Memory yang Tertinggal

183 10 0
                                    

     Hari-hari setelahnya, Ellena tak kelihatan. Eru berusaha mencari tahu. Tidak. Tidak dengan datang dan mengetuk pintu rumah seberang. Lelaki itu tak punya keberanian untuk melakukannya.

     Disini, dari ambang jendelanya. Jendela seberang, tempat dimana tatapan mata mereka pertama kali bertemu - yang ternyata adalah jendela kamar Ellena -, tertutup rapat.

     Bahkan hingga sesore ini, jendela masih menutup. Pun tak tampak semburat sinar lampu seperti biasa.

     Eru mendesah dalam penat. Berdiri, diregangkannya otot-otot yang kaku. Sedari siang dirinya duduk mengamati jendela Ellena, dengan harapan akan melihat gadis itu. Nihil.

     Perut Eru keroncongan. Didapur, tak ditemukannya makanan berarti. Diraihnya sekotak salad. Sambil makan, dirinya teringat kembali, cake pisang lembut dari Ellena , juga japchae lezat masakan gadis itu.

     Rindu. Rasa itu tak tercegah. Tak lagi sembunyi-sembunyi, rindu ini dengan lantang menggedor pintu hati Eru.

     "Ahh, Ellena-ya...neol eodiya?*, batin Eru lirih. (*kamu dimana?)

     Eru beranjak, kotak salad yang isinya masih banyak ditinggalnya begitu saja.

     Kembali ke kamar, Eru melangkah ke tempat yang telah lama dia lupakan, sudut kamarnya. Diraihnya gitarnya dan duduk dipinggiran kasur.

     Denting senar mengalun, melantunkan bait-bait penuh kerinduan, tanpa cela.

     Benaknya terus memutar hari yang dilewatinya bersama Ellena. Jantungnya mendetakkan nama gadis itu.

     "Oppa, kau lupa padaku?"

     Sebaris tanya yang pernah Ellena ucapkan itu menyeruak, membuat mata terpejam Eru terbuka.

     Lupa? ...lupa??

     Perlahan, Eru lebih giat membuka kembali kotak memori, dalam kepalanya.

     Ellena... Gadis mungil berambut hitam halus, pendek sebahu. Gadis dengan semangat yang seakan tak pernah habis. Wajahnya yang manis selalu tersenyum. Mata coklatnya berbinar dan sapaan ramahnya...

     Ah! Ada! Seorang gadis... Ya, gadis bernama Ellena! Ya ampun! Eru merutuki kebodohannya. Bagaimana dirinya bisa melewatkan memori yang satu itu!

     Eru menyerbu meja tulisnya, menarik kasar laci dan mengobrak-abrik isinya. Diraihnya sebuah foto, dari tumpukan kertas lirik dan barang-barang lainnya.

     Dipandanginya foto itu nanar. Foto dirinya dengan seorang gadis berbaju khas rumah sakit. Mata coklatnya, senyum cerianya.. Ellena!

     Eru membalik foto itu. terdapat beberapa deret kalimat, ditulis oleh sang gadis.

-----------------------------------------------------------------------------------------------
Oppa, simpan foto ini, ingat aku yaa! :) Aku akan mendengarkan nasihat oppa dan tak kan menyerah! Oppa juga, teruslah berkarya! Oppa himnaeyo, oppa saranghaeyo! :)
- Ellena – Dec, 2016.
-----------------------------------------------------------------------------------------------

     Eru ambruk ke lantai. Matanya basah, bulir air mata terus berjatuhan.

     "Ellena-ya, mianhae*. Sungguh aku tak bermaksud melupakanmu. Ellena-ya, aku ingat, aku ingat sekarang. Mianhae Ellena-ya, mianhae...". (*maaf)

     Berbaring dilantai, Eru memandangi foto ditangannya sambil terisak, sampai akhirnya dirinya tertidur, bergelung rindu.
###

ELLENAWhere stories live. Discover now