Tsuki mengambil sukonbu dari tangan Kagura. Kagura langsung cemberut.
"Kau sudah menghabiskan lima bungkus sukonbu dalam dua jam!" Tsuki menyimpan sebungkus sukonbu ke dalam clutch-nya.
"Dan 12 susu kotak rasa stroberi," timpal Gintoki yang daritadi duduk kursi di ujung ruangan sambil merokok. "Kagura juga menghabiskan satu wajan besar makanan katering."
"Cukup, ya, Kagura," Tsuki membersihkan mulut Kagura dan tissue. "Mana lipstikmu?"
Kagura menunjuk lipstik merah di depan kaca di hadapannya. Tsuki meraihnnya dan memakaikannya pada Kagura.
"15 menit lagi, acara dimulai. Kalau kau makan lagi, aku akan benar-benar marah," ucap Tsuki.
Kagura tak menjawab. Dia hanya duduk di depan meja rias dengan tenang.
Kagura tak menjawab. Tsuki menaruh lipstik di meja rias dan menatap Kagura.
"Kau nervous, Kagura-chan?" Tsuki mendekatkan wajahnya pada Kagura.
Wajah Kagura merah padam. Dia berkeringat, dan napasnya tak beraturan.
"Sudah kuduga," Tsuki meraih tissue dari meja rias dan mengelap keringat di wajah Kagura dengan hati-hati. "Pantas kau daritadi diam saja dan tak berhenti makan."
"Aku butuh Kamui," ucap Kagura pelan. "Dan Papi."
"Oi, pengangguran banyak acara, panggilkan Papi dan Kamui. Kalau merokok di luar, aku tak mau baju pengantin Kagura bau rokok," ucap Tsuki.
"Apa pun untuk istriku tercinta," Gintoki mematikan rokoknya di asbak dan berjalan keluar.
Tsuki kembali mendekatkan wajahnya pada wajah Kagura. "Jika kau ingin bicara, aku mendengarkan."
Kagura menarik napas panjang dan menatap Tsuki. "Aku benar-benar merasa grogi, Tsuki."
"Karena orang-orang atau karena Sougo?" tanya Tsuki.
"Dua-duanya," Kagura kembali menarik napas dan mengembuskannya dengan keras. "Aku tak menyangka aku akan segrogi ini."
Tsuki mengelus pipi Kagura. "Itu wajar, Kagura. Aku juga merasakan hal itu saat aku menikah dulu. Aku khawatir apakah Gintoki akan mengenakan jas pilihanku atau tidak mengenakan pakaian apa pun. Tenang saja, ini hanya sehari. Sisanya, kau akan hidup bahagia dengan Sougo."
Kagura menelan ludah. "Aku boleh minum susu lagi?"
"Satu kotak saja, ya? Nanti kau kembung. Aku tidak mau kau bersendawa di depan penghulu," kata Tsuki.
Kagura mengangguk dan pintu ruangan terbuka. Papi dan Kamui berjalan masuk ke dalam diikuti Gintoki.
Mata Papi dan Kamui mendadak terbelalak melihat Kagura. Kagura terlihat anggun dengan baju pengantin berwarna putih seperti ini.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
"Ka-Kagura," Papi menitikkan air mata. "Kau persis ibumu."
Kagura mengangguk tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
"Oh, kau sudah dewasa, Kagura!" Papi berjalan mendekat. Kedua tangannya menyentuh bahu Kagura. "Keperawananmu akan hilang dalam hitungan jam!"
"Kau tumbuh dengan cepat. Kagura-chan benar-benar membuat Kamui bangga," ucap Kamui. "Kau akan bersinar di luar sana. Bocah polisi itu pasti tertegun saat melihatmu."
"Ma-masa..." kata Kagura sambil menelan ludah.
Kamui mengangguk dan mencium dahi adiknya. "Berbahagialah, Kagura-chan."
Papi mengambil alih tempat Kamui dan mengerucutkan bibirnya. Dia hendak mencium Kagura.
"Kondisikan bibirmu, orang tua," kata Tsuki. "Kagura sudah di-make up."
"Oh, maaf," Papi berdeham. "Papi hanya... Tak kuasa melihat putri Papi secantik dan sedewasa ini. Oh, Kagura! Papi sedih dan senang di saat yang sama!"
"Oi, lampu taman. Kau harus standby di luar," Gintoki menepuk bahu Papi. "Otae bilang kau hanya punya waktu lima menit di sini."
"Baiklah," Papi mengangguk. Dia kembali menatap Kagura dan mencium kening putrinya. "Berbahagialah, Nak. Papi menunggumu di luar."
Kamui menepuk bahu Papi dan merangkulnya ke luar ruangan. Pintu tertutup, dan Gintoki kini menatap Kagura.
Gintoki mendengus. "Kagura."
Gintoki berjalan mendekati Kagura dan berjongkok. Dia membetulkan bagian bawah gaun pernikahan Kagura yang terlipat.
"Ada satu hal yang membuatku bangga," kata Gintoki. "Baju ini pas untukmu karena memperlihatkan dadamu yang sudah semakin membesar."
Tangan Gintoki mendadak bergerak. Dia menangkap kunai kecil persis di hadapan wajahnya.
Gintoki berdiri dan menyimpan kunai tersebut di dalam sakunya. Kedua tangannya masuk ke dalam kantung celananya. Dia memandangi Kagura yang duduk di hadapannya.
"Aku tak pernah menyangka kalau kau ternyata cocok mengenakan baju pengantin," kata Gintoki sambil tersenyum. "Betapa beruntungnya aku berdiri di sini, di hadapanmu, dan ikut bersuka cita di hari bahagiamu."
Wajah Kagura mendadak mengerut. "Gin-chan..."
"Jangan menangis, nanti riasanmu luntur," Gintoki menepuk-nepuk pipi Kagura. "Ingat kata Kamui, kau harus berbahagia. Aku yakin kau akan menjadi istri yang baik untuk Sougo, begitu juga sebaliknya."
Tsuki memberikan tissue pada Kagura. Di saat yang sama, Tsuki menyeka air matanya.
"Tak sia-sia aku merawatmu hingga kamu sebesar ini," kata Gintoki. "Kau benar-benar membuatku bangga."
Gintoki mendekatkan wajahnya pada Kagura. "Pesanku hanya satu. Kalian harus saling menjaga dan saling setia. Kalian akan terus hidup bersama sampai mati. Jika suatu saat nanti kau mendatangiku dan mengatakan bahwa kau ingin bercerai dengan Sougo, aku tidak ingin mengenalmu lagi."
"Satu hal lagi," Gintoki menatap Kagura sambil tersenyum. "Jika Sougo nakal atau berlaku tidak sopan padamu, hubungi aku. Aku akan menghajarnya atau memintanya untuk melakukan seppuku."
Kagura mengangguk dan menempelkan tissue ke matanya dengan hati-hati. "Terima kasih, Gin-chan."