38. Memberi Tau

9.9K 1.1K 79
                                    




           

Pintu kamar Sarah di tutup kembali. Lagi-lagi tadi mbok Biyah menghampiri kamarnya untuk menawari perempuan itu makan. Karena merasa tidak enak, Sarah minta di buatkan sosis goreng dan orak-arik telur saja. Takutnya kalau ia tidak makan, mbok Biyah pasti melapor ke mama dan sudah bisa Sarah bayangkan bagaimana mama akan mengoceh.

Bukan tanpa alasan Sarah tidak beranjak dari kamarnya. Dia sampai membatalkan janjinya dengan Agatha untuk nonton film. Agatha? Tentu saja perempuan itu ngomel-ngomel. Namun mendengar nada suara Sarah yang terlihat lesu tak berdaya, Agatha segera tahu bahwa ada sesuatu pada sahabatnya.

"Gue ke rumah lo sekarang!"

Mulut Sarah belum terbuka sempurna untuk menjawab. Namun sambungan telpon terputus. Ia menghela napas panjang, merebahkan tubuhnya diatas kasur. Bayangan percakapannya semalam dengan Emir masih memenuhi seluruh otaknya. Berulang kali Sarah terpaku, menyangka kalau ini semua hanyalah mimpi. Namun pesan singkat Emir tadi pagi memporak porandakkan segala asumsinya.

Emir Azra Kasyafani: take your time

Emir Azra Kasyafani: okay?

Nggak okay, Mir!

Sarah memijat pelipisnya. Merasakan nyut-nyutan yang entah sejak kapan hadir. Memang sejak pertemuan awal mereka, ada sedikit harapan untuk Emir. Dia berharap kalau Emir yang akan menggantikan posisi Ghian. Namun Sarah tidak menyangka akan secepat ini dan efeknya bisa sebegininya pada dirinya. Saat Emir sudah menyatakan perasaannya, Sarah malah yang kelabakan seperti ini.

"YA BAGUS DONG!" Sarah sampai harus menyipitkan matanya dan menutup telinga mendengar seruan Agatha barusan.

Agatha benar-benar datang ke rumah, suara kakinya menaiki tangga yang grasak-grusuk terdengar sampai kedalam kamar Sarah.

"Dari awal dugaan gue emang nggak salah. Lo tau nggak sih? Sepanjang hari gue ngomongin lo berdua sama Dion. Gue tu tau banget kalo Emir suka sama lo!"

Mata Sarah mengerjap. "Kenapa lo bisa tau?"

"Ck!" Agatha berdecak. "Lo tuh sebenernya sama aja kayak Ghian. Sama-sama gobloknya kalo urusan kayak ginian. Ya kali lo nggak ngerasa sikap Emir beda ke lo dari yang lain?"

"Contohnya?"

"Dia chat lo terus. Nelpon juga. Ngajakin lari pagi tiap minggu. Nyari makan bareng. Gila apa lo sampe nggak nyadar? Dia rela ngeluangin waktunya buat lo, woi!"

"Lo juga rela ngeluangin waktunya buat ke rumah gue. Apa bedanya?"

Agatha mendesis sebal. "Terserahlah. Batu banget di bilangin. Yang penting Emir udah bilang ke lo dan dia udah buktiin dugaan gue selama ini!" ucapnya bangga. "Terus lo jawab apa?"

Sarah meringis, menggelengkan kepalanya. "HARUSNYA LO JAWAB IYA!"

"Tha!"

"Ih, kesel gue, apaan sih lo sok nggak langsung jawab. Tinggal jawab aja iya apa susahnya sih? Cowok kayak Emir itu udah pas lah buat pasangan, nggak kayak Ghian yang masih awut-awutan nggak jelas juntrungannya. Bisa-bisanya lebih milih cewek modal tampang diluar sana daripada lo!"

Sarah terkekeh. "Jadi lo yang sewot, Tha."

"Ya, sewotlah! Kesel gue sama Ghian! Udah dikasih kesempatan malah nggak digunain kesempatan dengan baik,"

"Ya.. bukan gitu, Tha. Kalo emang Ghian nggak bisa mau gimana? Mungkin Ghian udah bener-bener nganggep gue kayak sahabatnya banget sampe-sampe buat ngerubah itu semua... rasanya aneh."

"Bodo, tetep kesel," Agatha terdengar malas. "Balik lagi ke Emir, terus rencana lo gimana kedepannya? Lo mau jawab kapan?"

"Ntarlah, Tha. Gue masih bingung... syok... nggak nyangka! Masa sih Emir suka sama gue?"

How Does It FeelМесто, где живут истории. Откройте их для себя