XVII. Sabda

1.8K 177 14
                                    

Saka masih menatap Abril yang berada di sampingnya, sedangkan wanita itu tak bersuara.

"Kenapa?" Saka bertanya dan membuat Abril kini menatapnya. Mata milik mereka bertemu pada satu titik.

"Karena itu adalah pernyataan yang paling tolol. Mencintai tanpa harus memiliki itu sama aja kaya lapar tapi ngga harus makan, bisa-bisa mati."

"Kamu salah, Abril." kini Saka memalingkan pandangannya. "Perasaan tidak bisa disamakan dengan lapar dan makan, itu dua hal yang berbe--"

"Tapikan, sama-sama hawa nafsu Om."

"Iya, kamu benar--"

"Nah! Jadi, mencintai tanpa harus memiliki itu pernyataan tolol 'kan?"

Saka menghela napas panjangnya, ia menatap Abril yang masih tetap berada pada pendiriannya.

"Abril..." panggil Saka pelan sekali, yang diam-diam membuat Abril tersenyum entah mengapa.

"Gue nih ya, Om. Kalau cinta sama seseorang, mau sampai kapanpun pasti akan gue kejar. Ngga peduli jatuh ke lubang, kecebur lumpur kek pasti akan tetap gue perjuangin sampe cinta gue terbalas. Kalau ngga terbalas, ya yaudah. Gue mundur. Perasaan gue selesai sampai disana." ucap Abril dengan nada yang menggebu-gebu.

"Kamu kenapa si, Abril? Lagi berantem sama pacar kamu?"

Abril langsung menatap Saka, "Gue lagi mencoba menasehati orang yang ada di hadapan gue saat ini, Om."

Saka menatap Abril bingung. Siapa yang berada di hadapan Abril saat ini? Saat sekarang hanya ada ia dan Abril di sini.

Apa untuk Saka?

"Saya?"

Abril mengangguk pelan.

Saka menarik napasnya lalu mengalihkan pandangannya, "Kamu tahu apa memangnya?" tanyanya dengan nada ketus.

"Gue tahu, Om. Gue tahu."

"Apa? Kamu tahu apa?" Saka mengulangi pertanyaannya lagi.

"Antara lo, Raka dan Kanaya."

Bumm

Ucapan Abril seperti petir yang baru saja mendarat di hati Saka. Saka masih berusaha mencerna ucapan Abril, ia mengulang ucapan Abril berkali-kali dalam hatinya.

"Om..." panggil Abril pelan tapi Saka sama sekali tak bergeming. Ia masih menatap lurus jauh ke depan, tapi dari sini Abril bisa melihat jika tatapan Saka kosong.

"Om, gue tahu ini pasti menganggetkan buat lo tapi gue rasa lo harus tahu ini. Gue, adik Raka. Gue kenal Kenaya, tunangan abang gue dan gue juga kenal Kanaya jauh lebih dari lo kenal dia--"

"Lalu?" ucap Saka memotong ucapan Abril.

"Harusnya gue yang tanya, Om."

Saka sungguh tak paham dengan maksud Abril, "Hah?"

"Lalu lo kenapa masih bertahan di samping Kanaya saat tahu dia sudah punya Raka?" pertanyaan itu dilontarkan Abril.

"Karena saya tahu itu sulit untuk Bda lewati sendirian, maka saya mau menemaninya." kata Saka dengan nada yang menyakinkan.

"Terus lo berharap apa? Dia akan luluh hatinya dan memilih lo lebih dari Raka?"

Saka diam. Ia tak tahu harus menjawab apa.

Saka ingin Bda, ingin menjadi miliknya.

Tapi. Saka tahu posisinya saat ini di kehidupan Bda. Entah menjadi nomor yang kesekian untuk Bda setelah Raka tapi Saka tak bisa meninggalkan Bda begitu saja sebab ia mencintai wanita itu dan ia juga sudah berjanji untuk selalu menemani Bda sampai kapanpun.

"Nahkan. Ngga bisa jawab."

"Saya memang mencintai Bda. Tapi saya juga tahu Bda lebih mencintai Raka. Keberadaan saya di samping Bda hanya untuk menemaninya, karena saya tahu itu berat."

"Ini yang gue maksud arti dari mencintai tanpa harus memiliki. Kenapa si Om kita tuh harus senang banget menyakiti diri sendiri dengan sesuatu hal yang bahkan bisa nyakitin diri lebih gila lagi-- "

"Abril..." Saka memotong ucapan Abril, membuat wanita itu menutup mulutnya kembali. "Kamu tahu tidak betapa susah dan beratnya menemani seseorang yang kamu cinta di masa-masa sulitnya? Terlebih saat ia mengalami gangguan jiwa? Saat ia bahkan tidak bisa mengenali kamu siapa?" Lanjut Saka.

Kini Abril yang diam seribu bahasa.

"Sulit Abril. Akan ditambah sulit jika orang-orang di sekitar kamu meremehkan kamu, bahkan ikut-ikutan menganggap kamu gila karena menemani dan mencintai orang gila. Itulah yang Bda rasakan, Abril. Dia memberikan seluruh cintanya hanya untuk Raka, me-nomorduakan dirinya sendiri." Saka menjeda ucapannya karena tiba-tiba saja dadanya menjadi sesak, memori-memori di kepalanya seperti terusik lagi tentang masa lalunya, tentang Mandira dan kini tentang Bda.

Saka melirik Abril sebentar. Abril menangis, entah sudah berapa lama air mata itu keluar dari mata Abril karena Saka pun tak tahu pastinya.

"Saya hanya mau Bda tahu bahwa ia tak pernah sendiri untuk melewati ini semua. Dan juga saya mau Bda tahu bahwa ia layak untuk mendapatkan cinta entah dari Raka atau seseorang yang lain nantinya. Itu saja."

Tangan Saka menghangat, Abril menggenggam tangan miliknya. Tapi Abril sama sekali tak berucap apa-apa hanya terdengar suara isak tangisnya yang jujur membuat Saka bingung harus berlaku seperti apa. Saka menatap Abril lagi, tangisannya makin deras.

"Raka beruntung punya Bda, Abril."

Abril mengangguk pelan.

"Kanaya juga beruntung punya lo di sisinya, Om."

-----



Alooalooai

Masih ada yg nyimpen ni cerita nga si? Haha

SabdaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang