Seven

3.2K 371 58
                                    

Semula kehidupan Hinata baik-baik saja, rumah yang nyaman dan orang tua yang selalu ada untuknya. Bagi Hinata ibunya adalah wanita terbaik dan teramah sedunia sementara ayahnya adalah laki-laki paling pengertian yang tidak ada bandingannya.
hari-harinya selalu di isi dengan kesenangan, Hinata merasa lengkap dan tidak kekurangan apapun.

Hingga suatu hari ayahnya mendapat panggilan kerja keluar negri, pekerjaan itu tidak bisa di tolak dan di keesokan harinya setelah berpamitan, ayahnya pergi.

Hinata tidak terlalu paham dengan apa yang terjadi, yang jelas ayahnya sangat sibuk hingga tidak bisa pulang berbulan-bulan, dia mendengar ibunya marah-marah di telfon, berkata bahwa ayahnya adalah bajingan atau semacamnya, wanita itu terus menyebut-nyebut perkara perceraian dan Hinata masih terlalu kecil untuk mengerti dengan apa yang sedang melanda keluarga kecilnya.

Maka dari situ masalah berubah menjadi semakin rumit, jika kemarin ibunya hanya menangis frustasi di dalam kamar sekarang dia mulai berpikir untuk menggantung diri atau melukai nadinya. Bahkan ketika ayahnya pulang wanita itu juga mengancam akan bunuh diri bersama Hinata, pertengkaran suami istri itu semakin memburuk dari hari ke hari. Hari-hari bahagia Hinata berganti menjadi mengurung diri di dalam kamar dan terisak di sudut ruangan. Dia menangis setiap kali mendengar kaca pecah dan seruan-seruan marah dari orang tuanya, dan Hinata merasa seperti dia... Akan gila.

Semuanya berakhir ketika orang tuanya pergi ke pengadilan, hak asuh Hinata jatuh kepada ibunya dan mereka bercerai. Hinata pikir itu semua adalah salah ayahnya, namun di belakangan hari Hinata juga mengetahui fakta bahwa ibunya berselingkuh. Jadi mereka berdua sama saja.

Marga Hinata yang tadinya 'akiyama' berubah menjadi Hinata, dia hidup berdua dengan ibunya, wanita itu memilih untuk hidup dan membesarkan anaknya seorang diri, dia bilang tidak ada laki-laki yang dapat di percaya atau apapun, dan sejak saat itu meski Hinata hidup tanpa ayah, ibunya tetap melengkapinya.

Hinata menyayangi ibunya sepenuh hati sama seperti wanita itu menyayanginya, meski kehidupannya berubah drastis, dari kaya raya menjadi sederhana, dari rumah mewah menjadi minimalis, dari makanan mahal yang berkualitas menjadi makanan murah, tapi itu tidak masalah bagi Hinata, selama ibunya masih di sana bersamanya, maka dia baik-baik saja.

Ibunya mungkin membuat banyak kesalahan, tapi wanita itu tidak pernah membiarkan Hinata sendirian, dia selalu mencium dahi dan pipi Hinata saat bocah itu pergi dan pulang sekolah, selalu memeluk Hinata ketika dia merindukan ayahnya atau bermimpi buruk, selalu memuji Hinata ketika mendapat nilai ulangan yang bagus ataupun buruk, mendukung dan menyemangatinya setiap dia berlatih voli, ibunya selalu ada dan waktu itu Hinata merasa... dirinya lengkap kembali.

Namun takdir sepertinya berkata lain, saat Hinata berusia 14 tahun, ibunya
Menderita sakit parah, mereka tidak punya banyak uang untuk membawanya kedokter, jadi Hinata hanya bisa membeli obat-obatan untuk ibu yang di cintainya.

"Shoyou... Kaa-san sudah menyebabkan banyak penderitaan untuk kita berdua, kamu harus kehilangan masa kecilmu karna aku dan ayahmu, kamu harus hidup dengan bersusah payah karna ke egoisanku. kaa-san tidak bisa hidup tanpamu shoyou...

maafkan kaa-san... Karna tidak bisa membuat mu merasa lebih baik dan hanya membuatmu makin menderita setiap hari..." Wanita itu menyentuh menangkupkan tangannya yang lemah di pipi putranya, air mata membasahi wajahnya dan bibirnya yang pucat terlihat gemetar di setiap perkataannya.

Hinata menggelengkan kepalanya, air matanya sendiri juga sudah menetes di celananya, Hinata bahkan sudah selalu menangis sejak ibunya lumpuh dan terbaring lemah di atas kasur.

dia menyentuh tangan wanita itu dan menghapus air mata yang mengalir turun dari mata ibunya.

"Kaa-san salah... Tidak ada yang harus kaa-san lakukan untukku, kaa-san sudah membesarkan ku dengan baik, sudah ada untukku sejak awal, kau bekerja untukku, melindungiku, kau ibu sekaligus ayah bagiku, tidak ada yang kurang kaa-san, bahkan meski kita hidup seperti ini dalam segala kesusahan, aku sangat bahagia..." Ibunya tersenyum dan menghembuskan nafas lega. Seakan beban dunia yang telah lama di pikulnya lenyap begitu saja.

[KAGEHINA] I'll Be ThereWhere stories live. Discover now