Dua

3.7K 25 0
                                    

Pintu di sebelah dirinya perlahan terbuka.

Ia sudah bisa menebak siapa yang akan muncul dari balik pintu itu.

Jane, dalam balutan mantel berwarna marun yang selalu ia kenakan setahun belakangan ini.

Perempuan itu terlihat sangat mudah diatur, meskipun ia selalu mengatakan yang sebaliknya. Rian ingat saat pertama kali memuji mantel milik Jane dan setelahnya perempuan itu hampir tak pernah melepaskan mantel tersebut dari hadapan Rian, meskipun Rian tahu mantel marun yang dikenakan Jane bertentangan dengan gayanya.

“Apa aku boleh bergabung denganmu?” tanya Jane sopan dan berhati-hati. Wajahnya terlihat cemas, bahkan mulutnya terlihat komat-kamit seakan berusaha keras merangkai pertanyaan yang tepat sebelum akhirnya ia katakan.

Rian menjawabnya dengan anggukan. Kemudian Jane segera duduk disebelahnya, tak terlalu memedulikan lantai berpasir yang akan membuat mantelnya kotor.

“Ada apa?” tanya Jane menggantung ketika tak satupun dari mereka membuka percakapan.

“Apakah menurutmu semua akan berjalan dengan lancar?”

Jane tidak langsung menjawab pertanyaan itu.

Ia mencermati wajah Rian yang sekilas tampak bersih dan menyenangkan bahkan di bawah kegelapan malam, namun cekungan di bawah matanya yang menyiratkan kecemasan juga terpampang jelas.

Jane tahu ada yang tidak beres.

“Tentu saja..” jawab Jane pelan. Kemudian ia berinisiatif untuk menggenggam tangan Rian yang dingin, pria itu tidak menolak, namun juga tidak membalas genggamannya.

Mereka sama-sama memandang ke arah langit yang polos. Rambut mereka berantakan karena diacak-acak oleh angin, dan pipi yang beku karena dingin.

Dan.. Jemari mereka masih saling bertautan.

MENIKAHWhere stories live. Discover now