Malam itu, Jungkook tertidur pukul 1 dini hari. Mungkin Jungkook kelelahan menangis sampai ia tertidur.
Dan di dalam mimpi, Jungkook melihat dirinya menangis dengan semua cermin yang retak di sekelilingnya dan semua orang tertawa.
Jungkook lari dari bayangan itu, dia lari dan terus lari kemudian melihat bayangan baru.
Bayangan dirinya terkapar dan kakak dia tersenyum disana.
Kakak dia berjongkok dengan senyum yang tak hilang dan berkata 'Aku ingin tertawa Jungkook' dan bayangan kakak dia berubah menjadi Jimin dan menatap ke arah dirinya yang asli.
Berjalan mendekat kearah dirinya, semakin dekat.
Tubuh Jungkook entah kenapa kaku.
Jimin kini berada di depannya dengan senyum mengerikan, Jungkook tetap tak bergerak dari tempatnya.
Jimin mendekatkan bibirnya pada telinga Jungkook. Tangan Jimin berada di leher Jungkook seolah akan mencekiknya.
Dan Jimin berkata 'Menyedihkan' tangan Jimin mencengkram leher Jungkook,
dan Jungkook terbangun.
Jungkook terengah-engah, dia tahu tak seharunya dia tidur.
Mimpi itu terasa begitu vivid.
Jungkook memegangi lehernya seolah meyakinkan dirinya kalau tangan Jimin tak ada disana.
Jungkook terdiam selama beberapa menit di atas kasurnya.
Dia begitu ingat bagaimana orang tua dia selalu berkata untuk menjadi kakaknya hingga dia benci pada diri dia sendiri.
Kakak dia bukan orang yang sepenuhnya baik dan hanya dia yang tahu itu.
Kakak Jungkook selalu menang kejuaraan tanding Taekwondo, orang tua dia selalu berkata pada Jungkook untuk seperti kakaknya.
Tapi mereka tak tahu, kakak Jungkook melampiaskan segala kekesalannya pada Jungkook.
Memukulinya, mencacinya semua yang kakak Jungkook ingin lakukan pada orang yang dia benci, dia lakukan pada Jungkook. Sampai akhirnya kakak Jungkook sering berkelahi diluar kejuaraan, hanya Jungkook yang mengetahui itu.
Dan dia tetap melampiaskan semua pada Jungkook saat dia merasa tak puas. Jungkook tak bisa melakukan apapun, dia terlalu lemah dan takut, orang tua dia juga tak akan percaya maupun membela Jungkook.
Jungkook ingin menjadi kuat, sekuat kakaknya seperti yang orang tua dia inginkan.
Tapi saat sekarang dia sudah kuat, kesuksesan kakaknya adalah apa yang orang tua dia inginkan.
Jungkook lelah, sangat lelah menjadi bayangan orang lain. Dia mulai berkelahi, berkata pada diri dia sendiri untuk melampiaskan segala kekesalan pada berkelahi.
Tapi itu membuat semua lebih buruk, orang tua dia semakin membenci Jungkook.
Dan karena itu, lebih baik tetap berkelahi dan melampiaskan semua pada itu daripada terus mengingat orang tua dia yang membencinya, toh apapun yang dia lakukan orang tua dia tetap akan lebih menyayangi kakaknya.
Hingga akhirnya karena itu juga dia pindah sekolah.
Jungkook sudah menunggu di luar sejak pukul setengah 5 pagi seperti biasa.
Dia berdiam diri bersama dengan penjaga gedung apatment selama beberapa jam untuk menghilangkan kebosanan.
Berbicara banyak hal yang membuat mereka tertawa. Saat melihat seseorang tertawa karena dia, Jungkook merasa senang, dia merasa dia diinginkan dan seseorang bisa bahagia karena dia.
Tidak seperti saat orang tua dia bercerai, tak ada yang menginginkannya, orang tua dia hanya memperebutkan kakaknya.
Jungkook melihat mobil berhenti di pinggir jalan dan dia tahu itu ayahnya.
"Jungkook, bagaimana sekolahmu?" Tanya Ayah Jungkook yang keluar dari mobil dan menghampirinya, tak ada senyuman di wajah dia.
"Baik, aku tak melakukan kesalahan apapun dalam seminggu." Jungkook tersenyum pada Ayahnya, berharap dia akan membalasnya. Tapi tidak, dia hanya berdehem.
"Dengan tangan itu?" Jungkook terdiam dan menunduk mendengar itu.
Tangan dia sebenarnya sudah agak baikan, tapi untuk jaga-jaga Ibu Taehyung melarang dia lepas dari perban dan papan agar tulang dia tetap benar.
"Ingatlah, ini kesempatan terakhirmu, kau tahu berapa banyak uang yang Ayah keluarkan untuk kau bisa diterima disana." Jungkook mengangguk mendengar itu.
Dia berbalik dan membungkuk pada penjaga sebelum melambaikan tangannya.
"Kita berdua akan kemana?" Tanya Jungkook. Jungkook bukan exicted tapi dia hanya lapar, dan rindu makanan mewah.
"Bukan berdua, tapi bertiga." Ucap suara dari dalam mobil, dan dia bisa lihat kakaknya dengan senyuman yang sama dengan saat terakhir kali dia melihatnya.
Jungkook memicingkan matanya. Mendecih dan pergi.
Ayahnya berusaha memanggilnya untuk kembali, tapi Jungkook sama sekali tak berbalik.
Dia ingin pergi menjauh, dari sosok Ayahnya atau juga sosok ibunya di apartment.
Jungkook pergi, menjauh dari mereka yang bagi dia bukan rumah tempat dia kembali.
*
*
*
Author's noteHi ^^
Thanx for reading ><
Fine kah chapter ini?
Apa kurang mengeluarkan emosi kah?Next Chapter : Different
Masih belum jelas kapan update sih...
Mungkin pas album Tear ku nyampe? Sound legit, yang berarti 1-3 minggu lagi.Saran silahkan tulis di comment ^^
Bintang dan support kalian berarti banyak buatku ><
C u next time (^o^)/
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way Into The Spring || JiKook
Fanfiction[END] Kehidupan lain yang berusaha Jimin dan Jungkook tutupi. Musim Dingin panjang yang seolah tanpa ada ujung yang mereka lalui sendiri. Kapan semua akan berakhir? Main pair Jikook. Side pair Vhope, Namjin