Part I - Langit

10 3 0
                                    

Dulu waktu Kamela masih duduk di kelas 3 SD, keriangan itu masih sangat tampak dalam mata telanjang. Ia masih ingat ketika ia berlarian bersama kedua orangtuanya, bercanda bersama ayah dan ibuku. Tawaku menjadi tawa mereka, tangisanku menjadi tangis mereka. Memang aku satu-satunya buah hati yang dimiliki oleh mereka berdua, dan aku merasa sangat dimanja oleh mereka. Ibuku yang memiliki sifat yang sangat lembut membuat kearoganan ayahku luluh. Pernah waktu itu terjadi percekcokan beda pendapat diantara mereka, mereka tidak pernah menyadari bahwa aku mengamati dibelakang sofa dan mendengarkan apa yang telah mereka bicarakan. Aku tahu, ayahku yang memiliki sifat yang sangat keras, sementara ibu memiliki sifat yang bertolak belakang sekali dengan ayah. kelembutan ibulah yang membuat pertengkaran itu hanya berlangsung sebentar. Aku yang pada waktu itu sangat takut dengan ucapan keras ayah yang ingin mengangkat bahwa idenyalah yang benar, sungguh yang aku fikir pada waktu itu bahwa ayahku jahat, egois dan tidak pernah mendengarkan apa yang ibu bicarakan. Dia ingin menang sendiri. Akan tetapi disamping itu, aku sangat bangga dengannya. Karena dia sangat menyayangi ibuku dan keluarga ini. Dan bisa menghidupi kami berdua dengan hasil keringat dan kerja kerasnya.

Ayahku adalah seorang sastrawan dan seorang penulis yang cukup dikenal pada masa itu, yang selalu mengungkapkan semua yang terjadi dalam kehidupan menjadi sebuah tulisan yang sangat indah dan sangat menarik. Keriangan kami berdua dan kekompakan kami berdua sangat pas untuk dipaduh padankan, satu hal yang tak dapat aku lupa antara aku dan ayahku, kami sama-sama memiliki sifat keras kepala & yang paling disayangkan dari kenanganku barsama ayah ketika aku duduk diatas pundak ayah dan berputar menari dengan riang. Sungguh indah kenangan bersama waktu itu. Memandangi hamparan langit malam yang sangat menyentuh hati.

Beliau menekuni pekerjaan tersebut ketika beliau masih berada di bangku SMA, dan mengembangkan ilmunya sampai saat-saat terakhirnya. Setiap kali aku selalu melihat ayahku selalu menghadap mesin tik dan menulis hasil imajinasinya yang ada didalam tempurung kepalanya, menjadi sebuah tulisan yang sangat indah. Satu hal yang aku kagumi dari ayah ku, dia selalu optimis dalam menjalankan apa yang dia rencanakan untuk masa yang akan datang.

Aku selalu menemani ayahku yang menyelesaikan pekerjaannya diruangan yang berukuran 3x4, disekeliling tertempel lukisan karya asli affandi dan lukisan monalisa, aku selalu duduk disamping kanannya dan mengamatinya. Dari dia mengetik, dan dari dia berfikir aku selalu mengamati dan mencontoh apa yang telah aku lihat. Dia selalu tertawa ketika aku meniru gayanya, ia mencium pipi kiriku. Sesekali dia melihat kearah jam dinding, apa sebenarnya yang ia fikirkan. Ini buatku penasaran.

"ayah kenapa selalu melihat jam dinding itu?"

"kau tahu bulan apa sekarang?"

"mei...?kenapa yah..."

"ayah akan tunjukan sesuatu padamu nanti...?! Tapi Kamela harus betah nggak boleh ngantuk, karena nanti tepat pukul 12 malam kita akan lihat langit malam. Nanti Kamela bangunkan ibu ya...tapi kalau Kamela sekarang ngantuk tidur dulu sana, biar ayah saja yang membangunkan kalian berdua."

"nggak ayah...Kamela belum ngantuk?! Lagian Kamela besok libur...kan sekarang hari sabtu?"

"oh...iya! Ayah lupa kalau sekarang hari sabtu."

"Kamela mau temanin ayah ngerjakan itu." Aku menunjuk mesin tik ayah yang sudah berusia cukup tua. Sempat kening, hanya terisi suara tik yang cukup berisik itu. Tiba-tiba ia menghentikan gerak jemarinya diatas huruf yang berjajar dibawahnya.

"Nak...Dengarkan ayah, kelak Kamera dewasa, hadapilah masa depan dengan senyuman dan penuh rasa keyakinan, dan yang terpenting gunakan waktumu sebaik-baiknya untuk masa depan yang indah. Seluruh dunia akan berada dalam genggamanmu, walaupun Kamela perempuan, esok adalah Kamela perempuan yang kuat dan berhati besar". Aku mengingat baik ekspresi ayah dan merekam semua apa yang terucap dimulutnya. Walaupun hanya setengah-setengah mengerti apa yang dimaksudkannya.

Akhirnya waktu yang ditunggu datang juga, jarum pendek sudah menunjukkan angka 12 tepat. Dan aku beranjak, belari dalam hati tidak sabar, apa yang ingin ditunjukkan ayah malam ini. Firasatku hanya baik sekali, kalau ini tentang kebahagiaan, aku bergegas membangunkan ibu yang tertidur dengan pulas.

"Bu...bangun! Ayah mau menunjukkan sesuatu pada kita."

"Apa itu Kamela....?"

"Kamela sendiri kurang tahu bu...tapi tadi ayah bilang kalau mau tunjukan keindahan alam ke kita. Ayo bu...bangun?!"

"iya...iya?!" aku menarik tangan ibuku dan mangajak dia keluar dari kamar. Sementara itu ayah masih mebereskan tempat kerjanya yang dipenuhi kertas yang berhamburan.

Ketika kami berkumpul di taman depan rumah, tidak aku biarkan mata ini berkedip. Karena mengingat baik apa ayah katakan, "jangan sedikitpun kamu mengedipkan mata jika kamu ingin menikmatinya."

Tapi apa? Tidak ada apa-apa. Yang ada hanya bintang dan bulan malam itu.

"Ayah...apa ini keindahan langit malamnya?"

"Sebentar lagi...." Jawabnya yang membuat aku sebal.

Aku jadi penasaran, apa yang ingin ayah tunjukan kepadaku? Ketika aku sedikit kecewa, tiba-tiba suara ayah mengagetkan ku.

"Wow....hujan bintang? Banyak sekali....wow indah sekali?!" aku terkagum dengan ini semua. Dan aku tidak membiarkan mataku berkedip sekalipun. Serasa didada seperti ada monters yang menggelitikku kala itu, yang membuatku girang setengah mati, hingga membuatku kehilngan cara bagaimana berkata-kata. Iya.. Aku sangat bahagia.

Aku melihat ibuku yang sangat kegirangan dan memeluk ayahku, sedangkan aku berputar melihat bintang yang berjatuhan dengan ekornya menyala panjang. Begitu banyaknya. Ayahku memeluk aku dan ibuku. Kami bertiga melingkar dengan memegang kedua tangan masing-masing. Dan kita berdo'a bersama, karena konon. Menurut romawi kuno, do'a pada waktu bintang beralih sebagian besar do'anya akan terkabulkan. Aku meminta dalam hati, agar keriangan ini tidak berakhir disini. Dan aku tidak tahu apa yang ayah dan ibu minta, karena aku melihatnya begitu khusuk dalam menyanpaikan do'a yang mereka panjatkan kepada Allah SWT.

>>>

Dan paginya, aku menemukan darah berceceran di lantai kamar ayah dan ibuku, entah apa yang sebenarnya terjadi? Aku yang waktu itu masih kecil yang sama sekali tidak mengerti apa-apa dan hanya bisa menangis ketakutan, berusaha membangunkan mereka berdua yang sudah berlumuran darah. Apa yang mereka lakukan? Aku berfikir bahwa mereka hanya pingsan atau hanya tertidur. Tak lama setelah itu, seseorang menggendongku dan merangkulku dengan erat. Ternyata dia adalah Omku adik kandung ayahku satu-satunya. Dan polisi pun berdatangan mengeroyok rumahku dan mengangkat mayat mereka.

Tanyaku kepada Omku

"Om....kenapa ayah dan ibu di tutup dengan kain putih? kenapa mereka Om?"

Omku hanya bisa menangis dan tak bisa menjawab pertanyaanku.

Aku yang pada waktu itu bingung melihat darah yang berceceran, dan orang-orang yang berkerumun melihat peristiwa ini semakin membuat aku terpukul berat.

"Om....apakah ayah dan ibuku meninggal aku?" aku semakin penasaran ingin membangunkan mereka kembali.

"Kamela....ayah dan ibumu sudah meninggalkan kita semua"

mendengar perkataan itu aku semakin berteriak,

"tidak..ibu dan ayah cuman tidur, mereka tidak meninggal.." pelukan omku semakin erat.

Langkah mereka menjauhi aku, yang hanya tetutup oleh selembar kain putih dan masuk kedalam mobil ambulan.

Rasa-rasanya aku hanya sebentar menikmati hidup dengan kedua orang tuaku, kenapa Tuhan begitu berat memberikan aku cobaan yang seperti ini??

Semuanya seakan berakhir!! Yang aku rasakan saat itu, aku tidak memiliki masa depan sama sekali. Tuhan apa yang harus aku lakukan? Tolong hidupkan mereka kembali!!

Tidak pernah aku merasakan rasa yang sangat sedih yang begitu mendalam. Dan kenapa oleh anak seusia aku yang meraskan derita ini. Aku hanya sedih, mengapa mereka harus meninggal dengan keadaan seperti ini? Semetara semalam adalah kenangan yang paling indah yang ditinggalkan orangtua ku. Ayah dan ibuku.

Dan akupun sekarang harus tinggal dan besar dengan Om dan Tante ku...    

KAMELAWhere stories live. Discover now