4. SUGGESTION

79 34 12
                                    


“Kebahagiaanmu adalah kekuatan yang menjadi unsur dalam kehidupanku. Sedangkan kesedihanmu adalah kelemahan yang dapat menghancurkan seluruh kehidupanku.”
-Rizal-

Aku bahagia ketika kamu bisa kembali tersenyum, meski aku bukanlah alasan di balik senyuman itu.

Rizal menekan kotak biru bertuliskan ‘posting,’ setelah mengetik sebuah kalimat mutiara di kotak bertuliskan ‘status baru’.

Setiap hari, hanya ini yang bisa dia lakukan untuk mengungkapkan segala rasa yang ada di dalam hatinya. Menuliskan setiap kalimat yang ingin dia katakan kepada wanita yang tiada henti membayangi pikiranya, dengan harapan bahwa wanita itu benar-benar akan membacanya tanpa tahu siapa pemilik akun posting-an itu. Tentu saja tidak ada yang tahu bahwa Rizallah sang penulis kalimat bijak itu. Karena Rizal mengunggahnya pada satu akun bernama palsu.

Kemudian dia mengeluarkan napasnya perlahan. Menyandarkan kepala di atas lapisan tembok yang berada di sampingnya sembari memandangi perempuan yang tak jauh dari hadapannya. Tangannya menarik dasinya untuk mengendurkannya. Melepas dua kancing teratas untuk mengurangi gerah dari udara sekitarnya. Memang tak aneh jika siang hari udara terasa sangat gerah. Karena di jam istirahat, tentu saja kantin akan penuh sesak dengan para siswa.

Rizal duduk di atas dudukan yang terbuat dari pasir, semen, berlapiskan keramik biru, dan menempel dengan kantor sekuriti yang Rizal sandari dindingnya. Salah satu tempat langganan teman-temannya pada jam istirahat. Tidak ingin bergabung dengan pelajar-pelajar di atas bangku kantin.

“Padahal pertandingan kemarin lagi seru-serunya, eh berhenti di tengah jalan,” jengkel Danur. Dia duduk di hadapan Rizal dengan bangku plastik berwarna biru.

“Kayak loe berhasil masukin bola aja,” sindir Radit, pria pendek berkulit kecokelatan. “Rizal yang banyak masukin bola, biasa aja tuh.”

Merasa dibicarakan, Rizal mengalihkan pandangannya dari perempuan tadi menuju teman-temannya yang masih saja saling mengejek.

“Dari pada berisik, mending beliin gue cemilan,” ucapnya pada siapapun yang ada.

“Ck.” Rizal menoleh muak ke arah sumber suara decakan itu. “Loe kan punya dua kaki, nggak cuma punya uang. Kenapa nggak loe sendiri yang beli.” Seperti yang Rizal duga, lelaki itu kembali berceramah.

Rizal kembali mengalihkan pandangannya menuju Danur. Tidak ingin memerdulikan lelaki yang bersandar di atas tiang tengah yang juga terlapisi oleh keramik dengan kaki berselonjor menghadap Faris, Anwar.

“Nur! Beli keripik dong. Nanti loe, gue bagi satu bungkus. Gue lagi mager.” Rizal menunjuk ke arah kantin Mbok Asih tanpa peduli kalimat Anwar tadi. Sedangkan tatapannya belum lepas dari salah satu perempuan di sana.

“Lho, kan, malah nyuruh orang lagi,” ucap Anwar belum pantang menyerah.

“Ayolah, War. Hari ini aja gue males ke sana, ” bujuk Rizal agar temannya yang satu ini mulai diam dan tidak berceramah lagi.

“Eh, Anwar,” sapa suara perempuan tiba-tiba.

Rizal menoleh ke samping dan dia sudah mendapati Ayu dengan tampilan seperti biasa. Tanpa jas hitam, hanya dengan kemeja putih dan rok hitam yang ketat. Membuat Rizal semakin malas memandang perempuan ini.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 07, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

FORGET ITWhere stories live. Discover now