12. Memiliki

1.1K 95 16
                                    

Hidupku adalah milikku. Jika kamu ingin tahu tentang hidupku, kamu harus menjadi milikku.

***

Berbicara tentang kepemilikan akan menimbulkan banyak hasil pemikiran. Tak dipungkiri banyaknya perdebatan karena hal itu.

Semua orang ingin memiliki apapun di dunia ini. Selagi ia bisa, siapapun akan berusaha memiliki apapun yang ia impikan. Parahnya adalah, jika ia ingin memiliki yang dimiliki orang lain.

Kita tak pernah sadar, setidaknya kita pernah satu kali atau sepersekian kalinya ingin memiliki kepunyaan orang lain.

"Aku ingin memilikimu. Aku ingin dirimu. Aku ingin hatimu." Kalimat-kalimat itu yang dahulu pernah singgah di benakku. Walau kenyataannya kamu tak pernah benar-benar singgah dihidupku.

Kamu tahu? Akhirnya aku memilih untuk membentengi diriku sendiri, agar aku sulit dimiliki orang lain. Aku mendoktrin diriku sendiri, bahwa diri ini adalah milikku. Siapa pun yang ingin memilikiku tak akan memiliki peluang mudah sedikit pun.

Aku adalah milikku. Jika kamu ingin memilikiku, maka kamu harus menghancurkan benteng yang telah kudirikan dengan kokohnya. Kamu harus mengetahui semua celah yang memungkinkan untuk kamu merobohkannya. Kamu harus mengetahui diri ini yang juga merupakan benteng itu sendiri.

Sayangnya, mengetahui semua tentangku dan memilikiku adalah sekeping logam yang bersisian. Akan sulit rasanya, bukan?

Maka, carilah jalanmu untuk mengetahui semua tentangku. Ingatlah, aku adalah benteng itu sendiri. Jika kamu ingin menghancurkannya dengan mudah, cobalah memaksa untuk memiliku. Karena pada dasarnya, jika ingin tahu tentang diriku, kamu harus menjadi milikku.

- Fetch -

Qiandra memaksakan dirinya untuk datang ke pameran. Ia tidak ingin melewatkan hari terakhir penyelenggaraan pameran lukisannya bersama teman-temannya itu. Langkah-langkah kakinya yang lemas terus ia paksa hingga ia berhasil tiba di aula Seni.

"Qian," sambut Meirlin pada Qian yang baru saja datang. Qian tersenyum sekedarnya.

"Lo sakit? Kok lemes gini? Malah pucet banget lagi," lanjut Meirlin sambil mendudukkan Qian di salah satu kursi kosong.

"Gue gak apa-apa kok," jawab Qian singkat.

Meirlin benar-benar khawatir dengan keadaan Qian. Lalu ia pergi keluar dan membeli teh hangat di kantin. Saat ia baru saja keluar dari kantin, tak sengaja ia melihat seseorang yang mirip seperti Patra.

"Patra !" Seru Meirlin, yang berhasil membuat laki-laki itu berhenti melangkah dan berbalik. Ya, benar saja, dia adalah Patra. Segera Meirlin berlari kecil mendekatinya. "Lo gila, ya? Ngapain lo muncul lagi? Hari ini pameran udah tutup ! Harusnya lo itu datang kemarin, bukan hari ini. Lo mau dipuji sama semua orang, gara-gara berhasilnya pameran? Gak bakalan !"

Patra tersenyum miring. "Saya tidak gila. Jangan sok tahu tentang hidup saya," ujar Patra lugas, lalu melangkah pergi dari sana. Namun, baru selangkah, ia berbalik lagi. "Dan jangan terlalu berisik," tambahnya kemudian melanjutkan langkahnya yang terhenti tadi.

Meirlin mengepalkan tangannya kuat. Dasar cowok gila !

Segala umpatan-umpatan lainnya menemani Meirlin sepanjang perjalanannya kembali ke gedung aula seni.

"Woi ! Lo kenapa lagi, Meir?" Tanya Tio yang sedang duduk di pintu masuk.

Meirlin langsung menatap tajam Tio, dan tersenyum miring. "Jangan terlalu berisik," ucapnya persis seperti yang dilakukan Patra tadi.

FETCH [Completed]Where stories live. Discover now