12: Senandung Melodi Jiwa

76 15 14
                                    

Oleh wheresmywatermelon

Semua orang sudah mengecapku dengan seribu nama, dan aku tidak pernah keberatan untuk mendengar namaku dipanggil beriringan dengannya.

Mereka bilang aku adalah orang yang tak tahu diuntung, ketika mereka melihatku merasa hancur meski ribuan apresiasi terus berdatangan.

Mereka bilang aku adalah orang yang gila, ketika mereka melihatku melepaskan nama-yang kuperoleh dengan mengorbankan hampir seluruh jiwa dan ragaku di masa lampau-dalam satu nafas.

Aku tidak bisa menyangkal itu semua, karena pada kenyataannya aku memang sudah kehilangan gairahku dalam berkarya, membuatku jatuh dalam lautan pikiran yang tidak pernah berbisik eksistensi macam apa yang ada di dalamnya.

***

Ini adalah hari ke-23, posisi kapal yang kutumpangi masih berada di Teluk Benggala.

Aku menatap langit yang mulai melukiskan bintang, tak disangka-sangka waktu sudah menunjukkan jam sembilan belas. Ombak seolah menari-nari meminta perhatian, bergerak naik turun dengan kecepatan yang tidak selaras dengan lainnya.

Sebuah rasa mulai merasuki seketika, mengingat dimana dua komponen musik-tempo dan dinamika-pernah membuat jiwaku diisi oleh rasa yang membara. Aku langsung mengesampingkan rasa itu dan menatap tangan kananku yang sedari tadi mengenggam segelas anggur merah, kalau bicara tentang masa lalu (lagi), terpisah dengan tuts piano selama 1 jam saja bisa membuat jariku seolah mati rasa.

Kali ini aku benar-benar merasa sekujur tubuhku hampa, sepertinya jiwaku sudah hilang tenggelam dalam laut yang luas ini, tidak ada yang tahu bagaimana cara memperolehnya lagi. Memang benar nalarku terlalu bodoh untuk memberi titah pada raga untuk pergi ke Vienna-kota musik dunia, saksi nyata dari semua karya legendaris yang menoreh sejarah dan rona inspirasi dalam diriku yang dulu-untuk merenggut kembali jiwaku itu.

Musik yang merupakan jiwaku itu sudah hilang meninggalkan impresi yang tidak menyenangkan, sebuah tekanan, tidak ada lagi hal yang mampu membuatku tersenyum dalam kenikmatan selagi menulis semua angka-angka not balok yang begitu kugemari dulu.

Yang kutahu, Yoongi si prodigi musik kini sudah lenyap dari dunia.

Aku langsung meneguk seluruh anggur merah itu tanpa meninggalkan sisa, aku mampu merasakan tenggorokkanku seolah terbakar, kepalaku seketika berputar bagaikan akal baru saja kehilangan kendali.

Dan secara tiba-tiba juga aku mampu mendengar banyak teriakan yang memekakkan telinga, bahkan saat ini aku tidak mampu membedakan apa sumber suara itu adalah jerit frustasi dari relung hatiku atau memang realitas yang kini berlangsung. Aku mampu mendengar suara kru kapal yang berteriak untuk mengevakuasi semua penumpang-oh, tenyata ini nyata.

Namun semua teriakan itu seolah teredam oleh melodi yang memanjakan indera pendengaranku seketika, nyanyian seorang wanita.

Aku langsung mengalihkan kepalaku ke arah sumber suara, pandanganku yang perlahan buram menemukan seorang wanita yang nampak menjulurkan tangan dari laut sana dengan senyum yang merekah di wajah cantiknya. Aku sempat diam terpaku sambil menikmati melodi yang terus ia nyanyikan.

Kesadaran lantas menimpa, nampaknya aku telah menemukan jiwaku yang hilang.

Entah sudah berapa tahun lamanya, aku akhirnya menemukan sebuah musik yang mampu membuat hatiku puas tanpa harus menelan pahitnya perasaan gundah. Sungguh melodi ini adalah karya terindah yang pernah kudengar sampai-sampai rasanya Beethoven tidak mampu menandinginya.

Kalau merengkuh tangan wanita itu mampu membuatku hidup dengan bahagia, dikelilingi gairahku terhadap musik yang membuatku merasa lengkap ... mengapa tidak kucoba saja?

Aku langsung balik menjulurkan tangan, kami terus merengkuh satu sama lain sampai saling menggengam. Aku bisa merasakan seluruh tubuhku tertarik ke dalam lautan. Ya, lautan biru yang sudah 23 hari aku arungi untuk mencari jiwa yang hilang.

Alih-alih ingin meraih jiwaku, seketika aku malah merasa kehilangan.

Bukan, bukan musik. Tapi benar-benar nyawaku baru saja hilang.

Meski pandanganku mulai terasa berat dan rasa sakit mulai menjalar ke seluruh raga, aku mampu melihat wanita itu memakan jantungku dengan lahap.

-the end.

Hipnotisme Jiwa ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang