Sembilan Belas

1.6K 107 1
                                    

"Kamu ke kantor Ian?" Tanya Alana pada suaminya yang sudah selesai mandi sedangkan Alana baru bangun. Akhir-akhir ini Alana memang suka sekali dengan yang namanya tidur. Bahkan terkadang ia tidur tanpa mau melepaskan Julian sehingga pria itu sulit untuk pergi ke kantor. Suaminya itu baru ia ijinkan bekerja mulai tiga hari yang lalu bertepatan dengan hari Senin. Sedangkan di hari kerja setelah mereka keluar dari rumah sakit, Alana tidak memperbolehkan suaminya bekerja dengan berbagai alasan.

Julian mengangguk. "Kamu gak papa ya aku tinggal kerja. Aku usahakan pulang secepat mungkin." Julian mengusap kepala Alana.

Alana mengangguk. "Lagian kan kamu sudah bekerja seperti biasa dari tiga hari kemarin. Tapi ingat ya, kamu belum boleh capek-capek dan nanti sore kita harus kontrol." Ya, hari ini adalah seminggu setelah Julian keluar dari rumah sakit yang mengharuskan dirinya kontrol.

Julian terkekeh mendengar kecerewetan istrinya. Entah kenapa, ia justru senang bukannya kesal dengan kecerewetan Alana. "Iya Sayang. Lagian aku sangat antusias untuk melihat anak kita." Julian mengecup puncak kepala Alana sambil mengusap perut istrinya yang masih bermuka bantal itu.

Alana tersenyum lebar. "Baiklah, aku akan memilihkan pakaianmu agar suamiku ini bisa segera mencari nafkah untuk istrinya dan calon anaknya." Alana berdiri kemudian mengiring suaminya ke walk in closet mereka.

***

Alana keluar dari lift dengan senyum lebar. Berbagai kotak berisi makanan berada di tangannya. Alana ingin memberikan kejutan untuk suaminya dengan datang ke kantor Julian di siang hari sekalian ia membawakan bekal untuk Julian sebelum mereka pergi ke rumah sakit untuk kontrol.

Alana mendapati seorang wanita berkacamata di depan ruangan Julian. Sekretaris Julian yang membantu tugas Arya. "Siang."

Wanita itu tampak sedikit terkejut. "Siang Mrs. Smith."

"Apakah Julian ada?" Tanya Alana tanpa menghentikan senyumannya.

"Mr. Smith sedang rapat didampingi Pak Arya nyonya."

Senyum Alana hilang. "Oh begitu. Apakah rapatnya lama?"

Sekretaris Julian yang bernama Yuni itu tampak melihat agendanya lalu jam ditangannya. "Sekitar 30 menit lagi rapatnya sudah selesai nyonya."

Alana mengangguk. "Baiklah. Apa aku boleh menunggu disini?" Alana melirik kursi di dekat meja Yuni yang disediakan untuk tamu Julian.

Yuni tersenyum sambil mengangguk. "Tentu boleh nyonya. Anda dapat menunggu Mr di ruangannya saja."

Alana tersenyum tipis. Ia sedikit kecewa harus kembali menunggu untuk bertemu Julian. Alana memang sangat menempel dengan suaminya itu sejak hamil. "Baiklah."

Alana melangkah masuk ke ruangan suaminya itu. Ia menyusuri setiap sudut ruangan Julian. Tak ada yang berubah. Hanya saja meja Julian sedikit lebih berantakan dibandingkan saat Alana pertama kali kesini dimana ada orang tua Julian. Alana meletakkan barang bawaannya di sofa tamu hitam Julian kemudian melangkah mendekati meja kerja Julian yang penuh dengan map, laptop, dll. Tapi satu yang menarik Alana kesana. Sebuah buku berwarna pink. Ia sepertinya mengenali buku itu. Itu bukan buku biasa, melainkan sebuah buku harian.

Semakin jauh Alana melangkah, semakin jelas pula buku itu. Dahinya berkerut mendapati bahwa buku itu adalah buku hariannya saat jaman SHS dulu. Kenapa bisa ada di meja Julian? Padahal dulu Alana pernah bertanya ke suaminya itu.

-Flashback On-

Alana membuka kopernya kemudian membereskan isinya setelah ia selesai berurusan dengan koper suaminya. Ia sedang membereskan barang bawaan mereka saat bulan madu kemarin. Alana memang suka berberes sendiri daripada oleh orang lain. Setelah semua barangnya sudah tertata rapi dan koper Alana telah kosong, ia menyadari ada sesuatu yang kurang.

Don't Raise Me Up Where stories live. Discover now