8th Gun

328 50 2
                                    

"I know words won't be enough. They won't need to know our names or our faces. But they will carry on for us."

●●●

Seluruh atensi tersedot pada objek yang sama, Seia, seorang perempuan dengan rambut pirang sebahu. Dalam sorot mata itu tersirat maksud dan tujuan yang serupa pula, yaitu mendapatkan penjelasan terhadap kasus pembunuhan tragis yang menimpa seorang gadis malang.

"Seia."

Seia menengadah, melempar senyum pada Akashi yang baru saja menyerukan namanya. "Hm?"

"Katakan kebenarannya."

"Aku sudah mengatakan semuanya padamu, 'kan?" Seia mengangkat bahu. Senyumnya tetap tersungging, membuat Akashi seolah-olah diremehkan. "Lagipula, biarlah masa lalu berlalu, Seiju--"

"Seorang wanita sepertimu tak pantas menyebut namaku."

Memegang perut dan mulut, [Name] menahan tawa mendapati reaksi Seia setelah dibombardir oleh perkataan Akashi.

"Seia Vöndrschtein, kuberi kau kesempatan satu kali lagi. Jika tidak, bukan salahku jika sisa hidupmu penuh dengan sesuatu yang menjijikkan."

Tawa Seia meledak saat itu juga. "Sesuatu yang menjijikkan, katamu? Kaukira sudah berapa lama aku menekuni pekerjaanku ini, hingga aku tidak terbiasa dengan hal yang menjijikkan?"

[Name] merotasikan kedua bola matanya.

Akashi bangkit berdiri dan berjalan mendekati Seia. Ia melukis seringai kecil seraya menunduk untuk menatap Seia dengan tatapan intimidasi khas Akashi.

"Tapi, bagaimana jika hal yang menjijikkan itu ...." Akashi membungkuk. Tangan kanannya perlahan mengusap tiap sudut wajah Seia. "... berasal dari dirimu sendiri, hm?"

[Name] dan Nijimura mengulas senyum tipis melihat Seia yang termakan oleh intimidasi Akashi yang mendominasi.

"Keras kepala juga, ya?" Akashi menoleh ke belakang, menatap Nijimura. "Nijimura, gunting!"

Nijimura dengan sigap mengeluarkan sebuah gunting merah dari saku celana dan melemparkannya pada Akashi.

Gulp!

[Name] menelan ludah tatkala Akashi mengarahkan gunting itu pada mata kiri Seia. Apakah Akashi serius?

"H-hei!" Seia mencoba menepis tangan Akashi. Namun, apa daya? Kekuatan mereka tak sebanding. "Kau berniat melakukan balas dendam pada orang yang tak bersalah, huh?"

"Tak bersalah? Aku tidak tuli, jadi pasti ada yang salah dengan mulutmu, Seia Vöndrschtein." Akashi memutar gunting, mengarahkannya ke arah bibir mungil gadis di depannya.

Dinginnya besi menyapa bibir Seia. Gadis itu terbungkam, namun matanya nyalang menatap Akashi.

"Kau marah? Itu bukan salahku. Itu salahmu. Jika mulutmu tetap diam, maka izinkan guntingku menyapanya," ucap Akashi.

Akashi memainkan guntingnya, memutar-mutarnya beberapa kali. Lalu Akashi menempelkan ujung guntingnya pada selaput lembut bibir Seia.

[Name] meringis begitu gunting itu menggores bibir bawah Seia. Cairan merah kental dalam sekejap menghiasi wajah gadis itu.

[Name] menarik ujung jas yang dikenakan Akashi. "Hentikan," ucap [Name] seraya menutup kedua matanya.

Akashi lagi-lagi mendecih. Dengan kesal, ia menoleh. "[Name], jangan meng--- kenapa kau menangis?"

Nijimura menepuk bahu [Name]. Kemudian ia menatap Akashi. "Permintaan klien kita memang penting, tapi menjaga keseimbangan antara fisik dan psikis anggota kita lebih penting."

[Name] mengusap air matanya dengan kasar. "Silakan lanjutkan, maaf mengganggumu, Akashi."

[Name] melenggang pergi dengan langkah cepat. Nijimura yang hendak mencekal tangannya pun gagal.

×××

"Sei-chan."

"Akashi."

Akashi tersadar dari lamunannya saat merasakan sebuah tepukan mendarat di pundaknya.

"Apa yang kau pikirkan?"

Akashi menoleh ke arah Mayuzumi dan menggeleng pelan. "Bukan hal yang penting," ucapnya.

Mayuzumi berdecak sebal. "Jika tidak penting, kenapa kau sampai melamun?"

Pertanyaan Mayuzumi itu terus terputar di otak Akashi. Kenapa? Kenapa ia begitu merasa kesal saat [Name] absen tanpa keterangan selama seminggu ini?

"Sei-chan, kau melamun lagi!"

"Maaf, biarkan aku sendiri."

Mibuchi dan Hayama pergi meninggalkan Akashi dengan kesal. Bagaimana tidak kesal? Akashi sudah berjanji akan mentraktir, tapi kemudian Akashi juga yang mengusir mereka bahkan sebelum traktiran itu datang.

Iseng, Akashi membuka ponsel dan mengirimkan pesan pada seseorang.

Akashi S.
[Name], absenmu sudah melebihi 3 kali tanpa keterangan. Kau akan terancam tinggal kelas.

[Read] at 12.12

Akashi mendesah pelan. Tak disangka pesannya hanya dibaca oleh [Name].

Akashi terus menunggu balasan dari [Name]. Pikirannya tak pernah membuat hipotesis negatif. Seluruh isi pikirannya selalu positif, seperti [Name] sedang memikirkan kata-kata yang tepat.

Namun, hipotesis itu tetaplah hipotesis, bukan sebuah fakta. Faktanya, kontak [Name] tidak menunjukkan adanya aktivitas bahwa gadis itu tengah mengetik pesan.

Sebaliknya, [Name] terus-menerus membuat status yang tak penting sama sekali.

Cukup. Kesabaran Akashi telah mencapai puncaknya. Tanpa pikir panjang, ia segera menelepon [Name].

Harapan Akashi bahwa [Name] akan mengangkatnya seketika sirna saat gadis itu menolak panggilannya, kemudian sebuah kalimat yang amat menjengkelkan muncul.

[Name] blocked you.

•••

Maapkeun pendek, hambar, feelingnya ga dapet, apdet lama, dll :'

Ini chapter terabsurd, terhambar, dan yang paling memaksakan :'>

Ukee, bubaee~

Selingkuhannya Mamang Kise,

Seia

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 15, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

My Mafia - Akashi Seijuurou x ReaderWhere stories live. Discover now