Chapter 4

126 59 82
                                    

"Mau gak mau, kalian harus mengalah sama cewek. Di mata cewek, cowok selalu salah. Jadi kalo cewek ngambek, jangan malah bales di diemin, bujuk dia dengan segala kasih sayang yang kau punya "

"Cewek adalah makhluk hidup yang sangat sensitif dan baperan, jangan coba coba mainin perasaan cewek "

              -kata hati cewek-

Ay tersenyum-senyum sendiri ketika mengingat kejadian tadi pagi. Wajah Ben sungguh menggemaskan. Wajah geram yang kesal karena ulah Ay.

Tiba-tiba wajah Ay berubah masam ketika Ay sadar dan melihat latihan soal- soal fisika di depan matanya.

Sekarang, memang jam kosong karena guru fisika yang bernama Bu Rika yang biasa dipanggil Burik oleh anak anak yang membencinya.

Burik itu menurut mereka seperti panu. Tau kan!? Bu Rika adalah guru killer sepanjang masa yang sudah mengabdi di sekolah mereka selama 16 tahun.

Guru killer yang satu ini sengaja memberikan soal- soal yang banyak serta rumit, yang membuat kepala orang bisa pecah, agar muridnya bisa diam selama dia pergi mendampingi kepala sekolah.

Ay menggaruk garuk kepalanya yang tidak gatal. Ia memang membenci. Ralat. Sangat, sangat dan sangat membenci pelajaran ini. Ia sudah angkat tangan.

"Susah amat sih, nih, soal." ucap Ay.

"Ni guru gimana sih, ngasih cobaan diluar batas kemampuan muridnya. Padahal, Tuhan aja gak pernah ngasih cobaan diluar batas kemampuan hambanya." Ay terus berbicara seperti kereta api.

"Lo kenapa sih Ay. Tadi senyum senyum kayak orang gila, sekarang ngedumel gak jelas. Ngedumel mulu dari tadi. Nyerocos aja kayak kereta api. Gue lakban baru tau rasa," jelas Risa.

Via yang disamping Risa hanya mengangguk-angguk setuju.

"Nihhh, lakban aja kalo bisa!" Ay menepuk-nepuk bibirnya, menantang. Risa dengan segera mengeluarkan lakban dari kotak pensilnya dan melakban bibir Ay. Sedangkan Ay sudah meronta-ronta minta dilepaskan. Via memegang kedua tangan Ay untuk menahannya.

"Ephhasinnn Pia, yishhaa, ghuuuee ghakk bhisa naphhhyas!" teriak Ay.

Ya, mereka juga ikut melakban hidung Ay.

"Udah ah Via, Risa lepasin. Becandanya berlebihan, entar gimana kalo anak orang mati?" jelas William cowok cupu yang merupakan sahabat Ay. Ia biasa dipanggil Willi.

Akhirnya, Via dan Risa melepaskan Ay. Mereka tertawa melihat Ay yang sudah ngos-ngosan kayak orang habis marathon. Ay menjulurkan lidahnya, mengejek Via dan Risa.

"Kamu juga Ay, dari tadi ngomel mulu. Kerjain aja, bener atau salah, itu urusan belakangan." William menimpali.

Ay punya tiga sahabat. Willi, Risa dan Via. Mereka kadang dicibir karena mau berteman dengan Willi, si anak cupu.

"Urusan belakang pala lo. Entar kalo salah gue kena jambak, Willi!" kata Ay.

"Will!"

"Hmm,"

"Ajarin gue, dong, ya, ya!" Ay menaik turunkan alisnya dan menarik-narik ujung baju Willi, seperti anak kecil yang sedang merengek minta permen.

"Kamu mah bukan minta ajarin. Tapi nyontek," sindir Willi.

"Nah, ntu udah tau," kata Ay dibarengi cengiran khasnya.

"Gak, aku cuma mau ajarin jalannya doang."

"Pelittt amatt," Ay mencebik kesal.

William sudah berusaha menyadarkan Ay agar dia mau berusaha. Ay itu cerdas, dulu ia sering mendapat juara dua, sedangkan Willi juara satu.
Ada dua kelemahannya yaitu malas dan ceroboh. Pernah waktu SD ada soal matematika 100 x 100=...  Dia mengira bahwa itu adalah pertambahan, padahal sebenarnya perkalian, sehingga ia menjawab 200. Seharusnya jawabannya 10.000. Ceroboh banget, deh.

Rain Of Sadnessजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें