1. Thinkin' About You

2.9K 212 31
                                    

__Thinkin' About You__

Sekarang masih sama..
Tak ada yang benar-benar berubah..

_________________________

"Bulan dan matahari tidak akan pernah bisa bertemu. Begitu pula dengan bintang. Namun, kau bisa memilih ingin menjadi bulan atau bintang. Bulan yang masih membutuhkan sinar matahari. Atau bintang yang meneguhkan sinarnya sendiri."

Perkataan Eun Ha beberapa jam lalu masih terngiang di indera pendengarnya, berkelana di otaknya, dan meresap di sanubarinya. Perumpamaan bintang, bulan, dan matahari yang dikisahkan Eun Ha cukup mampu membuat kepalanya pening seketika. Entah bahasa Eun Ha yang seperti titisan Kahlil Gibran atau otaknya yang memang tak bisa menerima hal sedemikian rupa.

"Nona, sebenarnya Nona ini mau ke mana? Kita sudah melewati jalan ini beberapa kali." Suara yang berasal dari depannya--dari bangku pengemudi--menginterupsi Rose.

Rose menepuk jidatnya. Bahkan ia melupakan tujuan awalnya yang ingin menjenguk temannya di rumah sakit. Aish! Lain kali Eun Ha harus menjelaskan sejelas-jelasnya tentang star, moon, and sun itu. Karena Rose tidak akan bisa tidur nyenyak karenanya.

"Rumah Sakit Arsis, Pak." Sosok setengah baya itu mengangguk dan taksi yang ditumpanginya mulai bergerak menuju pusat kota.

Selama lima belas menit perjalanan, Rose berusaha mengatur degup jantungnya yang tidak stabil. Langkah jenjangnya--yang terasa pelan--mulai memasuki gedung yang didominasi warna merah muda itu. Rasanya Rose ingin kembali ke rumah lalu masuk ke kamar dan menguncinya. Rose tidak ingin masuk ke tempat yang paling dihindarinya. Namun, pasti si---

"Kau ada di mana? Cepat datang ke sini dan bawakan pesananku!" ---si jelmaan Nenek Lampir tidak akan membuatnya bernapas lega barang satu hari pun. Rose menjauhkan ponselnya untuk memastikan membran timpaninya masih berfungsi dengan baik. Suara sepupunya itu sangat memekikan telinga Rose hingga sempat membuat telinganya berdengung.

Gadis bersurai panjang itu menatap paper bag yang dibawanya dengan perasaan kesal. Bahkan ia ingin membuangnya ke tempat sampah. Dan ia tak perlu berada di gedung bertingkat ini.

"Roseanne Park! Kau masih hidup, kan?"

Rose berdecak kesal. Ia kembali melangkah dan menuju lift. Ingin mengumpat tapi ia berada di kawasan tempat umum. Ia akan dinilai sebagai orang yang tidak mempunyai etika jika asal mengumpat. Mau tidak mau, ia menelan mentah-mentah kekesalannya.

"Hm. Aku lagi di jalan." Rose masuk ke dalam lift dan tatapannya terpaku pada sosok berbalut jas putih yang masuk tanpa memedulikan mimik mukanya. Bahkan tangannya yang ingin menekan tombol lift masih menggantung di udara. Matanya terbuka lebar. Begitu pula dengan mulutnya yang membulat.

Oh, Tuhanku! Kenapa harapannya selalu meleset dari kenyataan? Sebesar apakah dosanya?

Tubuhnya mendadak lemas. Bahkan kedua kakinya tidak sanggup lagi untuk menyanggah berat tubuhnya. Celotehan Ye Rin yang di seberang telepon pun diabaikan Rose. Deru napasnya memburu, detak jantungnya semakin berirama tak stabil. Keringat dingin yang sebesar biji jagung pun meluncur dari pelipisnya. Seketika udara di sekitarnya menjadi sesak. Pengap.

Dari ekor matanya, Rose dapat melihat bahwa sosok laki-laki itu sangat santai dan..., berkarisma. Demi Tuhan! Dari sisi samping sosok itu begitu-sangat-berkarisma. Wajahnya yang proporsional itu dipenuhi dengan pahatan dari Tuhan yang sungguh.... Oh! Bahkan Rose tidak sanggup melukiskannya dengan kata-kata. Alisnya yang panjang tebal, matanya yang tidak begitu sipit, hidungnya yang bangir, dan--lihatlah!--bibirnya yang tipis dan lancip itu patut untuk diuji coba.

Director's Cut [Mingyu-Rose]✔Where stories live. Discover now