Lima Belas

1.6K 62 1
                                    

Julian mengurai pelukannya lalu berdiri. "Aku saja yang memasak."

Alana melontarkan tatapan tidak setuju. "Tidak. Aku masih kuat kok." Alana hendak berdiri tapi langsung dihentikan Julian.

Julian memasang wajah serius dengan tatapan tidak mau dibantah. "Tidak ada bantahan. Kepalamu baru saja sakit. Aku tidak mau tanganmu tergores pisau. Aku yang memasak atau koki? Itu pilihanmu."

Alana berfikir. Ucapan tegas Julian bagaikan perintah yang berarti Alana tak memiliki pilihan lain. Jadi yang memasak adalah Julian atau koki. Hmm, Alana harus memilih yang mana? Koki? Sudah biasa. Oke, Alana memutuskan Julian saja yang memasak, lagian waktu luang Julian sangatlah jarang. "Baiklah, kau saja yang memasak."

Dengan cekatan, Julian memasak bagaikan koki. Aroma masakannya sangat menggugah selerah. Cara pria itu memasak sangatlah menarik pula. Hanya butuh sekitar setengah jam, masakan Julian sudah tersedia dengan indah. Hanya masakan sederhana. Spaghetti dengan saus ala Julian dengan daging cincang.

"Hmm. Enak." Komentar Alana setelah ia mencoba masakan Julian yang dibalas Julian dengan senyuman sambil menikmati masakannya. "Kamu memiliki bakat memasak."

"Mungkin aku bisa menjadi koki bila bosan dengan posisiku sebagai CEO." Julian tersenyum menggoda sambil mengelap ujung bibir Alana yang terdapat saus. "Kamu masih sama aja seperti dulu."

Alana mengangkat alisnya. "Maksudmu?"

Ingatan Julian melayang pada sebelas tahun lalu disaat ia masih berpacaran dengan Alana. "Aku pernah memasak masakan ini dan kamu memberikan komentar yang sama. Kamu makannya juga celemotan gini."

Mata Alana berbinar. "Benarkah?"

Julian mengangguk.

"Astaga. Aku semakin ingin segera mendapatkan kembali ingatanku." Alana tersenyum.

Hati Julian berdesir.

***

Hari ini sudah sepuluh hari Julian dan Alana berbulan madu. Mereka sudah mengelilingi beberapa tempat di pulau pribadi Julian. Saat ini mereka sedang bersantai di tepi pantai yang berada di pulau pribadi Julian. Pantai itu sangat bersih, jernih, dan indah.

Dress pantai yang digunakan Alana melambai karena semilir angin yang segar. Hari hendak menjelang sore membuat Alana dan Julian duduk di tepi pantai untuk menunggu sunset.
Satu tangan Julian memeluk pingang istrinya sedangkan Alana menyandarkan kepalanya di pundak lebar Jordan.

"Indahnya." Gumam Alana begitu sunset muncul bahkan wanita itu menurunkan kacamata hitamnya.

Sedangkan Julian tanpa sepengetahuan Alana, ia mengangkat ponselnya dan mengarahkan ke Alana yang memang mengangkat kepalanya tidak bersandar pada Jordan dan memotret istrinya itu yang nampak seperti siluet sunset indah tersebut. "Kau lebih indah."

Alana mendorong pelan bahu suaminya yang tidak berefek sama sekali pada pria yang mengenakan kacamata hitam dan warna baju couple dengan istrinya itu. "Berhenti mengombal Ian."

Alana berdiri diikuti Julian yang juga melepas kacamatanya. "Aku tidak mengombal." Julian menarik tangan Alana dalam sekali sentakan membuat wanita itu menubruk tubuhnya. "Sejak dulu sampai selama-lamanya kamu indah Sayang. You're the most beautiful for me." Tangan Julian mengusap pelan pipi Alana sambil tersenyum.

Senyum itu menular ke Alana. "Kau juga sangat tampan suamiku."

"Ya, kita harus menjadi penggemar satu akan yang lain. I'm your fan and you are my fan."  Sebagai suami istri, Julian dan Alana berharap mereka akan saling terkagum kagum, saling mengerti, saling mencintai sepanjang hidup mereka dan tidak ada kata pisah di dalamnya sebaliknya mereka semakin tak terpisahkan dan penuh kejujuran dan tanpa rahasia serta selalu saling percaya.

Don't Raise Me Up Where stories live. Discover now