Satu (Novel Version)

464K 15K 303
                                    

Adalah hari yang begitu menyebalkan bagi Tara yang masih terus mengumpat sepanjang perjalanannya menuju kamar lelaki tengil itu. Sangat disayangkan bahwa makhluk menyebalkan itu adalah adik kandungnya. Wajahnya sangat tidak sebanding dengan tingkah lakunya. Ia benar-benar tak habis pikir dengan kelakuan si Tengil yang benar-benar tengil itu. Sebenarnya Nyonya Nirina Handoyo yang cantik ngidam apa sih, sampai lahir anak yang tengilnya ampun ampunan begitu?

"Eh, Tengil! Lo tuh bener-bener, ya! Kenapa lo tolak tawaran itu tanpa pemberitahuan ke gue dulu?!" Tara berteriak ketika berhasil membuka kasar pintu kamar laki laki paling menyebalkan yang pernah ditemuinya.

Daniel Bagaskara Handoyo hanya menatap malas pada kakaknya yang cerewet dan kemudian asyik melanjutkan menatap ponsel di tangannya. Tara yang geram atas tingkah sang adik, segera masuk ke dalam kamar lalu memukul kepala si Tengil yang sedang berselonjor di atas kasur.

"Woy! Apaan sih, lo!" Daniel meringis mengusap kepala. "Kenapa lo tolak tawaran itu, Tengil? Sebelumnya lo udah setuju mau ambil film ini. Terus sekarang apa? Lo seenak jidat nolak tanpa konfirmasi dulu sama gue?!" Suaranya semakin mengeras ditambah kedua tangannya yang kini berkacak pinggang turut menyampaikan betapa murkanya perempuan berambut sebahu itu.

Bertahan dengan ekspresi santainya, Daniel membalas, "Gue nggak nolak film itu. Gue cuma nolak lawan mainnya."

Tara menarik napasnya dalam. Ia tahu, ia takkan pernah menang berdebat dengan Daniel karena tak pernah mengerti jalan pikiran adiknya yang tengil itu.

"Lo tenang aja, Mas Harri bilang dia akan ganti lawan main gue. Makanya sebelum marah-marah, konfirmasi dulu kebenarannya sama gue," kata Daniel lagi.

"Tapi udah tiga orang yang lo tolak. Harri sendiri yang bilang sama gue kalau aktris keempat ini masih nggak cocok sama lo, lo mau nolak film itu," balas Tara langsung.  

"Berarti dia harus kerja lebih keras untuk dapetin lawan main yang cocok sama gue."

Tara terperangah tak percaya. Bagaimana bisa laki-laki itu menjawab dengan begitu santai?

Lagi, wanita 30 tahun itu mengembuskan napasnya, mencoba untuk tetap tenang dan bersabar. "Terserah! Gue nyerah menghadapi orang tengil macam lo!"

Seharusnya Tara tidak usah heran. Ini bukan sekali-dua kali Daniel bertingkah menyebalkan seperti ini. Hampir 6 tahun menjadi manajernya, Tara selalu berada di kondisi seperti ini saat ada tawaran proyek dan Daniel yang selalu tidak cocok dengan lawan mainnya. Laki-laki tengil itu susah sekali cocok dengan orang lain.  

Bukan hanya banyak tidak cocok dengan lawan main, Daniel juga sering tidak cocok mengenai asisten ataupun supir yang Tara pilihkan untuknya.

Omong-omong asisten ....

"Terus juga, kenapa lo pecat Karina?!" Kekesalan yang baru saja Tara coba tekan, kini muncul lagi ke permukaan saat wanita itu teringat mengenai Karina—asisten Daniel entah keberapa yang laki-laki itu pecat seenaknya padahal baru beberapa hari kerja.

"Karena gue nggak suka. Dia terlalu banyak ngatur dan terlalu ganggu."

"Terus gue harus cari asisten lo ke mana lagi? Ini udah orang keempat selama satu bulan yang lo pecat!" Tara terlihat semakin murka. "Lo itu kebiasaan ya, sama aja kayak kerjaan, lo juga kenapa sih seneng banget mecat asisten seenak jidat? Nggak pakai bilang-bilang dulu lagi."

Daniel hanya mengedikkan bahunya, masih santai dengan ponsel di tangan. Tara kembali menggeram dan memutuskan keluar dari kamar adiknya itu, tidak lupa untuk membanting pintu dengan kasar. Daniel benar-benar gemar sekali membuat kepalanya nyut-nyutan.

Romankasa [Terbit]Where stories live. Discover now