Chapter 6 - Alasan

3.3K 221 5
                                    

Chapter 6
Alasan

Nirva terbatuk-batuk dengan canggung lalu segera memalingkan wajahnya dan pandangannya dari ekor ular Sangguni. Nirva lupa, walaupun Sangguni bukan sepenuhnya manusia, tetapi ia tetaplah seorang wanita dan memang sangat tidak sopan menatap tubuh bagian bawah seorang wanita secara intens seperti itu, "Maafkan... aku tidak bermaksud."

Sangguni terkekeh melihat tingkah canggung Nirva, "Ngomong-ngomong, untuk apa kau berkeliaran di dalam rumah dengan meraga sukma?"

Ah... Nirva hampir lupa tujuannya meraga sukma kali ini karena keterkejutannya mengetahui jati diri Sangguni, "Sebenarnya aku sedang mencari roh Maura."

"Kau tidak akan menemukannya."

Nirva kembali menatap Sangguni, "Apa maksudmu?"

Sangguni kembali mengubah wujudnya ke wujud manusianya. Ekor ularnya kembali berubah menjadi sepasang kaki yang jenjang, "Maura sudah pergi. Dia sudah beristirahat dengan tenang."

Nirva memandang perubahan wujud Sangguni dengan takjub, namun tidak kehilangan fokus pada pembicaraannya, "Dari mana kau tahu?"

"Saat hari pertama aku datang kemari, tepat di hari pemakaman mendiang istrimu, aku melihatnya. Dia berpesan agar kau hidup dengan baik."

"Kau tidak sedang berbohong padaku kan?"

"Untuk apa aku berbohong padamu? Tidak ada untungnya untuku."

"Kenapa saat itu kau tidak memberitahuku?!"

"Hei. Kau sedang berduka dan menangis memeluki jasad istrimu dengan dikelilingi banyak orang. Dan aku orang baru diantara kalian tiba-tiba harus bilang bahwa aku melihat roh Maura di hadapan banyak orang? Mereka akan menganggapku gila, dan pastinya kau juga akan menganggapku gila saat itu."

Nirva menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, air matanya meleleh begitu saja, "Aku belum meminta maaf padanya atas apa yang telah aku lakukan. Aku yang menyebabkan semua ini terjadi," ucap Nirva dengan suara bergetar.

"Menurutku sekalipun kau menceritakan penyesalanmu pada Maura, dia tetap tidak akan marah padamu ataupun menyalahkanmu. Aku lihat dia adalah wanita yang baik. Lagi pula, bagaimanapun kau menyesalinya, semua sudah terjadi. Waktu tidak akan bisa diulang kembali," Sangguni bukan jenis wanita yang akan berbicara lemah lembut untuk menenangkan orang lain. Dia akan bicara apa adanya, menyadarakan orang tersebut akan kenyataan.

Nirva mengusap wajahnya dengan kasar. Apa yang Sangguni katakan memang benar. Penyesalannya tidak akan mengubah apa pun, Maura ingin dia hidup dengan baik, dan mendiang istrinya itu sudah beristirahat dengan tenang. Dirinya harus terus mengingat ketiga poin penting itu agar bisa melanjutkan hidup dan mengurus Damian dengan baik. Jika ia terus menyesal dan bersedih, justru itu akan membuat Maura tidak tenang di alam keabadiannya, "Terima kasih Sangguni."

"Aku tidak melakukan apa pun, jadi kau tidak perlu berterima kasih padaku."

"Tapi tetap saja kau sudah--"

"Ayo ikut denganku," Sangguni tidak ingin lagi mendengar Nirva mengatakan tentang 'hutang nyawa' atau balas budi padanya. Ada hal yang lebih penting yang ingin Sangguni tanyakan sejak pertama kali datang ke rumah ini. Sangguni beranjak dari duduknya lalu berjalan keluar kamar Damian menuju ruang tengah. Di belakangnya Nirva mengikuti gadis cantik itu. Sesampainya di ruang tengah, Sangguni menunjuk sebuah bingkai besar berisi sebuah foto keluarga, "Ini foto ayah dan ibumu kan?"

Nirva mengikuti arah yang ditunjuk Sangguni. Yang ditunjuk oleh gadis cantik itu memang foto keluarganya, "Iya itu memang fotoku, ayah dan ibu. Kenapa?"

SangguniWhere stories live. Discover now