34. Berapa Lama?

9.3K 1K 45
                                    




           

Sarah hanya dapat melongo mendapati keempat ban mobilnya kempes. Perempuan itu berjongkok untuk mengecek. Mendesah geram.

"Sialan, ini mah gue di kerjain!"

Jelas sekali kempes bannya tidak wajar. Seolah di sengaja. Lagipula, masa seluruh bannya kena paku? Sarah mengedarkan pandangannya ke sekitar. Suasana begitu sepi. Ya, tentu saja, Sarah baru pulang untuk mata kuliah jadwal paling akhir. Hari sudah keburu sore. Apalagi besok tanggal merah. Tidak ada yang berminat mengerjakan tugas di kampus juga.

"Bella sama Kiara udah balik lagi," dengusnya mengambil ponsel di saku. Hendak menghubungi salah satu dari mereka. Bella tidak mengangkat sementara ponsel Kiara tidak aktif.

Sarah mencari kontak dengan tergesa. Hampir saja menekan nama Ghian di layar. "Errgh...Ghian lagi, Ghian lagi." keluhnya.

Hidupnya memang selalu di penuhi nama laki-laki itu. Apa-apa Ghian. Semuanya Ghian. Sarah jadi menyesali kehidupannya yang kurang berkembang. Fokus utamanya jadi tentang Ghian.

Ia menghela napas gusar. Kembali menatap layar ponsel. Seharusnya setelah ini dia pergi ke rumah sakit. Menjenguk Emir lagi. Tadi siang juga Sarah sudah menelponnya untuk mengabari.

"Kenapa, sayang?" suara cempreng menjengkelkan memenuhi gendang telinga Sarah. Ia mendelik melihat Ratu dengan dua temannya berada tidak jauh dari mobilnya terparkir. "Mobilnya mogok?"

Mata Sarah terpicing. "Elo!? Jangan-jangan lo ya yang ngempesin ban mobil gue?! Dasar pelacur nggak tau diri!" sejujurnya Sarah tidak ingin menyentak. Tapi emosinya langsung tersulut begitu saja hanya dengan melihat Ratu.

"Lo.. bukan.. selera.. Ghian."

Sialan. Sialan. Sialan.

Semuanya tercampur aduk di kepala Sarah. Terasa kepalanya yang hendak meledak saking emosinya.

Tangan Ratu yang bersidekap turun dan mengepal disamping tubuhnya. "Brengsek. Jaga ya mulut lo itu!"

"Ada bukti apa lo main nuduh Ratu yang ngempesin ban mobil lo?" salah satu gengnya mengompori.

"Diem lo jablay darat. Gue nggak ngomong sama lo!" tunjuk Sarah tepat ke depan mukanya. Membuat dia tercengang selama beberapa saat. "Lo kalo benci yang fair, dong! Jangan main sampah kayak gini! Cupu lo!"

"Fair lo bilang? Contohnya gini?" tau-tau Sarah merasakan rambutnya ditarik menyamping. Matanya membelalak. Belum siap dengan gerakan tiba-tiba yang dilakukan Ratu.

Tak ingin harga dirinya diinjak begitu saja. Cepat dua tangan Sarah ikut menarik rambut Ratu. Aksinya sudah seperti cewek-cewek alay yang sedang berkelahi. Sarah sering kali nyinyir jika melihat hal itu terjadi. Nyatanya dia harus menjilat ludahnya saat ini. Dengan catatan bukan dia yang memulai.

Tau rasanya bisa menjambak didepan muka orang yang kalian benci? Puas sekali. Meski dia harus menahan ringisan akibat nyeri di kepalanya. Tetapi mendapat wajah Ratu sama meringisnya seperti dia. Benar-benar ada kepuasaan terpancar dalam tubuhnya.

"Rat, terus, Rat! Jangan kasih kendor! Maju, Rat!! Semangat, Rat!"

Memang dasar alay. Seharusnya melihat sahabatnya berkelahi di lerai. Bukannya malah di semangati begitu. Brengsek.

Umpatannya ia simpan dalam hati. Tidak ingin kehilangan fokus untuk mengeksekusi Ratu di hadapannya. Tubuh mereka berdua bahkan sudah berada di tanah. Sarah yakin bajunya juga sudah kotor. Sial, kalau begini tidak bisa langsung ke rumah sakit. Bisa-bisa dia di anggap orang gila. Rambutnya juga pasti kusut sekali.

How Does It FeelDonde viven las historias. Descúbrelo ahora