Chapter 1 - Pertemuan

6.9K 273 8
                                    

Chapter 1
Pertemuan

Langkah kaki yang sudah goyah itu tidak menyerah untuk terus berlari ke kedalaman hutan.

Mengabaikan lukanya sendiri yang terus mengucurkan darah seolah sengaja membuat jejak kemana pun dia pergi, justru di saat dia ingin melarikan diri. Pria itu terus mendekap seorang bayi mungil dalam pelukannya. Bayi itu terus menangis seolah tahu bahwa dirinya sedang dalam bahaya.

"Sshh... tenanglah sayang, atau mereka akan mendengar tangisanmu," ucap pria itu dengan suara yang parau untuk menenangkan bayi dalam gendongannya. Pria itu sudah tidak sanggup lagi berlari dan kini hanya bisa berjalan tertatih. Tenaganya terasa hampir habis dan pandangannya mulai buram.
Ia bertekad untuk tidak menyerah sampai di sini, setidaknya sampai dirinya memastikan kalau anaknya selamat.

Secara kabur, ia melihat sebuah pondok kecil. Dengan harapan akan ada seseorang yang bersedia menyelamatkan nyawa anaknya, dengan sisa tenaganya pria itu mencoba mencapai pondok kecil di tengah hutan tersebut.

"Apa... ada orang?" ia bisa mendengar suaranya sendiri yang semakin melemah. Tak ada jawaban sama sekali dari dalam pondok. Tangannya yang berlumuran darah terangkat dan mendorong pintu kayu pondok itu dan tanpa dia duga, pintu itu terbuka dengan mudahnya.
Pria itu melangkah ke dalam pondok dengan terhuyung-huyung. Ketika ia melihat ke sekeliling, harapan terakhirnya sirna. Pondok itu kosong.

Pandangannya berputar, pening yang tak terkira melanda kepalanya hingga tubuhnya tidak kuasa untuk tetap berdiri. Sekalipun ia terjerembab ke tanah, tetapi pria itu merasa beruntung karena punggungnya yang terlebih dulu menghantam kerasnya tanah hingga bayi kecilnya tetap aman berada di atas dadanya.

Nafasnya terengah. Ia berpikir, apa ini akhir dari hidupnya dan anaknya? Menyusul istrinya yang sudah lebih dulu pergi dari dunia ini?   

Saat pandangannya semakin mengabur, ia melihat sosok yang tidak biasa mendekat.

Nirva Arjun Alifiano merasa kalau ini memang akhir dari hidupnya, terbukti dari ia yang kini tengah berhalusinasi melihat sorang gadis cantik dengan tubuh setengah ular.

***

Sangguni mengendus, menghirup udara yang menghantarkan wangi darah yang sangat nikmat, lalu pendengarannya sayup-sayup mendengar suara tangisan bayi, "Ah... ada orang bodoh yang membuang bayinya lagi. Mungkinkah ini wangi darah bayi itu?" Sangguni menjilat bibirnya sendiri dengan lidahnya yang bercabang, nafsu makannya segera bangkit. Ia bergegas menuju sumber suara bayi yang ia dengar. Semakin menuju ke arah datangnya suara tangis bayi itu, wangi darah yang nikmat itu semakin pekat, jadi sudah bisa ia pastikan bahwa tangisan bayi dan wangi darah yang menggiurkan itu memang datang dari sumber yang sama.

Begitu melihat sebuah pondok kecil di tengah hutan, Sangguni menyeringai menampilkan kedua taringnya, "Ketemu!" ucapnya dengan nada bahagia, namun akan membuat merinding siapa pun yang mendengarnya. Gadis cantik itu bergerak cepat menuju pondok tersebut, namun pergerakannya tidak meninggalkan jejak sedikit pun  di atas tanah yang ia lalui.

Begitu sangguni memasuki pondok kecil tersebut mata gadis itu berbinar, pupil runcingnya membesar menatap seorang pria berlumuran darah dengan seorang bayi di atas dadanya. Itu Nirva Arjun Alifiano dan anaknya.

Tubuh Sangguni bergetar karena dipenuhi oleh euforia yang melanda. Hari ini sepertinya adalah hari keberuntungannya karena ia menemukan dua mangsa yang memiliki wangi darah yang sangat nikmat dan pasti akan membuatnya puas tanpa harus bersusah payah beburu.

Sangguni mendekat pada Nirva yang terkapar dengan darah dibeberapa bagian tubuhnya. Gadis itu kembali mengendus, "Wangi darah yang sangat nikmat itu ternyata wangi darah milik pria ini," Sangguni menjulurkan lidah bercabangnya yang panjang lalu menjilat darah di wajah pria yang kini tengah menutup matanya. Sangguni  tahu bahwa pria itu masih hidup walaupun sudah sangat lemah, ia masih bisa mendengar detak  jantung dan hembusan nafasnya.

SangguniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang