First Meeting

555 88 1
                                    

Audina's POV

"....Jadi gitu, Pak." Kataku menyudahi cerita rencanaku menerima order untuk 200 orang itu.

"Bapak sih setuju saja kalau kamu senang, tapi gimana sama Ibu. Pasti dapurnya bakalan kamu kuasain sepanjang hari kan?"

"Nah, itu dia yang mau Odin bicarain, Odin mau pakai rumah sebelah buat jadi 'kantor' Odin."

Odin adalah nama panggilanku di rumah, katanya sih dulu waktu kecil susah untuk bilang Audina, jadi yang keluar malah Odin. Untung bukan Udin.

"Boleh aja, tapi bayar sewa ya!" Kata Ibu tiba-tiba.

"Hah? Kok bayar? Masa sama anak sendiri bayar sih Bu? Katanya rumah itu jatah Odin, kok masih bayar juga!" Protesku.

Bapak dan Ibu memang sudah memberikan aku dan Kak Adit rumah masing-masing. Rumah Kak Adit jaraknya dua blok dari rumah kami, sekarang dia tinggal di sana bersama Kak Mita dan anak lelaki mereka yang berumur 3 tahun, Dika namanya.

"Kan perjanjiannya kalau kamu sudah menikah, baru rumah itu Bapak dan Ibu resmi serahkan. Jadi selama kamu belum menikah, yaaa kamu bayar sewa dulu.." jelas Bapak.

"Kan usaha Odin masih baru, Pak!" Ujarku memelas, mencari alasan supaya gak harus bayar sewa hehehe.

"Bapak kasih sewa murah banget. Empat belas juta setahun. Harga pasaran udah berapa tuh. Nanti kalau udah lancar Bapak naikin sewanya."

"Lah, kok naik??"

"Biar kamu ngerasain ada perjuangannya! Biar ada cerita buat dikenang. Bapak gak mau ngajarin kamu manja, pengusaha itu harus tangguh mentalnya."

"Tapi bayarnya nyicil ya.." tawarku.

"Boleh. Mau nyicil atau kontan, yang penting rutin dibayar."kata Ibu

"Iya deh."kataku setuju.

Ya.. buat ukuran rumah dua lantai dan besar, harga sewa segitu memang jauh di bawah harga pasaran. Tapi, aku ngerti kok niat Bapak dan Ibu itu mau ngajarin aku kalau di dunia usaha, jarang ada yang gratisan, yang minta gratisan banyak!

"Oke kalau kamu setuju, siang ini Bapak akan minta Mang Saswi bantuin bersihin rumahnya."

"Kemarin Odin lihat rumahnya bersih kok Pak, paling nanti tinggal di sapu pel ulang aja. Kan Bi Tami bersihin terus setiap minggu."

Mang Saswi dan Bi Tami adalah Supir dan ART di rumah kami. Mereka suami istri, anak mereka Delia dan Abbiyan juga tinggal di rumah kami. Delia sudah kelas dua SMA dan Abbiyan kuliah sambil membantu Bapak di perkebunan Bapak di Lembang. Abbiyan sih sekarang kuliah dan kos di Bandung, lebih dekat juga buat ngawasin perkebunan. Tapi dua minggu sekali pasti dia ke Jakarta, kecuali kalau ujian.

"Makasih, Bi..." kata Ibu saat Bi Tami dan Delia membawakan teh untuk kami yang ngobrol di teras belakang rumah.

"Neng Odin kalau nanti butuh bantuan pas masak, biar Bibi sama Delia bantuin. Biar Delia belajar juga, siapa tau nanti lulus jadi karyawan Neng Odin." Kata Bi Tami.

"Iya, Teh.. Delia mau bantuin, tapi kalo Delia kerjanya bagus, jadiin karyawan ya Teh.. hehehe" kata Delia menimpali.

Ini anak pasti banyak yang naksir deh di sekolahnya. Untuk ukuran anak SMA, Delia ini cantik alami, jarang pakai bedak apalagi dandan heboh.

"Iya, Del.. Tapi masa kamu mau kerja sama Teteh, Aa kamu kerja sama Bapak, ini sekeluarga kerja turun temurun apa gimana sih? Hahaha"

"Gak apa-apa Teh... Lagian kan enakan kerja sama Teteh, udah jelas...Gak usah nyari-nyari lagi." Jawab Delia.

Love At The First BiteWhere stories live. Discover now