XIII. Sabda

3.5K 286 9
                                    

Detik demi detik terasa begitu lambat membuat Saka berkali-kali menatap jam tangannya dan berharap wanita yang sedang ia perhatikan dari balik jendela ini melihatnya dan menghampirinya. Tapi Saka tak bisa banyak berharap. Raka yang sedang terlelap dengan tenang di samping Bda sungguh membuat dunia Bda tertarik begitu saja, tentu saja jika dibandingkan dengan apapun posisi Saka dan Raka berbeda di tempat Bda.

Clek

Saka membenarkan posisinya saat Bda membuka pintu dan menatap Saka.

"Mas?"

Saka merogoh kantungnya, mencari sesuatu dan setelah dapat ia menggantungkan tangannya untuk memberikannya pada Bda.

Sebuah kunci.

Itu sebuah kunci, tidak hanya satu. Ada beberapa kunci yang mirip seperti kunci milik kafe Bda.

"Terima ini." kata Saka pada Bda sambil menarik telapak tangan wanita itu dan menaruh kunci di atasnya.

"Apa ini?"

"Kafemu."

Benar. Dugaan Bda tidak salah, melesat dengan tepat bahwa kunci itu adalah milik kafenya, kafe yang sudah berhasil ia jual beberapa waktu lalu. Dengan pandangan bingung Bda menatap Saka yang sudah duduk di bangku tunggu.

"Buat apa? Kafe itu sudah bukan milik saya lagi, mas." Bda mengikuti Saka, duduk di sampingnya.

"Saya tahu, maka dari itu saya mengembalikannya pada kamu."

"Tapi, saya benar-benar ingin menjualnya---" ucapan Bda langsung terhenti saat Saka mengunci mata Bda, yang refleks membuat mulut wanita itu menutup. Tatapan Saka begitu serius, walaupun setiap harinya laki-laki itu memang serius tapi saat ini entah mengapa tatapan matanya begitu mematikan untuk Bda.

"Jangan berbohong. Kamu tidak pandai untuk hal itu."

Bda menarik napasnya. Pikirannya kembali keruh, banyak hal-hal yang masuk begitu saja tanpa bisa Bda cegah termasuk pikiran tentang Raka, biaya rumah sakit dan kafe yang sudah ia bangun mati-matian. Ada sesak yang begitu sesak hingga tak lagi mampu Bda utarakan dengan air mata. Mencintai Raka membuat Bda akan melakukan apa saja untuk membuat Raka sembuh termasuk menjual semua asetnya, baginya tak penting itu semua. Yang terpenting Raka terus berada di sampingnya dan Bda sangat berharap Raka bisa sembuh tapi, laki-laki yang berada di hadapannya sekarang, Saka. Entah dengan alasan apa ia bisa berbuat sejauh ini, membeli kafe yang sudah Bda jual.

Sungguh demi Tuhan, Bda tahu itu pasti sangat sulit dan seorang Saka mampu melakukan itu.

"Yasudah, ini milik kamu sekarang, mas." Bda menggantungkan tangannya berusaha mengembalikkan kunci itu pada Saka lagi.

"Saya tidak tertarik dengan kafemu itu, Bda."

Ada jeda panjang saat Saka mengucapkan itu. Pikiran Bda berputar-putar, buntu.

"Lalu buat apa kamu membeli kafe yang sudah saya jual?" ucap Bda dengan sangat yakin.

"Karena saya tertarik dengan kamu, Bda. Tertarik." tak kalah dengan Bda, suara Saka sangat meyakinkan.

"Apa itu bisa dijadikan alasan?" meski ragu, akhirnya Bda mengatakan itu pada Saka yang membuat air muka Saka berubah, tak bisa ditebak. Katakan Bda benar, bukankah ini semua terlalu berlebihan?

"Itu karena saya ngga mau melihat kamu seperti ini, Bda. Semua itu karena saya cinta sama kamu."

Kunci di genggaman Bda itu terjatuh begitu saja bersamaan dengan rasa ketidakpercayaan yang ia rasakan. Pikirannya jadi kacau sekali. Bda merasa bersalah dan tak pantas merasakan itu semua, semua yang diberi Saka yang belum tentu Bda bisa membalasnya. Saka terlalu baik untuk dirinya yang bahkan terlalu pengecut ini.

"Paham? Saya tidak akan menanyakan alasannya sekarang, saya yakin kamu punya alasan yang kuat mengapa kamu menjualnya tapi saya lebih yakin jika kafe itu hidup kamu." ucap Saka sambil mengambil kunci yang jatuh itu dan kembali memberikannya pada Bda.

Bda tidak menangis, matanya masih menatap Saka. Tapi sesak di dadanya terlalu kentara hingga tak ada satu pun kata yang Bda keluarkan selain sedikit tenaga untuk memeluk Saka. Dan Saka membalas pelukan wanita itu. Saka tak tahu persis apa yang dirasakan oleh Bda, tapi mata wanita itu syarat akan luka. Saka hanya ingin Bda tahu, ia tidak akan pernah melewatkan ini sendirian karena ada dirinya. Karena akan ada Saka yang akan terus berada di belakang wanita itu, memberinya dorongan dan semangat walau Bda tak menyadari hal itu tapi untuk Saka hal itu tidak terlalu penting. Asal ia bersama Bda, dan memastikan wanita itu baik-baik saja.

s a b d a

"Hello om....."

Saka mencari suara itu, suara yang pernah ia dengar. Dan, hap! Matanya sudah menatap wanita yang tak jauh dari tempatnya saat ini. Wanita yang ia lihat beberapa hari lalu di taman, wanita muda yang membuat Saka selalu kehabisan kata-katanya termasuk saat ini, saat di mana wanita itu melambaikan tangannya pada Saka, tersenyum dan seolah menarik Saka untuk menghampirinya, di meja kantin kantor Saka.

Sebentar.

Saka jadi berpikir, apa yang dilakukan wanita itu di sini sekarang?

Dan tiba-tiba, dengan nampan yang berada di tangannya. Saka berjalan begitu saja menghampiri wanita itu, sendirian.

"Hai om, apa kabar? Dunia sempit itu ternyata bukan fatamorgana ya om? Beneran ternyata."

Belum saja Saka duduk, wanita itu sudah berucap macam kereta lewat. Panjang dan cepat. Saka tak menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, ia lebih memilih untuk melahap makanan yang ada di hadapannya.

"Om ngga mau tanya, gue ngapain di sini?" wanita itu kembali berucap tapu kali ini Saka menatapnya. Abril, yang kalau tidak salah nama wanita itu memperlihatkan ID pengenal yang sama dengan milik Saka.

Abril.

Ya. Saka tak salah.

"Gue kerja di sini om, kita satu kantor. Wuuu how happy i am."

Tidak untuk Saka, baginya ini sebuah bencana. Bingung. Saka hanya membalasnya dengan sebuah senyum dan kembali melanjutkan makanannya. Canggung. Antara menyesal dan bingung kenapa ia harus berada di hadapan wanita ini sekarang.

"Om, kemarin gue lihat om pelukan sama cewek di rumah sakit. Dia ya om? Yang buat lo kayaknya sedih banget?"

Suapan Saka langsung terhenti. Matanya langsung menatap Abril, tajam.

.
.
.
.
.
Selamat lebaran yaa
*eh emang masih ya? Iya udah ngga apa-apa wkwk.

Maafkan jika lama, butuh extra extra buat nulis Sabda tuh hehe.

Dah ah.
Semoga part selanjutnya bisa di update lebih cepat yaaa:)

Salam dari aku.

SabdaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang