelah aku resmi menjadi kekasih Seok Jin, semua beban dan segala pikiran negatifku menghilang. Hanya saja, dalam beberapa kasus, aku harus kuat menerima sifat kami yang bertolak belakang. Aku adalah tipikal gadis yang selalu insecure terhadap penampilan. Mulai dari wajahku yang berjerawat dan tubuhku yang gemuk. Padahal, hanya memakan beberapa roti saja aku merasa tubuhku mulai berat. Sementara Seok Jin? Mau makan sebanyak apapun tetap saja tak bisa mengimbangi beratku. Untuk pertama kali dalam seumur hidupku, aku iri dengan seorang pria.

Ah, satu hal lagi. Seok Jin pandai memasak. Sementara aku? Jangan ditanya. Menghidupkan kompor saja masih buka google dulu. Terkadang aku sempat meragukan apakah aku ini benar-benar seorang wanita atau bukan.

Berhubung Seok Jin terus memaksaku untuk terus bercerita, dengan berat hati aku akan bercerita tentang reunianku tadi. Sambil mengambil posisi yang nyaman untuk berbaring, aku mengingat satu per satu rangkaian acara reunian SMAku.

Berbicara masalah insecure, aku sudah terbiasa menerima cemooh orang-orang terhadap penampilanku. Hanya saja, untuk kasus sekarang sudah berbeda. Statusku sudah berubah, dan aku seharusnya bisa menjaga imageku dengan baik agar tidak mempermalukan diriku sendiri, dan juga Seok Jin.

Saat reunian tadi, aku cukup risih dengan teman-teman seangkatanku yang datang dan berbicara padaku seolah-olah saling mengenal sejak lama. Padahal, tau namanya saja tidak. Berkat statusku yang sekarang, mereka datang padaku dengan memakai topeng kemunafikan dan berkata, "Hai, Woo Ri. Sudah lama tidak bertemu. Kau tambah cantik saja."

Aku bahkan tidak ingat kapan kami bertemu. Mendengar itu aku hanya tersenyum simpul dan sesekali membalas ucapan mereka dengan berkata 'terimakasih.' Dan lucunya, setelah mereka berkata demikian, mereka membicarakan hal-hal yang tak ingin kudengar mengenai wajah dan badanku, di belakangku.

"Pokoknya mereka bilang aku itu nggak pantas disandingkan sama kamu. Ibaratnya aku itu itik buruk rupa, dan kamu itu angsa yang paling menawan. Beda jauh walau masih satu kebangsaan." Usaiku bercerita dengan panjang lebar. Sementara itu, yang di seberang sana hanya membalas dengan cekikikan.

"Bahagia banget, ya, kamu? Iya, ketawa aja sepuasnya sampai aku berubah jadi cantik." Aku memanyunkan bibirku mengungkapkan perasaan sebal.

"Oke, oke." Dia berdehem sebentar. "Kamu lagi di kamar, 'kan? Coba cek dekat meja rias kamu. Aku ada letak sesuatu di sana."

Terkadang, Seok Jin memang sering mengunjungiku ke rumah. Dia bahkan membuat kunci duplikat untuk dirinya sendiri, sehingga ia bisa masuk meskipun aku tidak ada di rumah. Seok Jin mungkin memang pria dengan segala humornya, tapi ada sisi lain yang hanya aku sendiri yang mengetahuinya. Saat aku pulang dari kantor, aku mendapati sticky note yang terletak di atas meja makan dan bertuliskan, 'Selama ada aku, jangan berpikir untuk diet.' Dan yang benar saja. Di atas meja terdapat bermacam-macam makanan yang kusuka. Dia memasak semua makanan itu untukku.

"Apa yang kamu letak? Nggak ada apa-apa kecuali barang-barangku." Mataku terus menyapu seluruh meja riasku, tapi aku tidak menemukan sesuatu seperti 'barang pemberian Seok Jin'.

"Coba liat ke depan."

Aku mengikuti instruksinya.

"Apa yang kamu lihat?"

"Aku."

"Kamu tau? Sekarang aku lagi ada di Museum Gallery Art. Ada banyak sekali karya-karya yang indah di sini. Tapi ternyata, ada sebuah karya yang terlupakan oleh mereka dan aku juga yakin, tidak satu pun dari mereka bisa memiliki karya itu."

Aku terus mendengar celotehan Seok Jin sambil menahan senyum.

"Ya. Karya indah itu ada di depanmu."

- Fin.

by: adoraaime

Hipnotisme Jiwa ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang