2nd Gun

444 64 19
                                    

"Reputasimu tak menghilangkan kemungkinan untukmu dicap sebagai sampah masyarakat."

===

Akashi menatap [Name] dalam diam tanpa disadari gadis itu. Tidak, Akashi tidak menyukainya.

Ia hanya ingin merasakan bagaimana rasanya tersenyum bersama [Name]. Ingin merasakan bagaimana rasanya menjadi alasan seseorang tersenyum.

"Sei-chan, kau sedang jatuh cinta?"

Suara ala keperempuanan milik Mibuchi itu membuat Akashi tersadar dari lamunannya. "Jatuh cinta, eh?"

Mibuchi mengangguk pelan. Ia menyunggingkan senyum. "Dengan [Name]-chan, ya? Beruntung sekali kau."

Beruntung.

Apa benar jika Akashi menaruh hati pada [Name], ia akan beruntung?

Akashi mendengus geli. Membayangkannya saja rasanya membuat perutnya tergelitik, ingin memuntahkan isinya. "Yang benar saja."

"Tapi, sepertinya menarik jika kau berhasil meluruhkan tembok yang ia bangun untukmu," ucap Mayuzumi.

Sepertinya ide Mayuzumi itu boleh dicoba.

Dengan luruhnya dinding es [Name], relasi mereka akan berotasi begitu cepat.

***

"[Name]."

Empu nama mendongak, menangkap seseorang yang eksistensinya ia hindari. Cih, dia lagi.

"Mau apa?"

"Jangan begitu," ucap Akashi menarik bangkunya menuju meja [Name], "Kita satu kelompok tugas bahasa Inggris kali ini."

[Name] membelalak terkejut. Memang, Miss Cattleya--guru bahasa Inggris mereka--telah memberikan perintah untuk membentuk kelompok dengan anggota dua orang.

Tapi, [Name] tak menyangka, Akashi akan menemuinya dan mengatakan titahnya yang mutlak itu.

"Tidak mau!" tolak [Name], "Aku ingin sekelompok dengan Rei-san."

"Aku jauh lebih pintar darinya."

[Name] merotasikan bola matanya malas. Yang ia pikirkan bukan itu.

Ia hanya malas berada satu kelompok dengan orang yang telah mengguncangnya dengan realita yang ada.

"Sombong."

Batin Akashi terkekeh geli. "Sepulang sekolah nanti, kita langsung ke rumahku."

[Name] semakin kesal dibuatnya. Segala sumpah serapah memenuhi batinnya, mengutuk lelaki di depannya.

***

[Name] mengikuti Akashi memasuki mansion keluarga Akashi yang mewah. Sesekali ia balas menyapa para maid yang memberinya salam hangat.

Ah, keluarga Akashi memang pemilik perusahaan terkenal seantero Jepang.

Akashi membuka pintu sebuah ruangan, lalu masuk mendahului [Name].

[Name] menatap Akashi masam. "Kau bercanda? Kita mengerjakannya di kamarmu?"

"Memang kenapa? Apa kamarku kurang luas?"

[Name] menatap Akashi tajam. Benar-benar lelaki itu sama sekali tak mengerti sopan santun.

[Name] menghela napas, melangkah masuk ke dalam kamar bernuansa warna merah beraroma maskulin itu.

Akashi meletakkan sebuah meja panjang di tengah ruangan. Ia dan [Name] duduk berhadapan.

"Saa, ada ide untuk cerita teenfiction berbahasa Inggris kita?" tanya Akashi.

"Tugas kelompok, kenapa harus aku sendiri yang berpikir?"

Akashi salut pada keangkuhan gadis di depannya. Seantero Rakuzan harus mengetahui sisi gelap sang primadona sekolah.

"Ide darimu, sementara aku yang menerjemahkan," ujar Akashi.

"Kaupikir aku bodoh dalam menerjemahkan?"

Akashi diselimuti kebanggaan mengajak [Name] satu kelompok dengannya.

Selain menemukan sisi gelapnya, Akashi jadi tahu satu hal.

Bahwa mereka sangat mirip, walau jika dilihat sekilas tampak seperti bertolak belakang.

"Baiklah," ucap [Name], "Bagaimana jika cerita tentang seorang lelaki yang dibanggakan semua orang ternyata adalah sebuah pemimpin organisasi rahasia yang ditakuti masyarakat?"

Akashi tercekat mendengar ucapan itu. Ia merasa [Name] tengah melempari sebuah api yang kecil dengan minyak, sehingga api itu berkobar semakin besar.

Meski benar adanya jika [Name] berniat seperti itu.

"Oke, bagus idemu," ucap Akashi menyembunyikan keterkejutannya, "Tapi, kenapa kau memilih ide itu?"

"Entahlah, aku hanya terinspirasi dari koruptor yang terlahir dari jajaran pejabat. Coba kaupikir," jawab [Name] berbohong, "Reputasimu tak menghilangkan kemungkinan untukmu dicap sebagai sampah masyarakat. Benar begitu, bukan?"

Akashi mengangguk paham. [Name] tersenyum dalam hati saat menangkap raut terkejut Akashi, meski tipis.

***

Kini tiba giliran Akashi dan [Name] membacakan cerita di depan kelas. Mereka maju ke depan kelas, membungkuk, lalu mulai bercerita.

"Don't judge me by what you have seen in me. What you have seen in me is only what I've chosen to show you," Akashi berdialog, "Charles said to me."

[Name] membayangkan bagaimana perasaan Akashi terguncang oleh dialog yang ia bacakan seraya melanjutkan narasi.

Akashi merutuki dirinya dalam hati. Bagaimana [Name] tahu rahasia terbesar dalam hidupnya?

Like the moon, she had a side of her that's so cold, that even the sun couldn't burn on it.

===

Maap absrud :'3

My Mafia - Akashi Seijuurou x ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang