4. Bencana Pertama

4.3K 465 23
                                    

"Steve, kau tidak membuat Nave bekerja terlalu berat disini kan?" tanya Al curiga setelah berjam-jam ia habiskan waktunya untuk membantu Steve sedikit-sedikit. Sampai sekarang pun Steve masih sibuk dengan tumpukan kertasnya, membuat Al khawatir anak semata wayangnya juga mendapatkan perlakuan yang sama seperti suaminya.

"Kau tahu, dia masih enam belas tahun Steve. Jangan bebankan dia terlalu banyak pekerjaan" omel Al pelan sambil menatap suaminya. Al naik ke atas paha Steve untuk duduk disana. Tubuhnya bersandar nyaman di dada bidang Steve, yang tidak pernah berubah setelah lama mereka menikah.

"Aku tidak mungkin membebaninya Al. Aku juga diam-diam meminta staf untuk meringankan pekerjaannya agar ia dapat sedikit bersantai. Nave itu anak kita, mana mungkin aku tega menyiksanya bukan?" balas Steve lembut. Tangan besarnya tidak pernah bosan untuk membelai rambut mate nya. Al mengangguk senang, cukup puas mendengar jawaban dari suaminya.

Ditengah suasana yang tenang tersebut, wajah Al tiba-tiba berubah dan ia mulai menggeliat dalam pelukan Steve.

"Steve.... Aku rindu Mommy dan Daddy" lirih Al pelan. Semenjak ketakutannya semakin membesar, Al memang lebih membatasi hubungannya dengan orang lain. Bukan karena apa, namun dirinya merasa tidak pantas berada di antara mereka, ataupun sekedar bertingkah seperti dulu lagi.

Namun itu tidak membuat Al lupa akan keluarganya. Ia hanya terlalu malu, merasa tidak pantas dan memendam rasa rindunya terhadap keluarga.

Al berusaha terlihat dewasa, namun itu malah menyakiti dirinya sendiri baik secara fisik maupun mental.

Steve tidak tahan melihat mata berkaca-kaca tersebut, perlahan mengangkat tubuh Al dalam gendongan hangatnya lalu melangkah keluar dari ruang kantornya.

"Ayo beri kejutan pada mereka" final Steve sambil mencuri satu ciuman singkat bibir Al, yang sontak membuat wajah putih itu memerah dengan mata menatap lucu. Steve menelfon Nave agar ikut bersama mereka, namun ditolak mengingat jika Steve pergi, maka dialah yang harus menggantikan dadnya untuk menemui klien atau sekedar membantu kerja kakeknya.

Mata Al memicing curiga saat sadar bahwa rumahnya sedikit aneh dari yang terakhir ia lihat. Al segera melangkah turun, dan menemukan bahwa semua keluarganya tengah berada di rumah karena suatu hal.

"Mo-"

Tenggorokan Al terasa tercekat melihat keadaan Gena yang sekarang. Mommy kesayangannya tengah diinfus dan menggunakan alat bantu oksigen di kamarnya dengan Ryan. Daddy Al ada disana, terlihat terkejut melihat kedatangan putra bungsunya yang mendadak tersebut.

"Mommy!!"

Seperti yang Steve duga, Al segera menangis kencang dan duduk didekat mommynya. Ryan segera memeluk Al untuk menenangkan anak bungsunya itu, membujuknya agar tidak terlalu panik karena Gena hanya kelelahan. Al mudah kalut sekarang, jadi dia hanya menggeleng pelan lalu meraih tangan mommynya lembut.

Al menyesal tidak dapat selalu berada disamping mommynya seperti dulu. Al menyusahkan, dia takut keluar atau bertemu dengan orang asing jika Steve tidak ada bersamanya. Al takut jika seseorang menatapnya terlalu lama. Dia bahkan kadang mencurigai semua orang saat berada dalam kondisi terburuknya.

Al takut, seseorang tahu bahwa dirinya adalah Omega yang pernah-

"Baby tidak apa Sayang.... Ini bukan salahmu, Dokter Ares sudah bilang bahwa Mom Gena baik-baik saja kan? Tenanglah Sayang.... Tidak ada yang menyalahkanmu disini"

Steve sadar bahwa Al mulai bergetar tak karuan lagi saat melihat keadaan mommynya. Steve memeluk Al sayang, sementara Ryan mengusap pelan kepala Al memberitahu anak bungsunya itu bahwa semua akan baik-baik saja.

[END] My Mate 2 (boyxboy)Where stories live. Discover now