23. Bisa Bersama

634 56 48
                                    

Akan ada saatnya kamu terheran-heran dengan keadaan yang tak pernah bisa diterima akal sehatmu. Salah satunya kebersamaan ini.

***

Pernah terpikir dalam benakku, aku dan kamu, juga dia dan dirinya tidak mungkin mendapati suatu momen bersama. Hal yang sangat tidak mungkin, sangat mustahil, tak masuk akal, dan sinonim lainnya dari kata-kata tersebut.

Kita memilih dan sudah berada di jalur berbeda. Jadi, bahkan suatu kebetulan pun tidak mungkin singgah mendapati kita.

Namun, hidup selalu senang bercanda. Terkadang yang kita yakini justru terjadi sebaliknya. Aku terkejut dan sangat heran dengan kejadian yang ajaib ini.

Suatu takdir yang sedang berbisik pelan di telingaku dan berkata: "Akulah ketidakmungkinanmu yang akan aku mungkinkan".

- Fetch -

Qian segera menghabiskan kopinya yang tinggal seteguk saja saat kelas sudah semakin ramai. Senyumnya terus merekah walau matanya masih terlihat sembab dan agak memerah. Setiap orang yang datang akan disapanya terlebih dahulu. Hingga semuanya merasa heran. Sepertinya Qiandra sedang dalam mode malaikat.

Tak terkecuali Tio yang sampai terlonjak kaget karena Qian meneriakinya kencang padahal ujung sepatunya saja belum melewati garis pintu kelas. Qian terus berteriak panjang dan nyaring sambil berlari kecil menghampiri Tio yang mungkin sudah terkena serangan jantung mendadak.

Tio segera menjitak kepala Qian cukup kuat. "Nih anak mulai lagi gilanya. Kenapa lagi lo? Kumat?" Tungguin gue masuk dulu kenapa. Pake jerit-jerit gitu lagi," protes Tio sambil melangkah dan mengambil duduk.

Qian pun mengekori langkah Tio dan ikut duduk di depan meja Tio hingga mereka sudah duduk berhadapan. Gilanya lagi adalah Qian menatap Tio dengan mata penuh binar dan senyum merekah sempurna.

Tio menyentuh dahi Qian sambil memasang ekspresi sangat aneh. Kalian tahu, ekspresi antara heran dan jijik yang menjadi satu. Seperti itulah bentuk wajah Tio saat ini.

Qian menepis tangan Tio, "Gue gak sakit, Tio" ucap Qian sambil memasang ekspresi cemberutnya.

"Jangan pasang ekspresi gitu ih, Q. Gila, gak cocok banget lo. Stop deh lo girang-girang gak jelas kayak gini," ucap Tio sambil menarik kursinya sedikit ke belakang.

Qian justru tertawa, padahal Tio sungguh-sungguh dalam perkataannya. Qian benar-benar tidak cocok hidup dalam kegirangan seperti itu. Aneh. Ia lebih cocok dengan wajah datar atau juteknya saja. Bila perlu menangis sampai mewek-mewek ketimbang senyam-senyum penuh binar.

"Stop dong, Q."

Qian menghentikan tawanya seketika. See, ini orang bukan manusia. Makhluk gaib sudah pasti. Dia paling handal di bidang mengubah-ubah raut wajah dalam waktu kurang dari sedetik. Ya, si Qiandra-qiandra ini.

"Oke udah berhenti nih girangnya gue," ucap Qian sambil memperbaiki posisi duduknya.

Tio mengangguk. "Ya udah. Cerita gih," ujar Tio yang sudah tahu kalau perempuan di depannya itu sedang ingin curcol di pagi hari yang cerah dan sekarang mendadak mendung ini. Iya, mendung, gelap gara-gara perempuan di depannya ini.

Qian tersenyum lagi. Segera Tio bersuara lebih dulu, "Eh. Gak usah pake senyum-senyum gitu, Q. Cerita aja gak usah pake ekspresi. Lo senyum lagi gue cabut dari sini nih."

"Ih. Jahat banget sih. Padahal gue tuh lagi bahagia tau," protes Qian.

"Ya udah deh. Males gue cerita sama lo. Bye," ucap Qian melanjutkan kemudian beranjak dari duduknya.

FETCH [Completed]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora